Beritabersatu.com, Blitar – Kebijakan anggaran Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin tahun 2025 kembali menuai kritik tajam. Di tengah situasi ekonomi warga yang belum sepenuhnya pulih, anggaran untuk bantuan sosial justru mengalami pemangkasan signifikan, sementara belanja fasilitas pejabat mengalami lonjakan mencolok.
Program Beras Sejahtera Daerah (RASTRADA), yang menjadi tumpuan pangan bagi keluarga kurang mampu, dipangkas dari Rp17,649 miliar menjadi Rp14,354 miliar. Artinya, ada pengurangan hingga Rp3,29 miliar dari pagu awal. Pemotongan ini berdampak langsung terhadap jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM), yang turun drastis dari 9.989 menjadi 6.534 penerima.
Warga menilai kebijakan ini sangat ironis. “Kami ini masih berjuang memenuhi kebutuhan harian. Kalau bantuan beras dikurangi, siapa yang memikirkan rakyat kecil?” keluh Ari warga Pakunden.
Di sisi lain, anggaran untuk Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Blitar yang mencakup pemeliharaan gedung, kegiatan protokoler, dan kebutuhan rumah tangga pejabat justru naik tajam dari Rp4,19 miliar menjadi Rp7,59 miliar.
Kenaikan mencapai Rp3,29 miliar ini memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan, yang menilai arah kebijakan Pemkot tidak berpihak pada masyarakat bawah.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Fraksi PKB DPRD Kota Blitar yang juga anggota Badan Anggaran, Totok Sugiarto, menjelaskan bahwa pemangkasan anggaran sosial merupakan bagian dari kebijakan rasionalisasi APBD sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025.
“Pemangkasan itu bagian dari penyesuaian belanja daerah sesuai Inpres dan dituangkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 13 Tahun 2025, sebagai perubahan atas Perwali Nomor 55 Tahun 2024,” ujar Totok, Senin (27/10/2025).
Dalam Perwali tersebut, kata Totok, terdapat perubahan cukup besar pada pos belanja Bagian Umum, dari semula Rp26,36 miliar naik menjadi Rp31,24 miliar, atau bertambah sekitar Rp4,87 miliar.
“Tambahan itu mencakup pelaksanaan kegiatan protokol dan komunikasi pimpinan daerah serta kebutuhan rumah tangga wali kota,” terangnya.
Namun Totok menegaskan, semestinya prioritas utama tetap untuk kepentingan rakyat, bukan fasilitas pejabat.
“Anggaran untuk kebutuhan pejabat seharusnya dinomor sekian. Kepentingan masyarakat, terutama keluarga miskin, harus didahulukan. Jangan sampai rakyat dikorbankan demi kenyamanan birokrasi,” tegasnya.
Totok juga mengungkapkan bahwa melalui pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) DPRD, pihaknya berhasil mendorong koreksi terhadap pemotongan berlebihan di sektor sosial.
“Awalnya, rasionalisasi RASTRADA mencapai Rp5,14 miliar. Kami intervensi dan usulkan koreksi hingga Rp3,29 miliar, sehingga ada dana sebesar Rp1,85 miliar yang bisa dikembalikan,” jelasnya.
Menurutnya, tambahan anggaran tersebut cukup untuk memulihkan bantuan bagi sekitar 1.000-an KPM.
“Walaupun ada pemangkasan, kami berusaha menyelamatkan yang masih bisa diselamatkan. Setidaknya 1.000 keluarga kembali terfasilitasi. Tapi tetap, kebijakan semacam ini jangan jadi kebiasaan,” pungkas Totok.
Sementara itu, pihak Pemerintah Kota Blitar belum memberikan penjelasan rinci. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Kota Blitar, Drs. Hakim Sisworo, M.Si., menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti isu tersebut.
“Oh iya, nanti kami cek lagi. Kebetulan ini kami masih mau rapat dengan Pak Wali,” ujarnya singkat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin terkait alasan prioritas anggaran yang menimbulkan polemik tersebut. (Zan)