BANJARNEGARA, BERITABERSATU – Di tengah gencarnya kebijakan efisiensi anggaran di berbagai daerah, Kabupaten Banjarnegara menghadapi persoalan politik yang cukup serius, yakni tidak adanya wakil rakyat di DPR RI yang berasal dari putra daerah.
Dilansir Beritabersatu, aktivis sekaligus pendiri Forum Kebangkitan Banjarnegara dan Bangsa, Wahono, menilai absennya putra daerah Banjarnegara di Senayan menjadi cermin masih rendahnya kesadaran politik dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap daerahnya sendiri.
Hal itu disampaikan dalam kegiatan Sarasehan Publik yang digagas Forum Demokrasi (Fordem) Banjarnegara di Pendopo Dipayudha Adigraha, Jumat (17/10/2025) malam.
Lasmi Ingin Banjarnegara Menjadi Lebih Baik
Mantan Anggota DPR RI Fraksi Demokrat dari Daerah Pemilihan (Dapil) VII Jawa Tengah periode 2019–2024, Lasmi Indaryani, berharap Kabupaten Banjarnegara dapat terus tumbuh menjadi daerah yang maju dan sejahtera, meski kini dirinya tak lagi terpilih sebagai anggota legislatif.
Lasmi menjelaskan, selama dirinya masih duduk di DPR RI sejumlah program pusat berhasil disalurkan dan dirasakan langsung oleh masyarakat Banjarnegara.
“Banyak program yang sudah saya perjuangkan saat itu, seperti bantuan rumah tidak layak huni (RTLH), pembangunan irigasi, Program Indonesia Pintar (PIP), dan lainnya,” ujar Lasmi di kantor DPC Demokrat Kabupaten Banjarnegara, Rabu (22/10/2025).
Ia menuturkan bahwa keinginannya kembali mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2024 lalu tidak lepas dari semangatnya untuk membawa Banjarnegara lebih diperhatikan di tingkat Nasional.
“Saya maju kembali ke DPR RI tidak lain agar Banjarnegara bisa menjadi daerah yang lebih maju dan sejahtera, serta mendapatkan perhatian lebih dari pusat,” katanya.
Namun, karena tidak terpilih kembali Lasmi mengakui ruang geraknya untuk memperjuangkan program pusat bagi Banjarnegara menjadi terbatas.
Menurutnya, dalam situasi ini masyarakat Banjarnegara perlu lebih kreatif, sabar, dan mandiri dalam memperjuangkan kemajuan daerah.
“Kita sekarang hanya bisa berharap kepada anggota DPR RI yang terpilih, meskipun bukan asli Banjarnegara. Mereka tetap memiliki kepedulian terhadap daerah ini, tetapi kita juga harus maklum karena tentu mereka memiliki prioritas di daerah asalnya masing-masing,” ujar Lasmi.
Menurut Lasmi, dengan kondisi sekarang ini Banjarnegara harus berjuang dengan kekuatan yang ada dan harus putar otak agar bisa tetap berkembang.
Sementara, Anggota DPRD Banjarnegara Fraksi Demokrat, Slamet, menilai ketiadaan wakil putra daerah di DPR RI membuat masyarakat baru merasakan betapa pentingnya representasi Banjarnegara di parlemen nasional.
“Memang baru terasa Banjarnegara itu saat sekarang. Makanya kami dari Partai Demokrat berusaha untuk bagaimana kita membangun pendidikan politik yang matang dan dewasa,” katanya.
Slamet menambahkan, ketika Banjarnegara memiliki putra daerah di DPR RI, suara dan kondisi lokal bisa lebih terwakili di tingkat nasional.
“Dulu ketika Bu Lasmi masih duduk di DPR RI, banyak program bisa diaplikasikan di Banjarnegara. Tapi sekarang malah justru dengan turunnya transfer ke daerah (TKD) dari pusat, ruang fiskal di Banjarnegara semakin sempit,” tuturnya.
Karena itu, Slamet mengajak kepada masyarakat Banjarnegara untuk lebih cerdas dalam berpolitik dan mendukung calon legislatif asal Banjarnegara yang memiliki kapasitas dan komitmen memperjuangkan daerah.
Wahono menilai bahwa sempitnya ruang fiskal daerah merupakan dampak dari lemahnya pondasi politik lokal.
“Ruang fiskal Banjarnegara tahun ini menyempit. Menurut saya, ini adalah warisan dari kesalahan kita semua. Karena kita belum menyiapkan pondasi politik yang kuat,” ujar Wahono.
Dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa dan daftar pemilih tetap (DPT) mencapai 800 ribu orang, menurut Wahono, Banjarnegara semestinya bisa memiliki perwakilan di DPR RI.
Ia menilai, akar persoalan terletak pada rendahnya pendidikan politik masyarakat dan kurangnya pemanfaatan dana pendidikan politik oleh partai-partai.
Wahono juga menyebut, konsep pendidikan politik tersebut sebagai bentuk pendidikan politik rasa primordialis, sebuah upaya menumbuhkan rasa kepemilikan dan kebanggaan terhadap daerah sendiri.
“Pendidikan politik harus diarahkan untuk membangun rasa kepemilikan terhadap daerah. Ini bukan sekadar soal kursi, tapi soal identitas dan masa depan Banjarnegara,” pungkasnya.
Penulis : Arief Ferdianto