Ketua KNPI Pinrang Kecam Kapolda Sulsel yang Diduga Intimidasi Wartawan: Kapolri Harus Bertindak

0 comments

PINRANG, BB – Ketua KNPI Kabupaten Pinrang, Muhammad Zainal Arifin, mengecam keras tindakan Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian R Djajadi, yang diduga mengintimidasi seorang wartawan setelah memberitakan adanya dugaan pungutan liar (pungli) di Satlantas Polres Bone.

Menurut Zainal, seharusnya Kapolda berterima kasih kepada wartawan yang mengungkap penyimpangan yang dilakukan oleh oknum anggotanya. Pemberitaan seperti ini justru membantu Kapolda mengetahui perilaku yang mencoreng nama baik institusi kepolisian.

“Harusnya beliau berterima kasih, bukan malah mengintimidasi wartawan,” ungkap Zainal, Selasa (10/9/2024).

Zainal menilai tindakan Kapolda tersebut sebagai upaya membungkam kebebasan pers dan justru akan merusak kepercayaan publik terhadap kepolisian.

Sebagai pejabat tinggi, Kapolda harusnya mendukung transparansi dan menerima kritik yang membangun demi kebaikan institusi.

Lebih lanjut, Zainal berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengambil tindakan tegas terhadap Kapolda Sulsel.

Dia mengingatkan agar janji Kapolri bukan sekadar retorika, melainkan diwujudkan dalam tindakan nyata.

“Kapolri pernah bilang, kalau pimpinan tidak mampu membersihkan ekor yang busuk, maka Kapolri akan memotong kepala. Artinya, jika Kapolda, Kapolres, atau Kapolsek tidak mampu memimpin anggotanya dengan baik, maka mereka harus bertanggung jawab dan ditindak tegas,” jelas Zainal.

Tindakan intimidasi terhadap wartawan ini, menurut Zainal, merupakan perbuatan tercela yang dapat merusak citra kepolisian di mata masyarakat.

Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa ini adalah waktu yang tepat bagi Kapolri untuk menunaikan janjinya dan menindak tegas pimpinan yang tidak mampu menjaga integritas institusi kepolisian.

“Saatnya Kapolri bertindak dan menunaikan janjinya,” pungkas Zainal.

Diberitakan sebelumnya, Kasus pungutan liar (pungli) di  Polres Bone menjadi sorotan setelah Heri Siswanto, seorang jurnalis, memberitakannya secara terbuka. Alih-alih mendapatkan respons positif dari pihak kepolisian, Heri justru diduga menerima intimidasi dari Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Andi Rian R Djajadi.

Insiden ini menambah panjang daftar kasus yang menunjukkan bagaimana kebebasan pers di Indonesia seringkali terancam.

Kejadian bermula ketika Heri melaporkan adanya pungli dalam proses pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Polres Bone. Salah satu warga yang hendak mengurus SIM A mengaku diminta membayar Rp500 ribu, jauh lebih tinggi dari biaya resmi yang telah ditetapkan. Berita ini kemudian viral di media sosial dan menarik perhatian publik.

Namun, berita tersebut ternyata membuat Kapolda Sulsel murka. Heri mengungkapkan bahwa dirinya mendapat telepon langsung dari Irjen Pol Andi Rian, yang marah besar karena pemberitaan tersebut.

“Dia (Andi Rian) marah-marah, menuduh saya menghajar institusi kepolisian. Bahkan, dia mempertanyakan kenapa saya sering memberitakan hal-hal negatif tentang polisi,” ujar Heri, Rabu (4/9/2024).

Tidak berhenti sampai di situ, dampak dari pemberitaan tersebut juga dirasakan oleh keluarga Heri. Istrinya, Gustina Bahri, yang bekerja sebagai ASN Polri di Polres Sidrap, tiba-tiba dimutasi ke Polres Selayar, sebuah wilayah yang cukup jauh dan terpencil. Mutasi ini diduga kuat sebagai bentuk balasan atas berita yang diangkat oleh Heri.

“Beberapa hari setelah telepon dari Kapolda, istri saya dipindahkan ke Selayar. Ini adalah intimidasi yang nyata. Polri sekarang seolah-olah sudah menjadi anti kritik,” kata Heri dengan nada kecewa.

Kasus ini menimbulkan keprihatinan luas di kalangan jurnalis dan aktivis kebebasan pers. Mereka menilai bahwa tindakan intimidasi terhadap wartawan merupakan ancaman serius terhadap demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia. Mereka mendesak agar kepolisian menghormati peran pers sebagai pilar keempat demokrasi dan menghentikan segala bentuk tekanan terhadap jurnalis yang hanya menjalankan tugas mereka. (***)

You may also like