OPINI — Sekitar satu tahun yang lalu setelah diumumkan, wabah Covid-19 di Wuhan, China. Sebagai wabah mematikan yang kian cepat menyebar dengan sangat membahayakan, mematikan.
Merambah ke setiap negara, dan nyaris melumpuhkan ekonomi global, terutama setiap negara, termasuk Indonesia. Berbagai upaya pemerintah pun dilakukan untuk menangani.
Menghadapi dampak ekonomi pandemi, pemerintah memberikan prioritas dukungan terhadap UMKM dengan alokasi anggaran yang besar. Berbagai kebijakan dirancang untuk melindungi dan memulihkan UMKM.
Dalam situasi pandemi Covid-19, posisi UMKM berpotensi untuk menguasai pasar dalam negeri saat ini, terutama saat kebutuhan impor tidak bisa berjalan seperti ketika situasi normal. UMKM bisa menjadi solusi memenuhi kebutuhan (Kompas, 6/3/2020)
Akan tetapi, potensi tersebut tak mudah direalisasikan karena keran impor bahan baku masih dibuka sehingga produksi dalam negeri tidak terserap secara maksimal. Hal tersebut membuat pelaku UMKM sulit menembus pasar domestik untuk urusan bahan baku (Kompas, 10/3/2020)
Selain itu, penurunan volume perdagangan juga dialami oleh pelaku UMKM yang melakukan ekspor ke luar negeri. Di sisi lain, mereka yang bergerak di daerah tujuan wisata juga mengalami dampak pandemi karena aturan pembatasan perjalanan yang melumpuhkan sektor pariwisata (Kompas, 13/3/2020).
Dengan besarnya jumlah pelaku UMKM, dampak pandemi akan sangat dirasakan oleh mereka serta kemudian dapat menghambat pertumbuhan perekonomian nasional.
Oleh karena itu, pertama-tama pemerintah memasukkan pelaku UMKM dengan kategori miskin dan rentan miskin terdampak Covid-19 sebagai penerima bansos pemerintah. Selain itu, pemerintah juga menerapkan berbagai kebijakan khusus bagi UMKM agar mampu melewati tekanan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19.
Kebijakan untuk mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia, seyogyanya didasarkan kepada kebutuhan dan masalah UMKM di tiap klasifikasi. Secara umum ada beberapa hambatan yang ditemukan dalam aktivitas ekonomi UMKM yaitu antara lain terkait dengan aspek pembiayaan, aspek ke pasar input dan output, produktivitas SDM dan pengemasan produk. Hasil penelitian Robiani (2017) tentang Struktur Biaya dan Efisiensi Industri Makanan di Provinsi Sumatera Selatan (survey di 9 kabupaten/kota) mengidentifikasi beberapa hambatan di atas yaitu terkait dengan akses pembiayaan yang terbatas yang dipengaruhi oleh legal aspek seperti ketiadaaan surat tanah, surat rumah, bukti bayar pajak.
Selain itu, letak geografis seperti jarak yang relatif jauh dengan infrastruktur terbatas untuk menjangkau lembaga perbankan. Pengelolaan keuangan UMKM khususnya usaha mikro dan kecil yang masih mencampur adukkan keuangan operasional dan pribadi.
Akses ke input yang sering terkendala karena keterbatasan infrastruktur, input disupplai oleh “pemasok” monopolis sehingga harga bahan baku dan penolong relatif di atas harga pasar dan berlakunya sistim pesanan dengan metode ijon di beberapa lokasi.
Tingkat upah yang masih rendah, Pelaku usaha membayar retribusi resmi kepada pemerintah setempat dan juga retribusi tidak resmi, namun belum pernah membayar pajak.
Rekomendasi Kebijakan untuk mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia tidak hanya cukup dengan menerapkan kebijakan fiskal seperti halnya penurunan tarif pajak PPh, mengingat ada klasifikasi UMKM dengan tingkatan produksi dan tentunya pendapatan/penghasilan yang berbeda.
Sebagaimana hasil penelitian dari Ojeka (2011) yang meneliti tentang “Tax Policy and the Growth of SMEs in Nigerian Economy” membuktikan bahwa adanya hubungan yang negatif antara pajak dan kemampuan usaha kecil menengah untuk bertahan. Rekomendasi yang diberikan adalah meningkatkan insentif pajak melalui penurunan pajak. Efektivitas suatu kebijakan fiskal seperti halnya penurunan tarif pajak PPh final perlu di dukung dengan langkah-langkah seperti:
Maka Perlu diidentifikasi dan diketahui mata rantai produksi dari UMKM yang potensial sehingga bukan tidak mungkin insentif pajak dibutuhkan atau dapat diterapkan di tingkat bahan baku atau di aspek transportasi.
UMKM yang ada di sektor informal dan UMKM Mikro membutuhkan insentif pajak yang berbeda dengan Usaha Kecil Dinamis dan fast moving enterprises.
Menerapkan kebijakan pendukung/pelengkap secara bersamaan seperti kebijakan pengupahan di UMKM sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas output, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan UMKM.
Melakukan pendampingan kepada UMKM dengan melibatkan lembaga/instansi terkait dengan penggunaan teknologi produksi, kemasan dan pemasaran. Tantangan ke depan bagi UMKM adalah semakin meningkatnya e-commerce yang jika dimanfaatkan dapat menjadi pintu bagi UMKM untukmemperluas pasar produk.
Memberikan reward/penghargaan yang berkesinambungan yang sifatnya produktif untuk UMKM yang memanfaatkan insentif pajak.
Menyiapkan SDM profesional dengan metode free of charge untuk membantu UMKM dalam berkonsultasi tentang pengelolaan keuangan dan perpajakan. Penerapan ke lima langkah di atas bertujuan kepada peningkatan pendapatan pelaku usaha sehingga dapat menjadi objek pajak dan dapat untuk meningkatkan penggunaan input dan menambah assest.
Penulis,
Nama : Darlina
Jurusan : Ekonomi Syariah
Kampus : IAIM Sinjai