BERITABERSATU.COM, MAKASSAR – Sorotan terhadap keputusan Polres Barru yang melepaskan tersangka penipuan online (passobis) kembali menguat. Kali ini datang dari pengacara asal Sulawesi Selatan, H. Guntur, S.H., M.H., yang secara terbuka mengancam akan menyurati Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo jika kasus tersebut tidak segera diperiksa.
Menurut H. Guntur, penipuan online atau passobis bukanlah tindak pidana ringan yang bisa diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Ia menilai sangat keliru apabila kejahatan siber yang berdampak luas justru dihentikan hanya dengan alasan perdamaian antara pelaku dan korban.
“Passobis itu bukan kejahatan biasa. Ini kejahatan siber yang dampaknya luas dan meresahkan masyarakat. RJ itu ada batasannya, tidak bisa dipakai untuk semua perkara,” tegas H. Guntur dalam pernyataannya yang diunggah melalui akun TikTok pribadinya.
H. Guntur bahkan mengingatkan kembali komitmen tegas Kapolri terkait pemberantasan kejahatan digital. Ia mengaku masih mengingat jelas pernyataan Kapolri saat kegiatan monitoring berbasis risiko pada Mei 2025 lalu.
“Saya masih ingat betul pernyataan Pak Kapolri, ‘tidak boleh ada kompromi terhadap kejahatan online, judi online, dan penipuan digital’. Kejahatan online itu terorganisir, bukan kejahatan biasa, dan bukan pula kejahatan yang bisa diselesaikan dengan damai-damaian,” ungkapnya.
Menurutnya, komitmen tersebut bukan sekadar slogan. Sejumlah instansi strategis seperti PPATK, Kejaksaan, pengadilan, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, hingga lembaga lainnya telah dilibatkan untuk mendukung pemberantasan kejahatan siber, termasuk passobis.
“Perintahnya jelas: harus serius, patroli siber ditingkatkan, penindakan tegas berdasarkan Undang-Undang ITE dan KUHP. Lalu pertanyaannya, kenapa di Barru pelakunya justru dilepas?” ujarnya mempertanyakan.
H. Guntur menjelaskan bahwa secara prinsip, RJ merupakan penyelesaian perkara di luar pengadilan yang fokus pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, dengan syarat-syarat tertentu. Namun, ia menegaskan bahwa tidak semua perkara memenuhi kriteria RJ.
“Setahu saya, penerapan RJ umumnya untuk tindak pidana ringan. Sementara penipuan online seperti Pasal 28 ayat (1) UU ITE ancaman hukumannya di atas lima hingga enam tahun penjara. Itu jelas tidak memenuhi syarat RJ,” jelasnya.
Ia menambahkan, meskipun ada pengecualian untuk perkara dengan ancaman di atas lima tahun, syaratnya adalah tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Faktanya, kasus di Polres Barru ini justru viral dan menimbulkan kegaduhan publik karena pelakunya dilepas. Wajar kalau publik curiga. Saya pribadi saja bingung dengan kejadian ini,” kata H. Guntur.
*Soroti Transparansi Polres Barru*
Selain soal penerapan RJ, H. Guntur juga menyoroti sikap Polres Barru dalam hal transparansi. Ia membandingkan cara polisi saat menangkap pelaku dengan cara saat melepaskannya.
“Waktu menangkap pelaku passobis, Polres Barru menggelar konferensi pers besar-besaran, tersangka dihadirkan lengkap dengan barang bukti. Tapi saat pelaku dilepas, tidak ada jumpa pers, tidak ada pemberitahuan ke publik. Ada apa dengan kasus ini?” ujarnya.
Menurutnya, kondisi tersebut menimbulkan kesan bahwa komitmen tegas Kapolri dalam memberantas kejahatan siber justru bisa dikesampingkan di tingkat bawah.
*Desak Propam Turun Tangan*
Di akhir pernyataannya, H. Guntur mendesak agar Propam segera turun tangan menyelidiki kasus tersebut. Ia secara khusus meminta perhatian Kabid Propam Polda Sulsel sebelum dirinya mengambil langkah resmi menyurati Kapolri.
“Jangan sampai perintah tegas Kapolri hanya berhenti di atas. Tolong, sebelum saya menyurat resmi ke Kapolri, saya minta Pak Kabid Propam Polda Sulsel menyelidiki kasus ini secara serius,” pungkasnya.
Sorotan keras tersebut diunggah oleh H. Guntur melalui akun TikTok pribadinya @gunturpare, dan dikutip Selasa, 16 Desember 2025. (***)