Dakwaan JPU Dalam Perkara Dugaan Penyelewengan Dana Anak Perusahaan Pelindo IV Dinilai Tidak Cermat

by Ardin
0 comments

MAKASSAR, BB –Kusmahadi Setya Jaya, terdakwa dalam perkara dugaan korupsi penyelewengan dana anak perusahaan PT. Pelindo IV, PT. Nusantara Terminal Service (PT. NTS) melalui Tim Penasehat Hukumnya menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kabur, tidak cermat dan terkesan mengada-ada.

Ketua Tim Penasehat Hukum terdakwa, Kusmahadi Setya Jaya, Andi Muhammad Aron mengatakan dakwaan Jaksa terkesan asal jadi terutama mengenai kedudukan terdakwa dalam delik yang diuraikan dalam berkas dakwaan.

Dimana, lanjut Aron, syarat formil surat dakwaan tidak terpenuhi dan seharusnya dinyatakan batal demi hukum karena telah salah mengajukan person (error in persona) dalam perkara tersebut.

Tak hanya itu, ia mengungkapkan perkara yang dituduhkan kepada terdakwa sebelumnya pernah diperiksa melalui proses penyidikan di Polda Sulsel sehingga permasalahan hukum prosesnya dianggap telah selesai dan daluarsa.

Berdasarkan surat dari Polda Sulsel tertanggal 14 Mei 2019 dalam Point 2F, kata Aron, telah dijelaskan bahwa seluruh laporan PT. Pelindo IV terhadap 5 peristiwa hukum, tidak ditemukan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Dirut PT. Nusantara Terminal Service (PT. NTS) yang mana saat itu dijabat oleh terdakwa, Kusmahadi Setya.

“Jadi sangat tidak relevan, jika JPU memaksakan hal ini untuk kembali diperiksa atau merampas hak klien kami sebagaimana dalam ketentuan KUHAPidana dan/atau Hukum Acara Pidana dan kami anggap permasalahan ini telah ne bis in idem. Ini cukup terang diatur dalam Pasal 76 ayat 1 KUHP,” jelas Aron dalam membacakan eksepsinya dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Makassar yang diketuai oleh Ibrahim Palino pada hari Kamis (4/2/2021),” ucapnya Sabtu (6/2/2021)

Ia mengatakan PT. Pelindo IV Persero merupakan sebuah perusahaan BUMN berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 59 tahun 1991 dan sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Menteri Keuangan Republik Indonesia yang kemudian dialihkan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sedangkan PT. Nusantara Terminal Service (PT. NTS), kata Aron, berdasarkan akta Nomor: 03 Tanggal 11 Oktober 2013 tentang Pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat oleh Notaris Nanda Fauz Iwan yang kemudian menjadi anggaran dasar perusahaan tersebut telah jelas menerangkan secara hukum bahwa PT. Nusantara Terminal Service adalah perusahaan berbentuk badan hukum sendiri.

Adapun modal usaha PT. Nusantara Terminal Service adalah berdasarkan penjualan saham perusahaan itu sendiri dalam arti hasil dari jual saham pada perusahaan PT. Nusantara Terminal Service digunakan untuk usaha dan bisnis sebagaimana perusahaan ini bisa berjalan dan dituntut untuk mendapatkan laba atau keuntungan. Sebagaimana adanya nilai jual setiap lembar saham dari perusahaan PT. Nusanatara Terminal Service.

“Ini tertuang dalam akta pendirian perusahaan PT. Nusantara Terminal Service pada Pasal 4,5 dan 6 dan lainnya yang tertuang dalam akta Nomor: 03 Tanggal 11 Oktober 2013 tentang Pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat oleh Notaris Nanda Fauz Iwan yang kemudian menjadi anggaran dasar perusahaan tersebut. Jadi jelas dalam akta tersebut PT. Nusantara Terminal Service tidak memiliki tanggung jawab terkait uang negara,” ungkap Aron dalam eksepsinya.

Ia mengatakan anggaran dasar PT. Nusantara Terminal Service sebagaimana tertuang dalam akta Nomor: 03 Tanggal 11 Oktober 2013 tentang Pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat oleh Notaris Nanda Fauz Iwan, sangat jelas menerangkan bahwa penyertaan modal dari dividen PT. Pelindo IV (BUMN) telah dibayarkan oleh PT. Nusantara Terminal Service dengan surat lembar saham berdasarkan ketentuan Pasal 4 akta tersebut yang menjadi anggaran dasar PT. Nusantara Terminal Service atau dengan kata lain, PT. Nusantara Terminal Service merupakan badan hukum sendiri yang menjalankan kegiatan bisnis perusahaan berdasarkan modalnya sendiri.

Dengan menyimak penjelasan di atas, Aron menganggap dakwaan Jaksa kabur dan tidak dapat diterima. Dimana yang menjadi penanggung jawab atas pekerjaan yang dituduhkan Jaksa sebagaimana dalam dakwaan, itu bukanlah untuk terdakwa.

Melainkan, kata dia, seharusnya ditujukan kepada orang yang telah meletakkan uang negara atas jabatannya kepada PT. Nusantara Terminal Service menjadi saham perusahaan atau telah membeli saham PT. Nusantara Terminal Service menggunakan uang negara.

“Bagaimana mungkin seorang pejabat negara atau aparatur sipil negara menggunakan uang negara untuk melakukan bisnis di sebuah perusahaan yang memiliki badan hukum sendiri berdasarkan akta notaris Nomor: 03 Tanggal 11 Oktober 2013 tentang Pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat oleh Notaris Nanda Fauz Iwan,” terang Aron.

Ia pun menilai temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan surat nomor SR-822/PW21/5/2020 tanggal 10 Desember 2020 perihal Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Pengeluaran Uang Milik PT. Nusantara Terminal Services (Anak Perusahaan PT. Pelindo IV) kepada PT. Alam Jaya Transport untuk Kegiatan Penyediaan dan Pengangkutan Material Sirtu dan Material Project Lainnya Tahun Buku 2017 senilai Rp.10. 301.012.000, kuat dugaan merupakan kekeliruan.

“Laporan yang dibuat oleh PT. Pelindo IV Persero (BUMN) kepada pihak BPKP itu keliru dan kami telah terangkan di atas. PT. Pelindo IV Persero memiliki tanggung jawab kepada negara berdasarkan aturan pemerintah, sedangkan PT. Nusantara Terminal Service memiliki tanggung jawab kepada pemilik saham berdasarkan anggaran dasar perusahaan bukan kepada negara,” kata Aron.

Ia menduga adanya perbuatan curang yang dilakukan oleh PT. Pelindo IV (BUMN) terkait pengelolahan uang negara sebagaimana tanggung jawabnya sebagai perusahaan milik negara.

“Kami anggap penuntut umum telah mempermainkan hak asasi klien kami, atas seluruh proses hukum yang telah dilalui oleh klien kami,” ujarnya.

Ia tak menampik bahwa SK pengangkatan terdakwa bernomor : SK.252/KP.304/DUT-2016 tanggal 14 Juni 2016 sebagaimana tertera dalam dakwaan Jaksa, benar untuk menjabat dan bertugas pada PT. Nusantara Terminal Service bukan diangkat sebagai pejabat negara apalagi diperuntukan untuk mempergunakan uang negara dan hal ini telah berkesesuaian dengan anggaran dasar PT. Nusantara Terminal Service berdasarkan akta Nomor: 03 Tanggal 11 Oktober 2013 tentang Pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat oleh Notaris Nanda Fauz Iwan.

“Sehingga kami anggap Jaksa membuat kekeliruan yang sangat berbahaya dan dapat mencedarai nilai-nilai kemanusiaan dari klien kami,” tutur Aron.

Seluruh pekerjaan yang dilakukan oleh PT. Nusantara Terminal Service kepada pihak yang bekerjasama menggunakan dana perusahaan PT. Nusantara Terminal Service melalui manager keuangan, Annisa Edsyam dan bukanlah uang negara. Hal itu dibuktikan berdasarkan pemindahaan buku rekening perusahaan kepada seluruh pihak yang dianggap bekerjasama dengan PT. Nusantara Terminal Service.

“Kami tidak mengetahui apabila Annisa Edsyam menggunakan uang negara atau melakukan kerjasama dengan PT. Pelindo IV terkait dengan jabatannya sebagai manager keuangan di perusahaan PT. Nusantara Terminal Service. Dia yang melakukan transaksi dan managemen keuangan di PT. Nusantara Terminal Service,” jelas Aron.

Tak hanya itu, dalam eksepsinya, Aron juga menyinggung bahwa dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, pemilik saham selaku pemodal PT. Nusantara Terminal Service juga telah dilindungi oleh asuransi bilamana terjadi kerugian atau resiko bisnis.

Seluruh pemindahaan buku antara PT. Alam Jaya Transport dan PT. Alam Jaya Prima, lanjut Aron, juga sepenuhnya diterima oleh Asfar BS. Lamongki (almarhum) dan terkait pemindahaan buku sebagaimana diatur dalam anggaran dasar perusahaan PT. Nusantara Terminal Service merupakan tanggung jawab Manager Keuangan dalam hal ini Annisa Edsyam.

Dengan demikian, kata Aron, Jaksa Penuntut Umum dinilai kurang teliti dalam menganalisa sebuah perkara hukum. Dimana kerugian daripada yang didakwa oleh Penuntut Umum atas perbuatan PT. Alam Jaya Transport dan PT. Alam Jaya Prima telah meninggal dunia atas nama Asfar BS. Lamongki (almarhum). Hal itu berdasarkan akta kutipan kematian nomor AM. 801.0006758 tertanggal 28 September 2018.

“Jadi ini bukan menggunakan uang negara atau dana dari PT. Pelindo IV (BUMN). Terkecuali hal tersebut dilakukan oleh manager keuangan, Annisa Edsyam sebagaimana kewenangannya beserta tanggung jawab yang melekat padanya dalam melakukan penerimaan, pengeluaran dan pemindaan buku sebagai tugas seorang manager keuangan di PT. Nusantara Terminal Service,” urai Aron.

Dengan demikian, ia menganalogikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang melarikan perbuatan terdakwa, Kusmahadi Setya Jaya kepada negara, maka muncul pertanyaan dikemanakan uang asuransi saham senilai yang disebut dalam dakwaan sebagai akibat kerugian bisnis yang terjadi pada PT. Nusantara Terminal Service? serta mengapa sampai saat ini, Annisa Edsyam tidak menjalani proses penyelidikan sebagaimana kewenangannya selaku manager keuangan.

“Kan jelas bahwa seluruh penerimaan, pengeluaran serta pemindahaan buku dilakukan atas kewenangan dan kewajibannya selaku manager keuangan di PT. Nusantara Terminal Service,” beber Aron.

Ia berharap Majelis Hakim dapat memutuskan perkara ini seadil-adilnya karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum terkait permasalahan hukum yang dituduhkan kepada terdakwa yakni dengan dakwaan primair diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke- 1 KUHPidana.

Serta dakwaan subsidair yakni Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke- 1 KUHPidana, dianggap tidak objektif dan menodai institusi atau marwah penegakan hukum dalam menentukan proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di Pengadilan.

“Unsur, asas, teori daripada penerapan pasal yang dijadikan acuan oleh penuntut umum tidaklah relevan dengan kenyataan hukum terkait dengan apa itu uang negara beserta pejabat negara, serta dapat kami katakan perbuatan penuntut umum terlalu mengada-ada, dan mencederai hak asasi kemanusiaan klien kami yang jelas bekerja atas anggaran dasar PT. Nusantara Terminal Service sesuai akta Nomor: 03 Tanggal 11 Oktober 2013 tentang Pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat oleh Notaris Nanda Fauz Iwan,” urai Aron.

Dalam dakwaannya, Jaksa tidak bisa membuktikan adanya aliran uang kas negara yang di terima oleh PT. Nusantara Terminal Service dan siapa penerimanya serta bagaimana bisa terjadinya kerugian negara tersebut.

Menanggapi eksepsi terdakwa yang dibacakan oleh tim penasehat hukumnya tersebut, Jaksa Penuntut Umum, Madi mengatakan pihaknya akan menanggapi hal tersebut secara tertulis nantinya.

“Kami akan jawab secara tertulis eksepsi terdakwa pada sidang berikutnya,” singkat Madi saat ditemui di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar.

Usia mendengarkan eksepsi terdakwa, agenda persidangan pun berakhir dan Majelis Hakim menjadwalkan kembali membuka persidangan pada Kamis mendatang.

“Sidang kita lanjutkan pada Kamis mendatang dengan agenda pembacaan jawaban Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi terdakwa,” ucap Ibrahim Palino, Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

Sekedar diketahui, dalam perkara dugaan korupsi penyelewengan dana anak perusahaan PT. Pelindo IV telah menjerat dua orang terdakwa yakni Kusmahadi selaku Direktur PT Nusantara Terminal Service (PT NTS) dan M. Riandy yang merupakan salah satu staf Pemasaran dan Operasional PT Pelindo IV.

Kusmahadi maupun Riandy dituding terlibat dalam perkara dugaan korupsi di 5 item proyek yang berlangsung pada Juni 2016 hingga September 2018 dan diduga telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 16,8 Milyar.

Ketua Tim Penyidik Kejati Sulsel, Nana Riana saat itu mengungkapkan bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan keduanya yakni diduga melakukan penyimpangan pengeluaran uang PT NTS. Dimana melakukan pencairan uang yang diduga tidak sesuai prosedur dan tanpa verifikasi dengan bagian keuangan.

Selain itu, kata Nana, keduanya juga diduga menerima manfaat untuk diri sendiri dari transaksi yang dilakukan dengan perusahaan vendor, PT AJT.

“Kami berpendapat, terdapat pelanggaran yang sifatnya melawan hukum oleh tersangka. Dimana membuat uang PT NTS, anak perusahaan PT Pelindo IV itu keluar dan tidak bisa dikembalikan. Adapun keduanya kami kenakan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor No.31 Tahun 1999,” jelas Nana sebelumnya. (**)

You may also like