Wartawan Dilarang Meliput Konser Denny Caknan di Pemalang, Ini Kata Praktisi Hukum

by Editor Muh. Asdar
0 comments

BERITABERSATU.COM,Pemalang – Konser Denny Caknan dan Ndarboy Genk yang digelar di Terminal Pemalang pada Kamis (30/10/2025) malam menampilkan antara wartawan dengan pihak panitia penyelenggara.

Perdebatan itu terjadi karena pihak panitia diduga menghalang-halangi wartawan saat hendak melakukan liputan di acara konser bertajuk “Melepas Penat Pemalang” tersebut.

Dengan demikian, kebebasan pers di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah kian memprihatinkan dan menjadi sorotan.

Pihak penyelenggara yaitu Event Organizer (EO) Shaolin Music berpotensi melanggar Undang‑Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers.

Dentang HS wartawan lokal dari lentera rakyat mengaku dihalangi oleh pihak panitia saat hendak liputan acara konser yang menghadirkan Denny Caknan yang digelar di terminal Pemalang.

Sebelum masuk, Dentang bersama rekannya telah meminta izin terlebih dahulu ke panitia yang berada di bagian tiket. Namun, jawaban dari pihak panitia yang dinilai telah menciderai marwah wartawan.

“Menurut panitia media yang bisa masuk adalah media yang sudah kerjasama atau MoU. Mereka juga menjelaskan media lokal, wartawan lokal gak bisa masuk. Jika mau masuk dihitung penonton, harus bayar,” kata Dentang pada Jum’at (31/10/2025).

Dentang mengungkapkan, menurut penuturan panitia, ada sekitar 50 media yang berkolaborasi yang semuanya berasal dari media sosial (medsos).

Perlakuan panitia itu memicu kemarahan dari insan pers lokal Kabupaten Pemalang, para wartawan kemudian mendatangi lokasi konser untuk meminta klarifikasi dan memicu kejadian tersebut.

Atas kejadian tersebut, praktisi hukum dan akademisi, Imam Subiyanto, dari Law Office Putra Pratama & Partners, perilaku ini bukan sekedar kegagalan koordinasi, melainkan potensi pelanggaran hukum pers.

‎Lebih lanjut, Pasal 18 UU Pers, kata Imam, mengatur bahwa siapa saja yang sengaja menghalangi kerja pers dapat dipidana hingga dua tahun atau didenda hingga Rp500 juta.

Ia pun melontarkan pertanyaan penting untuk penyelenggara dan pemerintah daerah setempat, yaitu: pertama, Apakah penyelenggara sudah menyediakan jalur resmi dan terbuka bagi wartawan sesuai standar peliputan acara publik?. Kedua, Mengapa akses yang diberikan berbeda antara masyarakat umum dan media yang menjalankan fungsi kontrol sosial?.

Lalu, ketiga, apakah pemerintah daerah (Pemkab Pemalang) dan aparat terkait telah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan acara yang memanfaatkan fasilitas publik seperti terminal?

‎Imam Subiyanto menegaskan ketika wartawan dihalang-halangi dalam menjalankan tugas jurnalistik, maka bukan hanya hak pekerja pers yang dirugikan, tetapi hak masyarakat untuk mengetahui juga dikecilkan.

‎Tindakan yang Harus Diambil ‎Law Office Putra Pratama mendesak agar:

‎1. Pihak penyelenggara segera membuka akses yang setara bagi media dengan memberikan identitas dan jalur peliputan yang jelas.

‎2. Pemkab Pemalang dan instansi terkait segera mengkaji perizinan dan pengaturan acara di zona publik agar tidak terjadi aktivitas akses informasi secara sepihak.

‎3. Media dan organisasi pers mendokumentasikan hambatan yang dialami sebagai bahan advokasi dan, jika perlu, pelaporan ke Dewan Pers.
‎Kasus di Pemalang ini menjadi alarm betapa kebebasan masyarakat yang sudah dijamin undang-undang tetap rentan di lapangan. ‎Tanpa pengawasan dan tindakan nyata, hambatan terhadap media dapat menjadi normatif — mengikis transparansi, akuntabilitas, dan hak publik atas informasi.

‎”Kami akan terus berkumpul dan siap memberikan pendampingan hukum terhadap wartawan atau media yang mengalami hambatan,” pungkasnya.(*)

You may also like