Kolaborasi Bersama, IMCAA Bersama ILO dan IOM Kuatkan Komitmen Kerja Layak Bagi ABK di Luar Negeri 

0 comments

PEMALANG,BB—Indonesia Manning Crewing Agent Association (IMCAA) berkomitmen mendukung kerja layak di sektor perikanan, khususnya Anak Buah Kapal (ABK) di kapal penangkap ikan berbendera asing.

Komitmen itu ditegaskan Hengki Wijaya, Ketua Umum IMCAA dalam kegiatan seminar program 8.7 Accelerator Lab International Labour Organization dan International Organization for Migration di salah satu hotel di Kabupaten Pemalang, Rabu (24/7/2024).

“Kami berkomitmen dan menyepakati memperbaiki pola-pola perekrutan dengan peningkatan kompetensi calon ABK mulai dari pra-keberangkatan, keberangkatan dan saat bekerja di negara penempatan dan di perairan internasional,”tegasnya.

Sebagai asosiasi perusahaan penempatan awak kapal ke luar negeri, kata Hengki, IMCAA merasa terbantu dengan dukungan dari program 8.7 Accelerator Lab dari International Labour Organization ini.

“Khususnya bagaimana mensinergikan bisnis dengan HAM, agar usaha agen pengawakan kapal ini tetap berjalan baik dan berkelanjutan dengan tetap menerapkan penghormatan terhadap hak asasi manusia,”paparnya.

Sementara itu, National Project Coordinator ILO 8.7 Accelerator Lab, Muhammad Nour, menjelaskan, kegiatan kolaborasi IMCAA dan ILO ini merupakan upaya perbaikan tata kelola perekrutan dan penempatan Anak Buah Kapal (ABK) perikanan migran.

Kegiatan ini menjadi langkah komitmen IMCAA dan ILO mempromosikan kerja layak sekaligus memberantas kerja paksa khusus nya di sektor perikanan.

“ILO dengan mandat tripartit juga mendukung upaya IMCAA mempromosikan responsible business conduct dan fair recruitment,” terangnya.

Sementara Kepala Unit Mobilitas Pekerja dan Inklusi Sosial, Organization for Migration (IOM) Indonesia, Phy Shafira memberikan apresiasi terhadap IMCAA dalam mendukung pemberantasan kerja paksa dan perbudakan modern di sektor perikanan utamanya kapal penangkap ikan berbendera asing.

“Upaya perlindungan pekerja migran di kapal perikanan harus diupayakan pada seluruh tahapan migrasi, bahkan dimulai dari fase pra-pengambilan keputusan dan pra-penempatan” jelas Phy Safira.

Upaya perlindungan pekerja migran di kapal perikanan itu, kata Phy Safira, salah satunya melalui penyampaian informasi yang jelas dan transparan kepada calon pekerja migran.

“Hal ini dilakukan demi memitigasi risiko eksploitasi dan perdagangan orang serta untuk memaksimalkan dampak positif dari pengalaman migrasi mereka,” tandasnya.

Selain paparan dari ILO dan IOM, dalam seminar pelatihan ini para pemilik perusahaan penempatan awak kapal juga diberi pemahaman mengenai kode etik dalam proses rekruitmen awak kapal.

Pemahaman kode etik proses rekruitmen awak kapal ini dipaparkan oleh Dr Jaka Aminata, Kepala Program Studi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro.(usm)

You may also like