Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) Saat Berada di Kantor DPRD Bone. (Ry)
Beritabersatu.com, Bone – Kekecewaan mendalam dirasakan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) Bone saat menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bone. Forum yang seharusnya menjadi wadah penyampaian aspirasi rakyat ini justru memperlihatkan ketidakprofesionalan dan kelalaian DPRD dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat.
RDPU yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 12 Maret 2025 pukul 10.00 Wita sedianya menjadi ruang diskusi antara mahasiswa, masyarakat, dan DPRD. Namun, hingga pukul 11.00 WITA, forum tersebut tak kunjung dimulai tanpa adanya kejelasan dari pihak DPRD.
Ketidakhadiran dan keterlambatan ini dinilai sebagai bentuk meremehkan forum aspirasi rakyat. Merespons hal tersebut, mahasiswa memutuskan untuk melakukan aksi walkout sebagai bentuk protes terhadap ketidaksiapan DPRD.
Jenderal Lapangan aksi, Afdal Togar, menyatakan bahwa aksi walkout merupakan wujud kekecewaan mendalam atas buruknya komitmen DPRD.
“Kami datang ke forum ini dengan harapan adanya diskusi yang serius dan solutif. Namun, apa yang terjadi? RDPU dijadwalkan pukul 10.00 Wita, tetapi hingga satu jam kemudian tidak juga dimulai. Ini bukan hanya soal keterlambatan teknis, tetapi gambaran jelas betapa lemahnya komitmen DPRD terhadap rakyat yang mereka wakili. Kami tidak akan tinggal diam menghadapi ketidakseriusan ini,” tegas Afdal.
Aksi walkout ini bukan hanya sebatas ekspresi kekecewaan mahasiswa, melainkan juga menjadi alarm keras bagi masyarakat agar semakin kritis terhadap kinerja DPRD. Menurut mereka, jika hal mendasar seperti ketepatan waktu saja tidak bisa dipatuhi, bagaimana mungkin masyarakat bisa percaya bahwa DPRD mampu menangani persoalan publik yang lebih kompleks?
Koordinator Lapangan, Rian Saputra, turut mengkritik sikap abai DPRD terhadap waktu, yang menurutnya mencerminkan lemahnya tanggung jawab mereka sebagai wakil rakyat.
“Sejarah mencatat bahwa kejatuhan suatu peradaban selalu diawali oleh pemimpin yang lalai dan abai terhadap rakyatnya. Hari ini, kita menyaksikan sendiri bagaimana mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat justru mengabaikan janji mereka sendiri. Jika jadwal sederhana seperti ini saja tidak bisa mereka tepati, bagaimana mungkin kita berharap mereka mampu mengurus kepentingan rakyat yang jauh lebih besar?” ujar Rian.
Mahasiswa juga menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kinerja DPRD dan tidak akan tinggal diam ketika lembaga tersebut gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka menyerukan agar masyarakat turut mengawasi para wakil rakyat demi memastikan mereka benar-benar memperjuangkan kepentingan publik.
Dalam RDPU tersebut, Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) Bone membawa tiga poin tuntutan utama, yakni:
1. Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Bone agar memberikan akses pendidikan gratis bagi seluruh masyarakat.
2. Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Bone untuk segera mengaktifkan sistem Universal Health Coverage (UHC) Istimewa.
3. Mendesak DPRD dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bone untuk mengusut tuntas tragedi Bola Soba.
Koordinator Mimbar, Andi Mahardika Sunandar, turut menyuarakan kritik pedas terhadap DPRD yang menurutnya menjadi bukti gagalnya sistem demokrasi yang hanya menguntungkan segelintir elite.
“Hari ini, kita dipertontonkan wajah asli dari demokrasi yang cacat. Demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, tetapi justru diabaikan oleh mereka yang duduk di kursi kekuasaan. Jika wakil rakyat tidak bisa menghargai waktu rakyat, untuk apa mereka disebut wakil? Jika mereka tak mampu hadir tepat waktu dalam forum yang membahas kepentingan rakyat, maka siapa yang sebenarnya mereka wakili?” ujar Andi dengan lantang.
Aksi walkout ini menjadi penanda bahwa mahasiswa dan rakyat Bone tidak akan tinggal diam menghadapi kelalaian para pemangku kebijakan. Mereka berjanji akan terus bersuara dan mengawal kinerja DPRD demi kepentingan masyarakat.
Laporan : Ryan