Beritabersatu.com, Blitar – Rencana Pemerintah Kota Blitar untuk merehabilitasi Pasar Legi menuai penolakan keras dari puluhan pedagang. Mereka menilai Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, bersikap arogan karena dinilai tidak pernah melakukan koordinasi ataupun sosialisasi sebelum merencanakan pembangunan tersebut.
Ketegangan ini mencuat setelah para pedagang mengetahui rencana perombakan total Pasar Legi justru dari pemberitaan media, bukan melalui pertemuan resmi. Para pedagang merasa diabaikan dan khawatir kehilangan tempat usaha yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun.
“Wali Kotanya terkesan arogan, tidak mau koordinasi dengan para pedagang terkait rencana rehabilitasi pasar,” ungkap Arief, salah satu pedagang Pasar Legi, Jumat (17/11/2025)
Menurut Arief, sikap pemerintah kota selama ini sering merugikan para pedagang. Setiap kali digelar kegiatan atau event di area pasar, banyak kios yang tertutupi panggung event tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
“Setiap ada event di Pasar Legi, kios kami tertutup panggung event tanpa komunikasi. Yang dilibatkan justru pedagang dari luar,” imbuhnya kesal.
Hal senada disampaikan Suhani, koordinator pedagang Pasar Legi. Ia menilai, kebijakan pembangunan pasar tanpa melibatkan pedagang merupakan bentuk pengabaian terhadap masyarakat kecil yang selama ini menggantungkan hidupnya di sana.
“Rencana mau merombak Pasar Legi secara total mengabaikan kami. Para pedagang tidak pernah diajak koordinasi. Tahunya justru dari media kalau pasar mau dibangun,” ujar Hani kecewa.
Menurutnya, banyak pedagang merupakan warga asli yang sudah berjualan di Pasar Legi sejak tahun 2016. Mereka khawatir jika pembangunan dilakukan tanpa perencanaan partisipatif, para pedagang akan tergusur dan digantikan oleh pedagang dari luar.
“Kalau tidak ada komunikasi, tiba-tiba dibangun, para pedagang didepak dan diganti pedagang dari luar. Kami khawatir akan bernasib seperti itu,” tegas Hani.
Selain persoalan pembangunan, para pedagang juga mengeluhkan cara pemerintah menghidupkan Pasar Legi lewat berbagai event. Alih-alih meningkatkan daya tarik pasar, kegiatan tersebut justru membuat pedagang kehilangan penghasilan.
“Tiba-tiba dipasang panggung besar, jalan utama ditutup, kami tidak bisa jualan. Bahkan panitia mendatangkan pedagang dari luar. Kami sama sekali tidak diajak rembukan,” lanjutnya.
Sementara itu, H. Mahmudi, salah satu tokoh pedagang, berharap Wali Kota Blitar turun langsung menemui pedagang untuk mendengar aspirasi mereka.
“Kalau sebelum membangun, para pedagang tidak diajak komunikasi dulu, pasti menimbulkan kemarahan. Kami minta Wali Kota datang langsung ke lapak-lapak kami, dengarkan sendiri keluhannya,” ucap Mahmudi.
Ia menambahkan, para pedagang memberi waktu satu minggu kepada Wali Kota Blitar untuk membuka ruang dialog. Jika tidak ada tanggapan, mereka mengancam akan menggelar aksi ke Balai Kota.
“Kami bukan mengancam, tapi kalau tidak ada koordinasi, kami akan datang bersama puluhan pedagang ke kantor Wali Kota. Kami ingin kejelasan, bukan janji,” tegas Suhani menimpali.
Diketahui, kondisi Pasar Legi saat ini memang cukup memprihatinkan. Aktivitas jual beli lesu, dan sebagian besar pedagang hanya bisa berjualan satu hingga dua kali seminggu untuk menutup biaya operasional serta cicilan. Pemerintah Kota Blitar beralasan, agenda event dan rencana pembangunan dilakukan untuk menghidupkan kembali roda ekonomi di kawasan tersebut. Namun, tanpa komunikasi yang baik, kebijakan ini justru memicu gejolak dan rasa tidak percaya dari para pedagang. (zan)