Beritabersatu.com, Palangka Raya – Pengangkatan M. Yusi Abdhian sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kalimantan Tengah kembali menuai sorotan tajam. Pengamat kebijakan publik yang juga merupakan akademisi Universitas KH. Abdul Chalim, Eva Wijayanti, SHI., M.Pd., CHt., CH., menilai proses tersebut tidak memenuhi standar regulasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan bahkan menggunakan dasar hukum yang salah kaprah.
Menurut Eva, Kementerian Agama telah memiliki aturan yang jelas bahwa seluruh ASN wajib mengikuti dan lulus asesmen kompetensi sebelum menduduki jabatan tertentu, terutama jabatan tinggi pratama (eselon II).
“Bahkan surat edaran dan ketentuan Menteri Agama dengan tegas menyatakan asesmen sebagai syarat mutlak penempatan jabatan. Namun faktanya, Yosi baru mengikuti asesmen untuk eselon IV pada 10 – 15 November 2025. Artinya ia belum memenuhi kompetensi untuk naik ke JPT Pratama,” tegasnya, Jumat (22/11/2025).
Salah satu yang disorot Eva adalah pernyataan Kepala Biro SDM Kemenag RI, Dr. H Wawan Djunaedi MA, yang mengklaim bahwa pengisian jabatan “cukup” melalui wawancara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi. Menurut Eva, pernyataan itu menyesatkan dan tidak sesuai konteks.
“Wawancara adalah tahap terakhir. Sebelum ke wawancara, ada pemetaan kebutuhan jabatan dan uji kompetensi. Tidak bisa langsung melompat ke poin wawancara seperti yang dinyatakan Kepala Biro,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pernyataan tersebut terkesan seperti pembenaran atas proses pengangkatan yang tidak memenuhi mekanisme.
Menurut Eva, PermenPAN-RB Nomor 15 Tahun 2024 tidak relevan untuk pengisian jabatan di Kementerian Agama. Permen itu diterbitkan untuk mendukung percepatan pengisian jabatan pada kementerian baru atau lembaga yang sedang dalam masa transisi organisasi.
“Contoh yang benar adalah Kementerian Haji. Mereka butuh percepatan sehingga masa jabatan minimal bisa dipangkas. Tapi Kemenag bukan kementerian baru. Jadi penggunaan PermenPAN 15/2024 untuk melantik Yusi adalah kekeliruan fatal,” jelasnya perempuan yang pernah menimba ilmu di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta itu.
Eva juga menyoroti persyaratan pengalaman jabatan, yang secara umum mensyaratkan minimal lima tahun menduduki jabatan administrator (eselon III).
“Setahu saya dia belum punya masa kerja lima tahun di eselon III. Itu syarat dasar JPT Pratama. Belum lagi urusan dokumen wajib seperti LHKPN/LHKASN dan SPT tahunan, yang belum jelas apakah sudah dipenuhi,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut Eva, Yusi diketahui belum pernah mengikuti seleksi terbuka (lelang jabatan), yang selama ini menjadi mekanisme baku pengisian JPT Pratama.
Eva mengungkap bahwa hasil diskusinya dengan pejabat KemenPAN-RB dan BKN memperkuat dugaan adanya kesalahan prosedur dalam pengangkatan tersebut.
“Pihak MenPAN-RB dan BKN menegaskan bahwa PermenPAN 15/2024 tidak untuk Kemenag. Jadi dasar yang digunakan Biro Kepegawaian itu tidak tepat. Jika dasar hukumnya salah, maka kebijakan turunannya bermasalah,” kata Eva.
Akademisi yang sedang menempuh gelar doktoralnya ini juga menilai, kesalahan interpretasi regulasi yang dilakukan Kepala Biro Kepegawaian Kemenag adalah bentuk kelalaian serius.
“Seorang kepala biro tidak boleh sembrono membaca aturan. Kesalahan penafsiran dapat menyesatkan Menteri Agama dan berdampak bagi ribuan ASN di seluruh Indonesia. Ini bukan sekadar administratif, tetapi menyangkut integritas tata kelola kepegawaian,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Biro SDM Kemenag RI, Dr. H Wawan Djunaedi MA menjelaskan bahwa pelantikan M. Yusi Abdhian sudah sesuai prosedur. M. Yusi Abdhian juga telah menduduki jabatan sebagai administrator selama 5 tahun, sesuai dengan Permenpan RB Nomor 15 Tahun 2024.
“Yang bersangkutan telah mengikuti wawancara dengan PPK dan PyB. Dia juga sudah 5 tahun menduduki eselon III,” jelasnya saat dikonfirmasi lewat pesan Whatsapp.
Soal lelang jabatan, Wawan mengatakan hal tersebut tidak masuk sebagai persyaratan, merujuk peraturan yang sama. “Hal tersebut tidak dipersyaratkan dalam Permenpan RB Nomor 15 Tahun 2024,” tandasnya. (Zan)