Sampai saat ini sudah ada 100 dokter yang meninggal setelah bertugas dan terpapar Covid-19, olehnya itu Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Mohammad Adib Khumaidi mendorong pemerintah membentuk Komite Keselamatan Kesehatan.
Adib mengatakan Komite Keselamatan Kesehatan ini sebagai upaya menjaga dan melindungi para tenaga medis dan tenaga kesehatan selama bertugas di tengah wabah, apalagi virus ini juga diprediksi belum selesai hingga 2021.
“Pertama mendorong pemerintah membentuk komite keselamatan tenaga medis dan tenaga kesehatan,” kata Adib saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui telepon, Selasa (1/9).
Sebagai salah satu garda terdepan dalam menghadapi wabah ini tenaga medis dan tenaga kesehatan memang betul-betul harus dijaga. Apalagi wabah ini juga tergolong masih panjang jika melihat kurva penyebaran dan infeksi virus yang semakin tinggi setiap hari ini.
Kata Adib tak hanya berasal dari organisasi kesehatan saja, tetapi juga berasal dari berbagai elemen baik dari pemerintah, LSM, masyarakat, hingga lembaga kesehatan itu sendiri.
Komite Keselamatan Kesehatan ini tugasnya untuk mengawasi dan memberikan perlindungan penuh terhadap para tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas di tengah wabah.
“Semua pihak dari organisasi kesehatan, dari pemerintah, dari LSM, yang itu saya kira jadi satu daya kuat untuk kemudian berpikir secara terintegrasi dalam pola membuat langkah keselamatan dan perlindungan tenaga kesehatan ini,” kata dia.
Tak hanya Komite Keselamatan Kesehatan, Adib juga meminta agar pemerintah bisa memberi perhatian lebih terkait standarisasi kesehatan di lingkungan kerja para tenaga medis dan tenaga kesehatan. Dari mulai protokol, pembagian jam kerja hingga keadaan tempat kerja para tenaga medis ini.
Salah satunya, kemudahan untuk mendapat akses tes SWAB Reaksi berantai polimerase (Polymerase chain reaction) atau PCR Tes gratis secara periodik. Mengingat kata Adib, memang tak terdapat regulasi atau kebijakan khusus yang dikeluarkan pemerintah terkait Tes PCR periodik bagi para tenaga kesehatan dan tenaga medis.
Rata-rata kata Adib, tes SWAB yang didapatkan oleh para tenaga medis ini merupakan kebijakan lokal dari rumah sakit tempat bekerja, bahkan paling parah banyak tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bisa mendapat akses PCR SWAB hanya untuk kepentingan tracing jika ada yang terpapar di lingkungan kerjanya.
“(Tes PCR) Itu cuma kebijakan lokal, kebijakan rumah sakit tempat bekerja,” kata Adib.
Adib mendorong agar ada regulasi khusus untuk para tenaga medis agar mendapat tes PCR secara periodik yang diatur secara sah. Hal ini kata Adib menjadi penting sehingga para tenaga medis dan tenaga kesehatan bisa benar-benar terjamin keselamatannya baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Selain kebijakan tes PCR secara periodik, Adib juga meminta agar para tenaga medis dan tenaga kesehatan benar-benar dijaga nutrisi dan keselamatannya. Dia juga mendorong agar pemerintah bisa lebih ketat dalam hal regulasi terkait standardisasi pelayanan kesehatan. (***)