Miris! Pasien Hemodialisa Diduga Jadi Korban Pungli Sistematis di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar

by Ardin
0 comments

Beritabersatu.com, Blitar – Dugaan buruknya pelayanan kembali mencoreng RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Kali ini, mencuat dugaan praktik pungutan liar (pungli) terhadap pasien hemodialisa atau cuci darah yang disebut telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Seorang oknum pegawai pelaksana di ruang hemodialisa diduga memanfaatkan membludaknya antrean pasien untuk menarik sejumlah uang agar pasien bisa diprioritaskan mendapatkan layanan. Pasien yang mampu membayar disebut mendapat jadwal cuci darah lebih cepat, sementara pasien yang tidak mampu harus menunggu antrean panjang dengan risiko kesehatan serius.

Salah satu keluarga pasien mengungkapkan, praktik tersebut sangat tidak manusiawi dan bahkan merenggut nyawa anggota keluarganya.

“Kalau ingin didahulukan harus membayar. Kalau tidak, ya ikut antrean. Kakak saya akhirnya meninggal dunia setelah berbulan-bulan menunggu,” ujar sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Menurut pengakuan tersebut, nominal uang yang diminta bervariasi, mulai dari Rp5 juta hingga puluhan juta rupiah, tergantung kemampuan pasien. Ironisnya, proses pungutan itu disebut dilakukan secara terbuka, bahkan oknum terkait mendatangi rumah pasien untuk melakukan pendataan.

“Kami didatangi ke rumah. Dijelaskan kalau ingin cuci darah tanpa antre harus bayar. Alasannya, itu perintah pimpinan rumah sakit,” ungkapnya.

Sumber internal RSUD Mardi Waluyo membenarkan adanya perlakuan berbeda terhadap pasien. Pasien yang telah memberikan sejumlah uang disebut mendapatkan pelayanan lancar dan sesuai jadwal medis, sementara pasien yang tidak mampu kerap diabaikan.

“Yang sudah setor pelayanannya lancar tanpa antre. Tapi yang tidak punya uang bisa menunggu berbulan-bulan,” ujarnya.

Praktik ini disebut sudah menjadi rahasia umum di kalangan internal rumah sakit. Namun, perawat yang berusaha menolak atau melaporkan justru mengalami mutasi ke bagian yang tidak sesuai dengan latar belakang keahlian mereka.

Tak hanya itu, praktik pungli ini juga diduga mendapat perlindungan dari oknum anggota dewan. Oknum tersebut disebut menerima aliran dana, sehingga dugaan pemerasan terus berlangsung tanpa tersentuh penindakan.

Sumber internal menyebut, pada masa kepemimpinan direktur RSUD sebelumnya, praktik ini sempat terhenti dan oknum pelaku dipindahkan ke ruangan lain. Namun belakangan, oknum tersebut kembali bertugas di ruang hemodialisa.

“Waktu direktur lama, rumah sakit sempat dibuat tegas. Oknum itu dipindahkan. Tapi kemudian alat cuci darah diduga sengaja dirusak agar yang bersangkutan kembali dibutuhkan,” ujarnya.

Pengakuan lain datang dari keluarga pasien yang mengaku telah dimintai uang, namun tetap harus menunggu antrean.

“Saya diminta Rp3 juta, tapi tetap antre. Kalau begitu, untuk apa harus bayar?” keluhnya.

Saat dikonfirmasi, Ketua Dewan Pengawas RSUD Mardi Waluyo, DR. M. Zaenul Ichwan, S.H., M.H., membenarkan bahwa pihaknya telah menerima informasi terkait dugaan tersebut.

“Kami sudah mendengar isu ini. Saat ini masih tahap rapat kerja dan evaluasi. Investigasi akan dilakukan secara menyeluruh,” ujarnya.

Ia menegaskan, Dewan Pengawas akan melakukan pembenahan tata kelola rumah sakit, termasuk evaluasi sumber daya manusia serta penguatan layanan berbasis digital untuk menampung keluhan masyarakat.

“Kami akan memaksimalkan pelayanan melalui sistem layanan elektronik agar keluhan masyarakat bisa terpantau secara langsung,” tandasnya. (Zan)

You may also like