Memangkas Hukuman Pinangki Benar-benar Keterlaluan, Padahal Lakukan 3 Kejahatan

0 comments

Pemangkasan vonis hukuman Pinangki Sirna Malasari oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah merusak akal sehat publik.

Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Ia menyebut bahwa hukuman terhadap Pinangki semestinya diperberat, karena ia merupakan seorang jaksa saat terlibat dalam perkara pengurusan fatwa bebas MA untuk terpidana kasus Bank Bali, Djoko S Tjandra.

Selain itu, Pinangki melakukan tiga kejahatan sekaligus, yakni korupsi suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.

Dengan kombinasi ini saja publik sudah bisa mengatakan bahwa putusan banding Pinangki telah merusak akal sehat publik,” kata Kurnia dalam keterangannya dilansir dari KOmpas.com, Selasa (15/6/2021).

Ia menuturkan bahwa putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas hukuman Pinangki hingga lebih dari separuhnya itu benar-benar keterlaluan. Hal ini, kata Kurnia memperlihatkan secara jelas bahwa lembaga penegak hukum tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi.

“Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ini sekaligus memperlihatkan secara jelas bahwa lembaga kekuasaan kehakiman kian tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi,” tuturnya.

Terima kasih telah membaca Kompas.com. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Kurnia memaparkan, berdasarkan pemantauan ICW, rata-rata hukuman koruptor sepanjang tahun 2020 hanya 3 tahun 1 bulan penjara.

Pemangkasan Vonis Pinangki Kurnia pun mendorong agar jaksa segera mengajukan kasasi untuk membuka kesempatan Pinangki dihukum lebih berat. Selain itu, ICW meminta Ketua Mahkamah Agung harus selektif dan mengawasi proses kasasi tersebut.

“Sebab, ICW meyakini, jika tidak ada pengawasan, bukan tidak mungkin hukuman Pinangki dikurangi kembali, bahkan bisa dibebaskan,” ucapnya. Di samping itu, ICW menagih janji Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan superivisi atas perkara tersebut.

Menurut Kurnia, KPK pernah mengeluarkan surat perintah supervisi. “Namun, sepertinya kebijakan itu hanya sekadar lip service semata. Alih-alih menjadi agenda prioritas, pimpinan KPK malah sibuk untuk menyingkirkan sejumlah pegawai dengan tes wawasan kebangsaan yang penuh dengan kontroversi itu,” ujar Kurnia.

Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan upaya hukum Pinangki Sirna Malasari. Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Mahkamah Agung, hukuman Pinangki dipangkas oleh majelis hakim dari 10 tahun penjara menjadi empat tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai oleh Muhammad Yusuf, dan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik itu menilai, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan kesatu primer dan ketiga primer.

Oleh karena itu, terdakwa dibebaskan dari kedua dakwaan itu. Pinangki hanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu subsider. Pinangki juga terbukti bersalah melakukan pencucian uang dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan ketiga subsider.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan selama enam bulan,” imbuh Majelis. (****)

You may also like