Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang akan mengesahkan RUU Omnibus Ciptaker pada 8 Oktober mendatang ditanggapi oleh Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM Si).
Menanggapi hal tersebut, para mahasiswa ini menyerukan mosi tidak percaya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah karena segera meloloskan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
“Maka kami, Aliansi BEM SI menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah dan wakil rakyat Indonesia (DPR). Bengkulu, 4 Oktober, Jam 20.00,” kata Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian melalui Instagram @Bem_SI, diunggah Minggu (4/10) malam.
Dilansir dari CNNIndonesia, Remy menyatakan mosi tidak percaya dilayangkan karena pemerintah telah melanggar Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang mengesahkan beragam RUU bermasalah, termasuk Omnibus Law Ciptaker dalam waktu dekat.
Ia juga menyebut keberadaan Omnibus Law Ciptaker juga akan merampas hak hidup rakyat dan lingkungan, padahal pemerintah diamanatkan UUD 1945 untuk menjaga kedua aspek tersebut.
Lanjutnya, ia mengatakan pemerintah dan DPR juga telah menindas hak-hak rakyat dan melanggar Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Selain itu, pemerintah dan DPR juga dinilai gagal mengelola negara sesuai alinea keempat pembukaan UUD 1945.
Menurutnya, kesenjangan sosial antara masyarakat masih tinggi. Sektor kesehatan juga masih lemah di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Selain itu, pemerintah serta DPR juga dinilai tidak mengutamakan pendidikan.
Ia mengatakan pihaknya menyayangkan langkah DPR yang sepakat untuk mengesahkan RUU Ciptaker pada tingkat paripurna. Menurutnya, pemerintah dan DPR seharusnya kini fokus menangani pandemi Covid-19.
BEM SI, kata Remy, berencana menggelar aksi di depan Gedung MPR/DPR dalam waktu dekat. Remy mengatakan pihaknya tidak akan berhenti memperjuangkan aspirasinya sampai RUU Ciptaker dibatalkan.
“Kita menyerukan masyarakat yang memiliki keresahan yang sama turut serta, kita ambil hak kita. Kita menyerukan rakyat Indonesia turut serta bersama mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi di gedung DPR yang katanya mewakili rakyat,” ujarnya.
“Kenapa agenda pembahasan RUU kontroversial yang mendapat penolakan rakyat justru dilanjutkan? Apakah aji mumpung karena atensi rakyat sedang fokus ke Covid-19 dan tidak bisa langsung turun ke jalan?” pungkasnya.