MAKASSAR, BB — Tuntutan hukum yang tinggi melanda Hardianti (29), Seorang perempuan Miskin, yang juga adalah seorang Ibu Single Parent (orangtua tunggal) dari 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil.
Saat ini tengah menjalani penahanan di Rutan Kelas I.A Makassar dan menunggu putusan Hakim di Pengadilan Negeri Makassar setelah sidang pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tanggal 21 Juni 2021 yang lalu, JPU telah menuntut Hardianti pidana penjara selama 5 Tahun 6 Bulan.
Bandingkan dengan tuntutan JPU terhadap Jaksa PINANGKI yang telah terbukti melakukan 3 (tiga) tindak pidana kelas kakap sekaligus yakni menerima suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat, namun hanya dituntut 4 tahun tahun penjara.
Abdul Jamil, S.Hi., M.H (PBH PERADI MAKASSAR & Partner mengungkapkan bahwa padahal kondisi dan beban sosial Hardianti sebagai perempuan miskin dan ibu “single parent” dari 3 anak kecil, tentu jauh lebih berat. Lagipula Hardianti adalah korban dari para bandar besar narkotika yang belum diberantas oleh institusi penegak hukum.
“Tingginya tuntutan JPU terhadap Hardianti dibandingkan dengan tuntutan kepada Jaksa PINANGKI adalah gambaran nyata sikap diskriminatif Kejaksaan terhadap perempuan miskin dan menutup mata terhadap realitas adanya pola eksploitasi kerentanan perempuan miskin dalam peredaran gelap Narkotika,” ungkapnya
“Di mana fakta persidangan telah menunjukkan bahwa terdakwa Hardianti dalam kasus ini hanyalah sebagai korban dari perederan gelap narkotika. Seorang yang berinisial “HN” (saat ini DPO) telah memanfaatkan kemiskinan Hardianti untuk mengantarkan 3 sachet narkotika jenis sabu kepada salah seorang pecandu (Terdakwa lainnya dalam perkara yang sama), yang ternyata Hardianti sama sekali tidak mendapatkan upah,” sambung Kuasa Hukum Hardianti
Satu-satunya harapan adalah putusan Hakim yang rencananya akan dibacakan pada hari senin besok (19/07/2021), olehnya itu Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo diharapkan akan memberikan putusan dengan pendekatan Restorative Justice (Keadilan yang memulihkan) yang telah menjadi salah satu arah kebijakan dan strategi bidang penegakan hukum dalam RPJM Nasional 2020 – 2024 (Perpres No. 18/ 2020)
Putusan Majelis Hakim yang bijak berupa rehabilitasi sosial dan/atau rehabilitasi medis terhadap Hardianti, berdasarkan ketentuan Pasal 127 UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Juncto SEMA No. 4/2010 tentang Penempatan Penyalahguna, Korban Penyalahguna, dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial Juncto SEMA No. 03/ 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahguna Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
“Demikian berdasarkan alat bukti terhadap keadaan khusus dimaksud Penuntut Umum dapat menggunakannya sebagai pertimbangan sebagai alasan pembenar, meniadakan kesalahan, ataupun keadaan yang meringankan,” tandasnya kepada beritabersatu.com, Minggu (18/07/21). (Kaisar)