Beritabersatu.com, Blitar – Setelah sebelumnya melaporkan Kepala Desa Kemloko, Miftakhul Choiri, kepada Bupati Blitar terkait dugaan hambatan pelayanan publik, Anik Purwanti—warga RT 02 RW 06 Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok—kini membawa persoalan tersebut ke tingkat yang lebih tinggi, yakni Ombudsman Republik Indonesia (RI).
Langkah ini ditempuh sebagai bentuk keseriusan Anik dalam memperjuangkan haknya untuk memperoleh surat keterangan ghaib, dokumen yang menjadi syarat utama pengajuan gugatan harta bersama (gono-gini) di Pengadilan Agama.
Pelapor Merasa Pelayanan Publik Tidak Berjalan
Menurut Anik, laporan ke Ombudsman RI merupakan tindak lanjut setelah aduannya kepada Bupati Blitar pada Selasa (18/12) belum menghasilkan solusi cepat atas kendala administrasi yang ia alami.
“Kami sudah mengirim surat kepada Bupati. Tetapi karena ini menyangkut pelayanan publik yang semestinya mudah dan cepat, kami memilih mengadukan kasus ini ke Ombudsman agar dugaan maladministrasi oleh Kepala Desa dapat diperiksa lebih dalam,” ujar Anik.
Surat ghaib sangat penting karena mantan suami Anik, Tahmid Wahyudi, telah lama tidak berada di domisili dan diduga bekerja sebagai TKI di Taiwan sehingga alamat pastinya tidak jelas. Kondisi itu membuat surat keterangan dari desa menjadi dokumen kunci untuk melangkah ke proses peradilan agama.
“Kami sudah memenuhi seluruh syarat dari RT dan RW, tetapi proses pelayanan malah dipersulit dengan alasan konsultasi hukum yang tidak jelas batas waktunya. Ini jelas merugikan hak kami sebagai warga,” tambah Anik dengan nada kecewa.
Kades Beralasan Mengedepankan Kehati-hatian
Sementara itu, Kepala Desa Kemloko, Miftakhul Choiri, tetap menyatakan bahwa dirinya tidak bermaksud mempersulit warga. Ia menegaskan bahwa langkah penundaan tersebut dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian agar desa tidak terlibat persoalan hukum di kemudian hari.
Choiri menyinggung bahwa persoalan harta bersama yang ingin kembali digugat Anik pernah menjadi objek sengketa dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Blitar, di mana putusan memenangkan pihak mantan suami Anik.
“Kami paham bahwa surat keterangan ghaib memang dibutuhkan di Pengadilan Agama. Namun, sebagai pemerintah desa, kami juga harus berhati-hati. Jika kami langsung menerbitkan surat untuk perkara yang pernah diputus pengadilan, ada risiko munculnya masalah hukum baru bagi desa,” jelas Choiri.
Ia menambahkan bahwa konsultasi hukum merupakan langkah prosedural yang wajib ditempuh perangkat desa. “Saya tidak ingin dianggap teledor atau melanggar aturan. Jika Ombudsman datang, kami siap memberikan penjelasan beserta dasar pertimbangannya,” tegasnya.
Ombudsman RI Diharapkan Ambil Tindakan
Pihak pelapor berharap Ombudsman RI dapat segera memanggil dan memeriksa Kepala Desa Kemloko. Menurut mereka, riwayat sengketa harta yang dulu pernah terjadi tidak seharusnya dijadikan alasan untuk menahan penerbitan dokumen administratif yang menjadi hak warga.
“Urusan gono-gini adalah ranah pengadilan, bukan desa. Tugas desa hanya memberikan surat keterangan mengenai keberadaan warga. Kalau pun butuh konsultasi, mestinya proses surat tetap berjalan, bukan malah ditunda tanpa batas,” ujar Anik.
Pengaduan ini menambah daftar laporan dugaan maladministrasi di tingkat pemerintahan desa di Blitar, sekaligus menegaskan pentingnya kepastian dan kecepatan pelayanan publik di akar birokrasi. Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur pun diharapkan segera memproses laporan tersebut sesuai mekanisme pengawasan pelayanan publik.(zan)