MALANG, BB — Wakil Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Sujarwo menganjurkan pengalih fungsi lahan harus ditindak tegas.
Menurut dia alih fungsi lahan yang dilakukan sejumlah pihak tak bertanggung jawab dinilai akan membuat petani sengsara.
“Saya yakin kita belum terlambat untuk berbuat apa yang seharusnya kita lakukan. Artinya, kita tidak boleh membiarkan celah sedikit pun bagi mereka yang akan mengalihfungsikan lahan pertanian,” ujar Sujarwo.
Ia Menilai, selama ini ada dua faktor yang membuat alih fungsi lahan terjadi. Pertama, pemilik modal memandang tanah sebagai long-term profit perspective (increasing return overtime for the future). Kedua, pemilik lahan memandang area lahan sebagai unprofitable resources dengan pilihan impas, rugi, atau untung sedikit.
“Jika demikian, interaksi kedua agen ekonomi akan menghasilkan transaksi yang jauh lebih mudah, yakni hanya meninggikan harga lahannya di atas ekspektasi petani, kemudian dengan sendirinya alih fungsi lahan akan terjadi,”lanjutya.
Dikutip dari Media, Sebagai informasi, pemerintah memiliki aturan ketat dalam mencegah alih fungsi lahan pertanian Indonesia, yaitu dengan mencantumkan pasal pidana pada Undang-undang 41 tahun 2009 tentang lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Aturan ini memiliki turunan amanat mendasar yang tertuang dalam Perda RTRW dan atau RDTR Kabupaten/Kota.
Di samping aturan itu, sebenarnya para petani bisa mencegah tingginya laju alih fungsi lahan melalui perspektif long-term profit, di mana pandangan utamanya adalah nilai jual hasil produksi yang masih tinggi. Dengan cara ini, petani mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha taninya menjadi lebih profitable.
“Ini secara otomatis akan mencegah alih fungsi lahan. Karena petani sadar melepas lahannya akan menjadi kerugian jangka panjang bagi diri dan negaranya,” katanya.
Di sisi lain, petani juga harus mendapatkan pertolongan bersama dalam menghadapi ganasnya perubahan. Menolong petani artinya membuat mereka lebih berdaya secara teknologi, lebih baik secara informasi, dan lebih berwawasan bisnis sebagai entitas ekonomi.
Dalam hal ini, pemerintah bersama perguruan tinggi, industri, dan pusat-pusat inovasi lainnya harus saling berkesinambungan untuk membantu pahlawan pangan Indonesia.
“Tetapi ingat, petani juga harus disadarkan bahwa mereka harus mengubah mindset. Jangan hanya suka dibantu pemerintah saja, namun harus memiliki jiwa entrepreneur (menciptakan inovasi dan nilai tambah). Contohnya bagaimana petani di New Zelland dengan pertanian berkorporasinya, lalu petani di Korea Selatan dengan Saemaul Undong. Jadi sekali lagi, harus ada pendorong yang membuat petani terinspirasi dengan best practices expose mereka dengan apa yang seharusnya dilakukan,”Kuncinya.