Sungai di Banjarnegara Tercemar, Limbah Cucian Pasir Jadi Dugaan Kuat

by Syamsuddin
0 comments

BANJARNEGARA, BERITABERSATU – Sungai Sapi di Kabupaten Banjarnegara kembali berubah keruh. Dugaan kuat, pencemaran ini bersumber dari limbah cucian pasir tambang yang selama ini menjadi persoalan klasik, namun tak kunjung tuntas.

Menanggapi persoalan ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara melalui Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (DPKPLH) menggelar rapat koordinasi di Aula Kecamatan Bawang, Kamis (25/9/2025).

Rapat tersebut melibatkan Cabang Dinas ESDM Wilayah Serayu Tengah, TNI Polri, pengusaha tambang, perwakilan masyarakat dari dua Kecamatan (Bawang-Purwanegara), dan lainya.

Kepala DPKPLH Banjarnegara, Herrina Indri Hastuti, mengatakan bahwa pertemuan tersebut menghasilkan sejumlah poin kesepakatan yang wajib dipatuhi.

“Kesepakatan ini dibuat agar pencemaran tidak terus berulang-ulang. Kami berharap, semua pihak harus berkomitmen untuk melaksanakan poin-poin yang sudah disepakati. Jadi, ini adalah PR kita bersama,” ujar Herrina.

Dari pertemuan itu, lahir tujuh butir kesepakatan. Antara lain:

1. Tidak membuang limbah pasir langsung ke sungai.
2. Mengurangi limbah dengan daur ulang (recycle) air cucian pasir.
3. Menggali lumpur (sludge) secara berkala.
4. Menekan polusi udara dengan menutup material menggunakan terpal.
5. Menyiram jalan tambang untuk menekan debu.
6. Mengurus perizinan resmi melalui OSS.
7. Memberikan kompensasi bagi masyarakat terdampak.

Poin kedelapan menegaskan, bila kewajiban ini dilanggar, sanksi akan dijatuhkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

UU No 3 Jadi Bayangan

Kesepakatan itu sejatinya bukan hal baru. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sudah mengatur secara rinci.

Pasal 35 mengharuskan izin resmi (IUP, IUPK, IPR, SIPB) untuk semua aktivitas tambang. Faktanya, sebagian besar dari 23 pencuci pasir di Banjarnegara belum mengantongi izin.

Pasal 96 dan 99 mewajibkan reklamasi, pascatambang, dan pengelolaan limbah sesuai baku mutu lingkungan.

Pasal 161 dan 161B menegaskan ancaman pidana 5 tahun penjara, dan denda hingga Rp100 miliar bagi pelaku usaha tambang tanpa izin, atau yang lalai mengelola lingkungan.

Dengan dasar hukum tersebut, pencemaran Sungai jelas bukan sekadar persoalan administratif atau komitmen moral, melainkan perkara pidana.

Warga Menunggu Bukti

Meski kesepakatan telah dibuat, masyarakat masih menunggu bukti pelaksanaannya. Warga khawatir janji perbaikan hanya berhenti di atas kertas. Sementara, sungai tetap keruh dan kebutuhan air bersih semakin sulit.

“Keberhasilan kesepakatan ini sangat bergantung pada komitmen semua pihak, terutama para pengusaha pasir,” tambah Herrina.

Sementara itu, perwakilan masyarakat yang hadir dalam rapat menyambut baik lahirnya kesepakatan tersebut. Mereka berharap, poin-poin yang sudah ditetapkan benar-benar dijalankan.

Di sisi lain, warga menilai aparat penegak hukum memiliki dasar kuat untuk bertindak tegas. UU Minerba secara jelas mengatur kewajiban izin, pengelolaan lingkungan, hingga ancaman sanksi pidana bagi pelanggar.

“Dari UU itu, apakah Banjarnegara berani menegakkan hukum hingga menyentuh pengusaha tambang nakal, atau justru kembali memberi ruang kompromi?,” sindir salah satu warga.

Penulis : Arief Ferdianto