Aksi unjuk rasa menentang pengesahan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang saat ini ramai dilakukan di pelosok negeri ditanggapi oleh Pelatih Persib Bandung Robert Alberts.
Robert merasa bingung dengan kondisi yang terjadi Indonesia. ia menilai peraturan yang diterapkan tidak berjalan seimbang khususnya mengenai penanganan Covid-19. Pelatih asal Belanda itu pun menyoroti Secara prosedur, Robert menilai, aksi ini melanggar protokol penanganan Covid-19 lantaran menimbulkan kerumunan massa.
Robert menyebut aksi itu membuat prosedur untuk menghindari paparan Covid-19 tidak bisa dilakukan dengan baik. Dia menilai kerumunan demonstran itu sangat berpotensi menimbulkan klaster penyebaran Covid-19.
“Secara pribadi saya sangat kebingungan, liga basket juga dihentikan meski penontonnya sedikit dan kurang pemberitaan untuk liganya. Tapi demonstrasi diizinkan oleh polisi, demonstrasi dibolehkan di Indonesia padahal ada ribuan orang yang datang bersamaan,” kata Robert usai memimpin sesi latihan.
“Sedangkan sepak bola yang dimainkan tanpa penonton di stadion tidak diizinkan. Jadi bisakah ada orang yang bisa menjelaskan logika di balik semua ini karena saya sangat kebingungan, begitu pula pemain,” katanya.
Meski tak mengomentari politik negara, Robert mencoba membandingkan perizinan demonstrasi menentang pengesahan UU Omnibus Law dengan tidak adanya izin penyelenggaraan untuk Liga 1 2020.
“Seperti yang saya katakan, ini sangat membuat saya kebingungan. Demonstrasi bisa menjalan izin padahal banyak orang, ribuan orang ada di sana. Ada banyak potensi terpaparnya corona di sana. Sedangkan kami bermain di stadion yang kosong tanpa penonton dengan protokol kesehatan yang ketat juga. Saya sangat bingung,” ungkap Robert.
“Sejak sebelumnya juga kami melakukan itu (menyerahkan segala keputusan kepada PSS) ketika kepolisian tidak memberikan izin, benar kan? ini faktanya, saya bicara soal fakta. Seperti yang saya katakan, ini sangat membuat saya kebingungan. Demonstrasi bisa menjalan izin padahal banyak orang, ribuan orang ada di sana. Ada banyak potensi terpaparnya corona di sana. Sedangkan kami bermain di stadion yang kosong tanpa penonton dengan protokol kesehatan yang ketat juga. Saya sangat bingung,” katanya.
Robert pun menilai kebingungan ini dialami juga oleh para pemainnya. Pelatih berusia 65 tahun ini juga yakin akan mengalami kebingungan serupa mengenai rencana PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk menggelar lanjutan Liga 1 2020.
“Jika ada rumor kompetisi dimulai November, semua tetap akan kebingungan terhadap konsistensi para pengambil keputusan, dan konsistensi atas tindak lanjut kompetisi yang harusnya digelar lagi 1 Oktober tapi dibatalkan H-2. Jadi itu sangat membingungkan,” ujarnya.
Berbicara perizinan, Polri sedianya tidak mengeluarkan izin unjuk rasa guna menolak Undang-Undangan Cipta Kerja atau Omnibus Law pada 6-8 Oktober. Pandemi menjadi alasan Polri melarang demonstrasi tersebut. Konon larangan ini demi menjaga keselamatan rakyat di tengah pandemi Covid-19.
Namun demi demokrasi, masyarakat tetap melakukan aksi turun jalan karena RUU Cipta Kerja ini dianggap akan lebih menyengsarakan bagi rakyat. Demonstran pun menyadari mereka berada di tengah ancaman wabah virus corona.
Namun masyarakat terpaksa turun ke jalan lantaran keputusan pemerintah yang tidak berdasarkan pada kepentingan rakyat. Aksi itu untuk menyuarakan aspirasi dan hajat orang banyak karena RUU Cipta Kerja dinilai sangat merugikan bagi buruh dan rakyat.
Patut dimaklumi, Robert merasa bingung. Pasalnya pelatih berkebangsaan Belanda itu tampaknya tak mengetahui riak-riak politik yang terjadi di Indonesia. (****)