Rencana Pemangkasan Jasa Medis RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar Tuai Kecaman

by Ardin
0 comments

Beritabersatu.com, Blitar – Kebijakan efisiensi anggaran yang digagas Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin atau akrab disapa Mas Ibin, kembali menuai sorotan tajam. Dalam upayanya menjaga stabilitas keuangan daerah, ia berencana melakukan rasionalisasi terhadap pegawai PTL dan pemangkasan sejumlah pos anggaran, termasuk yang paling sensitif: jasa pelayanan para dokter dan tenaga medis RSUD Mardi Waluyo.

Langkah ini diambil karena kondisi keuangan APBD Kota Blitar yang disebut Mas Ibin kini hanya tersisa sekitar Rp800 miliar, termasuk untuk kebutuhan belanja rutin dan gaji ASN.

“Kondisi sekarang siapapun walikotanya akan kesulitan untuk mengelola anggaran. Karena pembangunan tetap harus berjalan, sementara anggarannya terbatas sekali,”
ujar Mas Ibin saat ditemui usai takziah di Kepanjenkidul, Senin (20/10/2025).

Menurutnya, kebijakan ini bukan tanpa alasan. Mas Ibin menegaskan, efisiensi harus dilakukan di seluruh lini agar program pembangunan tidak terhenti.

“Tetap kami lakukan evaluasi anggaran dan pemangkasan di berbagai sektor. Termasuk, jasa pelayanan dokter seperti apa, ya kalau diperlukan terpaksa kita pangkas juga,”
jelasnya.

Namun, rencana pemangkasan jasa pelayanan medis (JM) ini langsung menimbulkan reaksi keras dari kalangan dokter dan perawat RSUD Mardi Waluyo. Mereka menilai kebijakan tersebut sangat berisiko dan bisa memicu gejolak internal di tubuh rumah sakit daerah.

Salah satu dokter yang enggan disebut namanya mengingatkan agar wali kota lebih bijak dalam mengambil keputusan.

“Kalau yang dipangkas Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) mungkin masih bisa dimaklumi karena itu dari APBD. Tapi kalau jasa pelayanan, itu sudah paling kecil dibanding rumah sakit lain. Kalau sampai dipangkas, saya khawatirkan akan menimbulkan pergolakan seperti dulu,”
ujarnya dengan nada khawatir.

Catatan redaksi menunjukkan, sekitar 10 tahun lalu sempat terjadi aksi besar-besaran tenaga medis RSUD Mardi Waluyo menolak kebijakan serupa ketika rumah sakit masih dipimpin dr. Husein. Sejumlah pihak pun mengingatkan agar Mas Ibin tidak mengulangi kesalahan sejarah itu.

Nada keberatan juga datang dari kalangan perawat. Seorang perawat senior menilai, pemerintah seharusnya bukan memangkas, tapi menambah tenaga kesehatan di sektor yang lebih dibutuhkan masyarakat, seperti layanan home care.

“Mestinya Pak Wali malah menambah tenaga kerja, misalnya di bidang home care. Ini yang sangat dibutuhkan warga Kota Blitar. Banyak pasien pascaoperasi atau penderita diabetes yang seharusnya bisa dirawat di rumah. Kalau kebijakan seperti ini dikembangkan, malah bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada wali kota,”
ujarnya memberi masukan.

Para tenaga medis juga menegaskan bahwa jasa pelayanan atau jasa medis (JM) bukanlah tunjangan tambahan yang bisa seenaknya dihapus. Nilainya dihitung berdasarkan profit rumah sakit tiap bulan, dan sudah diatur secara jelas dalam Peraturan Wali Kota (Perwali).

“Jasa pelayanan itu dihitung dari keuntungan rumah sakit, bukan dari APBD. Besarannya sudah diatur dalam Perwali. Jadi seharusnya jangan diotak-atik,” pungkas seorang dokter lain

Rencana pemangkasan jasa medis ini kini menjadi buah bibir di kalangan ASN dan tenaga kesehatan Blitar. Banyak pihak khawatir, jika kebijakan tersebut benar diterapkan tanpa kajian matang, RSUD Mardi Waluyo bisa kembali bergolak dan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan Mas Ibin ikut tergerus. (Zan)

You may also like