MAKASSAR, BB- Presiden Jokowi dengan kewenangannya punya momentum untuk menolak revisi UU KPK yang telah disahkan DPR. Jika tidak, masih ada opsi Perppu atau menggugat ke MK.
Hal ini dingkapkan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unismuh Makassar, Muhammad Sufriadi, menurutnya setidaknya masih ada tiga cara menggagalkan pengesahan Revisi Undang Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK.
Cara pertama, ialah melalui kewenangan Presiden Joko Widodo untuk tidak menyetujui revisi UU KPK yang telah dibahas dan disetujui DPR.
“Presiden masih memiliki waktu mempertimbangkan revisi UU KPK yang baru saja disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (17/9/2019),” katnya dalam rilis yang dikirim ke redaksi Beritabersatu.com, jumat (20/9/19)
Dikatakan jika waktu kurang lebih 60 hari ini bisa jadi ajang pembuktian Presiden Jokowi tentang keberpihakannya terhadap upaya pemberantasan korupsi. Sebab Interpretasi negatif bisa muncul dari publik jika Jokowi tak mengambil sikap.
“Ini momentum paling tepat kalau beliau (Presiden Jokowi red) ingin menunjukkan legacy yang kuat. Kalau tidak sejarah akan mencatat Pak Jokowi peletak dasar pelemahan KPK,” jelasnya.
kemudian Cara kedua, ialah dengan cara Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang atau Perppu. Langkah ini masih mungkin ditempuh oleh Jokowi jika benar punya semangat memperkuat KPK. Akan tetapi mengeluarkan Perppu, harapan sangat kecil mengingat Jokowi sendiri yang mengeluarkan surat rekomendasi kepada DPR tentang pembahasan Revisi UU KPK.
“Perppu relatif kecil karena presiden sudah kirimkan mandat kepada Menkumham dan Menpan RB serta sudah berjalan proses legilasi,” bebernya.
sementara langkah Terakhir, tambah Sufriadi adalah cara yang paling mungkin dilakukan ialah dengan cara mengajukan uji materi atau Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya sudah banyak lembaga masyarakat yang bersiap mengajukan Judicial Review jika Presiden menyetujui UU KPK.
“Saya berharap nantinya proses pengajuan JR bisa diterima baik oleh para hakim. Jika tidak, maka semua lembaga negara di Indonesia telah bersepakat untuk melemahkan KPK.Apakah MK punya semangat yang memadai terhadap pemberantasan korupsi atau tidak, yah kita lihat. Kalau ternyata sama saja, satu suara dengan pemerintah dan DPR ini yang kemudian bisa saja disebutkan dengan trias korupsial. Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif jadi penyuplai kekuatan yang kurang berpihak terhadap perbaikan tata kelola pemerintahan,” Pungkasnya. (Red)