BERITABERSATU.COM, LUWU UTARA – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bone-Bone, Luwu Utara, diterpa isu kurang sedap setelah sejumlah orang tua siswa mengeluhkan dugaan permintaan pihak sekolah untuk membeli kipas angin dan cat tembok.
Permintaan ini menjadi sorotan karena sekolah tersebut diketahui menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang jumlahnya tidak sedikit.
Seorang orang tua siswa, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, mempertanyakan transparansi penggunaan dana BOS. Menurutnya, sekolah yang menerima dana sekitar Rp600 juta per tahun seharusnya bisa mengalokasikan dana tersebut untuk perbaikan fasilitas kelas, bukan membebankannya kepada orang tua.
“Setiap tahun, SMPN 1 Bone-Bone menerima dana BOS sekitar Rp600 juta. Tapi kenapa kami sebagai orang tua masih harus beli kipas angin dan cat untuk kelas anak-anak kami? Seharusnya dana sebesar itu bisa dipakai untuk memperbaiki fasilitas sekolah,” ungkapnya kepada media pada Kamis (31/7/2025) lalu.
Keluhan ini ternyata juga dirasakan oleh orang tua siswa lainnya, terutama dari keluarga yang kurang mampu, yang merasa keberatan dengan beban biaya tambahan ini.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala SMPN 1 Bone-Bone, Nur Wahida, membantah tudingan bahwa pihak sekolah memaksa orang tua untuk membeli fasilitas tersebut. Ia menegaskan bahwa pengadaan kipas angin dan cat merupakan inisiatif sukarela dari pengurus orang tua siswa atau “kelas parenting” tanpa adanya campur tangan dari sekolah.
“Kami sudah konfirmasi ke semua orang tua siswa. Ini bukan paksaan, sifatnya sukarela, dan pihak sekolah tidak terlibat dalam pengumpulan dana terkait fasilitas kelas. Itu murni inisiatif orang tua,” jelas Nur Wahida melalui pesan WhatsApp.
Lebih lanjut, Nur Wahida menjelaskan bahwa penggunaan dana BOS di sekolahnya sudah sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) yang berlaku. Ia juga menyebutkan bahwa ada beberapa kegiatan seperti perayaan hari besar dan pembinaan ekstrakurikuler yang tidak bisa dibiayai oleh dana BOS, kecuali untuk persiapan Olimpiade.
Meski demikian, polemik ini masih menyisakan pertanyaan di tengah masyarakat mengenai transparansi dan skala prioritas penggunaan dana BOS, khususnya di sekolah-sekolah daerah.
Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya komunikasi yang jelas antara pihak sekolah dan orang tua siswa, serta pengawasan ketat terhadap pemanfaatan dana publik. (Kaisar)