PEMALANG, BB – Pengadilan Agama Kelas 1 A Pemalang, Jawa Tengah, mencatat angka kasus perceraian 2022 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya 2021. Bahkan menjadi peringkat ketiga di Jawa Tengah.
Wakil Ketua Pengadilan Agama Kelas 1 A Pemalang, Amran Abbas, S.Ag, SH, MH, mengungkapkan bahwa, jumlah itu meningkat sekitar 2 persen tahun 2022 yang mencapai 110 perkara.
“Kenaikan angka perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1 A Pemalang presentasenya sedikit kenaikan di kisaran 2 persen,” ungkap Amran Abbas saat ditemui wartwan di kantornya Senin (9/1/2023) siang.
Pada 2021, angka perceraian di Pemalang mencapai 5.328 perkara. Pada 2022, jumlah itu meningkat ke angka 5.438 perkara. Dan setiap bulan angka perceraian mencapai 4.00 hingga 4.50 perkara.
Amran mengungkapkan paling banyak yang menggugat cerai berasal dari pihak perempuan. Ia mencatat dari angka 5.438 perkara itu, ada 3.100 yang diajukan oleh perempuan.
“Dari 5.438 kasus perkara, ada 3.100 yang diajukan oleh pihak perempuan,” kata Amran.
Dirinya juga mengungkapkan, dari pihak yang mengajukan perceraian rata-rata berusia muda kisaran kurang lebih 30 tahun, bahkan ada berusia 20 tahun. Dan paling tinggi penyebab perceraian di Pemalang adalah faktor ekonomi.
“Rata-rata kisaran kurang lebih 30 tahun, bahkan ada usia 20 tahun. Di Pemalang penyebab paling tinggi angka perceraian adalah faktor ekonomi,” katanya.
Sementara itu, kata Amran, untuk kasus perkara perceraian dari aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) ada penuruan dari tahun sebelumnya.
“Ada penurunan perkara, tahun lalu 2021 ada 57 perkara, tahun 2022 ada 47 perkara,” ungkapnya.
Dalam menekan angka perceraian, Ia berharap harus ada keterlibatan lembaga keagamaan dan lembaga sosial kemasyarakatan serta peran serta lembaga penasehat perkawinan di kantor urusan agama (KUA) dalam upaya merukukan dan mediasi sebelum perkara diajukan di pengadilan agama.
“Bahkan kalau perlu, Pemda buatkan peraturan daerah (Perda) semua perkara masuk di Pengadilan Agama, harus lewat di lembaga penasehat perkawinan, walaupun kami sendiri mewajibkan untuk mediasi di setiap persidangan,” pungkasnya. (USM)