PALANGKARAYA, BB — Berbagai cara yang dilakukan oleh Pemerintah untuk melindungi kawasan hutan yang ada di bumi Nusantara khususnya di Palanhgkaraya.
Pemerintah melalui Badan Restorasi Gambut (BRG), melindungi hutan yang kerap dilakukan masyarakat tinggal di wilayah gambut.
Upaya yang dilakukan dengan banyak mengembangkan potensi hutan tanpa kerusakan. Kepala Badan Rstorasi Gambut Nazir Foead menjelaskan ada tiga program besar yang dilakukan BRG untuk melindungi hutan gambut di Indonesia: rewetation (R1), penanaman kembali atau revegetasi (R2), dan revitalisasi (R3).
“Kami senang bekerja langsung di 500 desa lahan gambut, sekarang kami sudah mencapai 400 desa, hampir 80 persen meraihnya,” ujar Nazir, Ahad, 17 November 2019.
Dilansir dari TEMPO, Pelatihan dan pendampingan di setiap desa yang dilakukan oleh BRG, tentu berbeda. Seperti di Desa Keruing yang diberikan pelatihan dan pendampingan untuk mengelola ekowisata di Taman Nasional (TN) Sebangau, Kalimatan Tengah. BRG mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan dengan membuat ekowisata di wilayah tersebut.
Dengan adanya pelatihan dan pendampingan tersebut, BRG mengundang masyarakat untuk melindungi hutan dan menggerakkan keuangan masyarakat dengan tidak melepaskan hutan. Program ini, telah berhasil menurunkan titik api di wilayah tersebut. Berdasarkan data dari TN Sebangau, wilayah yang terbakar hanya 0,3 persen dari seluruh wilayah hutan di Sebangau.
Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead, saat membuka Kamp Pemuda di TN Sebangau, Kalimantan Tengah. TEMPO / Chitra Paramaesti.
Ekowisata yang ditawarkan merupakan wisata khusus seperti menjelajahi hutan gambut, melihat pembohong habitat orangutan, buaya rawa, hingga berbagai burung dan biota lainnya yang hidup di hutan gambut.
“Kami bersama Taman Nasional Sebangau membantu memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan keuangan tanpa merusak gambut,” ujar Nazir.
Fasilitas yang diberikan oleh BRG antara yang lain, adalah kapal wisata dan beberapa rumah panggung yang dapat digunakan sebagai tempat menginap di dalam hutan. Nazir berujar, fasilitas tersebut dikelola oleh masyarakat sekitar lewat Kelompok Simpul Wisata. Pembentukan kelompok wisata ini akhirnya menjadi pencaharian baru bagi masyarakat.
Salah satu anggota mengubah wisata, Sulaiman (50 tahun), mengatakan mendapatkan terjemahan baru melalui perahu kelotok yang dioperasikannya. Untuk sekali jalan mengantarkan wisatawan masuk ke hutan lewat Sungai Punggualas, ia mendapat Rp 500 ribu, “Harga ini untuk mengantar pulang dan pergi,” ucap dia. Terbaik dalam satu hari Sulaiman dapat mengantarkan wisatawan beberapa kali mengunjungi hutan Gambut Sebagau.
Perahu kelotok yang dioperasikan oleh Sulaiman, dikendalikan ramping dan kecil. Perahu tersebut merupakan hasil swadaya masyarakat untuk mengembangkan ekonomi dan pariwisata di kawasan itu. Dalam satu perjalanan, perahu kelotok ini hanya dapat menampung 3-4 orang untuk menjelajah masuk ke hutan.
Dengan adanya kelompok ini, warga Desa saling menggantikan wilayah hutan agar tidak terbakar. Bahkan mereka kerap berpatroli agar tidak ada tangan-tangan jahil yang merusak salah satu mata pencaharian mereka. Ketua Desa Wisata Simpul ini, Jeki mengatakan kebakaran di wilayah desanya berkurang dibandingkan tahun 2015. “Bisa dibilang di sini (Sebangau) tidak terbakar,” ucap dia.
Program ekowisata seperti ini, bukan hanya dikembangkan BRG di Kalimatan Tengah. Nazier mengatakan akan menggunakan lahan untuk pariwisata juga akan diterapkan di Kepulauan Riau. “Di Riau tanah gambutnya cukup unik, ada di pulau-pulau kecil, seperti Pulau Rangsang,” kata Nazier.