Maut Tragis! Balita 2 Tahun di Blitar Tewas Tersetrum Trafo PLN Tak Berpagar, Keluarga Tuntut Tanggung Jawab Penuh

by Ardin
0 comments

Beritabersatu.com, Blitar – Kabar duka menyelimuti Desa Popoh, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar, menyusul tewasnya seorang balita laki-laki berinisial SRR (2 tahun 9 bulan) akibat tersengat listrik dari trafo milik PT PLN (Persero) yang diduga minim pengamanan.

Peristiwa tragis yang terjadi pada Kamis, 23 Oktober 2025, sekitar pukul 13.00 WIB ini sontak memicu kemarahan keluarga korban dan sorotan tajam terhadap kelalaian pihak penyedia layanan listrik negara.

Korban ditemukan tak bernyawa setelah menyentuh isi trafo yang terletak persis di halaman rumah neneknya. Mirisnya, trafo bertegangan tinggi tersebut dilaporkan tidak dilengkapi pagar pengaman yang memadai dan kuncinya pun dalam kondisi terbuka, menjadikannya ‘jebakan maut’ yang mudah diakses oleh anak-anak.

Menurut keterangan Bangun, ayah korban, saat kejadian nahas itu, putranya sedang berada di rumah neneknya. Ketika sang nenek sedang mandi, SRR yang masih dalam masa eksplorasi tiba-tiba bermain ke arah trafo PLN yang seharusnya steril dari jangkauan.

“Anak saya main ke sana, ternyata trafo itu tidak terkunci. Lalu anak saya membukanya dan menyentuh isinya, kemudian langsung tersetrum,” ungkap Bangun dengan nada pilu.

Hanya berselang sekitar 10 menit, sang nenek yang selesai mandi terkejut tidak menemukan SRR. Pencarian singkat berakhir tragis. Korban ditemukan sudah tak bernyawa di dekat trafo tersebut. Nenek korban dengan segera meminta bantuan warga sekitar, yang kemudian melaporkan kejadian ini kepada Kepala Desa dan pihak kepolisian setempat.

Di tengah suasana duka mendalam, Bangun mengungkapkan adanya tekanan dan kekhawatiran yang membuat pihak keluarga menolak dilakukannya autopsi terhadap jenazah korban.

“Kami tidak menghendaki anak kami untuk di autopsi. Karena kata polisinya ini kelalaian orang tua. Mendengar itu kan jadi kita jadi takut,” ujar Bangun.

Kekhawatiran terseret perkara hukum di tengah situasi berduka ini membuat keluarga memilih untuk tidak melanjutkan proses autopsi.

Padahal, Bangun menuding bahwa biang keladi utama dari tragedi ini adalah PT PLN (Persero). Bangun membeberkan sejumlah poin yang menunjukkan jelas adanya kelalaian fatal dari pihak PLN.

Pertama, letak trafo listrik tersebut masih berada di dalam lingkup pekarangan rumah nenek korban, bukan di lokasi publik yang terpisah. Kedua, ketiadaan pagar pembatas yang aman serta kondisi trafo yang tidak terkunci merupakan wujud nyata dari kelalaian serius pihak PLN dalam menjaga instalasi bertegangan tinggi.

“Itu masih di pekarangan rumah mertua saya, trus kondisinya gak terkunci pula. Ini kan sangat berbahaya,” bebernya.

Kini, keluarga korban mendesak PLN untuk segera bertanggung jawab penuh atas insiden yang merenggut nyawa balita tak berdosa ini. Pihak keluarga tidak hanya menuntut pertanggungjawaban atas kerugian yang dialami, tetapi juga meminta PLN segera memberikan solusi konkret agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang.

Sementara itu, Kepala Desa Popoh saat dikonfirmasi oleh awak media terkait tragedi nahas yang menimpa warganya memilih bungkam dan tidak mau memberikan keterangan apa pun. Sikap tertutup ini semakin menambah tanda tanya besar di tengah desakan keluarga korban untuk mencari keadilan. Kasus ini kini diserahkan kepada pihak berwajib untuk penyelidikan lebih lanjut. (Zan)

You may also like