Banjarnegara, Beritabersatu – Ketegangan antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Banjarnegara tengah menjadi sorotan publik, menyusul pernyataan saling desak antara Bupati Banjarnegara, dr. Amalia Desiana, dengan Ketua DPRD Anas Hidayat.
Namun, di balik polemik ini, salah satu aktivis di Banjarnegara, Setyo Bangun, menilai bahwa dinamika tersebut hanya sebuah panggung politik yang menjauhkan fokus dari kepentingan riil masyarakat.
Bangun menilai bahwa aksi saling serang antara Bupati dan DPRD hanya menampilkan “Dagelan Politik” yang berpotensi mengaburkan persoalan utama dalam janji-janji politiknya, yaitu terkait infrastruktur, lapangan pekerjaan, UMKM dan lainya.
“Saling serang antara DPRD dan Bupati itu cuma isu pengalihan. Di lapangan, masyarakat menunggu janji-janji Pilkada yang sampai hari ini belum banyak bukti nyatanya,” ungkap Bangun kepada wartawan melalui pesan singkat WhatsApp, Rabu (30/7/2025).
Menurutnya, ketegangan tersebut tidak lepas dari tarik-menarik program antara dua lembaga yang masing-masing membawa agenda sendiri.
Di satu sisi, Bupati mengusung program prioritas, sementara DPRD memiliki program aspiratif yang dikenal dengan istilah pokok pikiran atau pokir.
“Ke dua pimpinan itu sebetulnya sudah tahu keterbatasan fiskal daerah. Tapi tetap berebut mana yang masuk prioritas bupati, mana yang masuk pokir dewan. Akhirnya dua-duanya jalan di tempat, masyarakat malah jadi korban,” imbuhnya.
Diperumit oleh Dinamika Politik Internal
Yang membuat situasi ini semakin membingungkan publik, kata Bangun, adalah fakta bahwa Bupati Amalia dan Ketua DPRD Anas Hidayat berasal dari partai yang sama, yakni Partai Demokrat. Sementara itu, para Ketua Komisi di DPRD berasal dari partai-partai koalisi pengusung Bupati di Pilkada 2024.
“Kalau dilihat secara psikologis, mereka ini sama-sama sedang dikejar masyarakat atas janji-janji Pilkada kemarin. Karena belum bisa dipenuhi, mereka malah saling lempar tanggung jawab. Itu semacam strategi menyelamatkan wajah politik,” jelasnya.
Bangun juga menyebut, pola saling menyalahkan ini hanya akan memperparah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah.
“Bupati nanti bilang Dewan yang menghambat, Dewan bilang Bupati tidak maksimal. Padahal keduanya gagal menyajikan solusi konkret,” tambahnya.
Saran: Jangan Rebutan ‘Balung’, Bangun Jalur ke Pusat
Alih-alih berpolemik, Bangun justru mendorong Bupati dan DPRD membangun komunikasi strategis dengan pemerintah pusat, serta memanfaatkan jaringan politik masing-masing untuk mengambil anggaran sesuai dengan program strategi nasional dari Prabowo Gibran.
“Saran saya, jangan rebutan balung tapi lebih baik Bupati mengajak DPRD dan pengurus partai yang punya akses ke kementerian untuk merebut dana-dana dari pusat. Fokus pada program strategis nasional yang bisa diadopsi ke daerah,” ucapnya.
Bangun menyayangkan tidak adanya pendekatan kolektif untuk menyatukan kekuatan politik lokal dengan peluang anggaran nasional.
Padahal, menurutnya, usai Pilkada berakhir tidak ada lagi istilah ‘01’ atau ‘02’, semua pihak seharusnya bisa dirangkul untuk mendorong percepatan pembangunan.
Ketika diminta menilai kinerja eksekutif dan legislatif saat ini, Bangun memberikan nilai “10 dalam cerita, nol dalam realita.
“Saya kasih nilai 10 dari nol untuk dewan dan bupati. 10 karena mereka pintar membangun narasi, pintar berpidato. Tapi realisasinya nol. Karena ruang fiskal kita terbatas dan itu tidak bisa ditutupi,” ujarnya blak-blakan.
Ia menambahkan, publik tidak bisa terus dibuai dengan janji-janji yang tak kunjung dibuktikan, “Mereka saling gontok-gontokan tapi masyarakat tidak mendapatkan dampak nyata. Semua janji indah, tapi realisasinya nihil. Ini bukan sekadar krisis fiskal, tapi juga krisis arah dan kejujuran politik,” tegasnya.
Dilansir dari Beritabersatu sebelumnya, Polemik ini bermula dari pernyataan Ketua DPRD Banjarnegara, Anas Hidayat, yang mendesak eksekutif untuk memperbaiki manajemen anggaran daerah.
Diketahui, Anas menyoroti akurasi data penerima bantuan, indeks pembangunan manusia (IPM) yang rendah, dan kecenderungan kegiatan seremonial yang tidak berdampak langsung.
Menanggapi hal itu, Bupati Amalia tak tinggal diam. Ia balik menegaskan bahwa DPRD juga harus berpihak pada rakyat dengan mendukung kegiatan yang benar-benar prioritas.
Di tengah keterbatasan fiskal, tingginya ekspektasi publik, dan kompleksitas politik, para pemimpin Banjarnegara diharapkan untuk menghentikan saling serang dan mulai menyusun langkah taktis yang berorientasi pada hasil.
“Kalau terus begini, rakyat hanya akan jadi penonton. Padahal mereka sudah memilih pemimpin, tapi hidup mereka tak berubah. Pemimpin harus mulai malu pada realitas,” grutu Bangun.
Penulis: Arief Ferdianto