Ratusan Pegawai TPL Kota Blitar Terancam Dipecat, “Fokus Kerja” Wali Kota Ibin Dipertanyakan

by Ardin
0 comments

Beritabersatu.com, Blitar – Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin sedang mendapat sorotan tajam dari publik akhir-akhir ini, lantaran berkonflik dengan wakilnya sendiri. Sempat sesumbar ingin fokus kerja, nyatanya kini Pemkot Blitar justru mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang dianggap tak berpihak kepada rakyat kecil. Dengan alasan efisiensi anggaran, Wali Kota Blitar berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap para pegawai Tenaga Pendukung Lain (TPL).

Kebijakan tersebut dinilai amat jauh dari kerja-kerja kerakyatan yang selama ini dibicarakan oleh wali kota. Kondisi rakyat yang kian sulit tampaknya tidak cukup mengetuk nurani Pemerintah Kota Blitar. Di tengah tekanan ekonomi dan harga kebutuhan pokok yang terus melonjak.

Setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diminta memangkas sedikitnya 30 persen tenaga pendukung. Padahal, terdapat sekitar 30 OPD di lingkungan Pemkot Blitar. Artinya, ratusan bahkan ratusan pekerja berpotensi kehilangan mata pencaharian mereka sebelum akhir tahun ini.

Berbanding jauh dengan wali kota, Wakil Wali Kota Blitar Elim Tyu Samba justru terus menunjukkan langkah progresif dan empati terhadap masyarakat, khususnya para petani. Belum lama ini, Elim melakukan pertemuan langsung dengan Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono, di Jakarta, untuk memperjuangkan bantuan dan program pusat bagi sektor pertanian Kota Blitar.

“Saya akan terus bolak-balik ke Jakarta, ke Kementerian Pertanian, bahkan ke kementerian lainnya jika itu untuk kebaikan petani Kota Blitar. Ini bukan soal jabatan, tapi soal komitmen moral kepada warga,” tegas Elim, Rabu (13/10/2025).

“Setiap rupiah dan program bantuan dari pusat akan kita perjuangkan dan manfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kita,” tambahnya.

Kontras dengan langkah Elim yang berjuang mencari dukungan dana ke pusat, kebijakan sang wali kota justru dinilai tidak membela wong cilik dan kontra terhadap semangat pelayanan publik. Sumber internal Pemkot Blitar menyebutkan, kebijakan efisiensi ini menjadi beban moral bagi para kepala OPD karena banyak tenaga TPL yang telah mengabdi bertahun-tahun.

“Ada yang sudah sepuluh tahun lebih mengabdi. Kalau dipangkas 30 persen, di OPD kami saja bisa puluhan orang yang kehilangan pekerjaan. Ini berat, karena secara moral kami merasa bersalah,” ujar salah satu pejabat Pemkot Blitar.

Di RSUD Mardi Waluyo Blitar misalnya, tercatat sekitar 150 tenaga TPL aktif. Bila kebijakan efisiensi ini diterapkan, sekitar 50 orang harus diberhentikan. Selain menciptakan pengangguran baru, kondisi ini juga berpotensi menurunkan kinerja pelayanan publik, sebab banyak unit kerja akan kekurangan tenaga operasional.

Dalam SK yang diteken oleh Wali Kota Syauqul Muhibbin bernomor 000.3.1/XXXX/410.030.2/2025, disebutkan bahwa kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari surat Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan tertanggal 23 September 2025. Surat tersebut menyebutkan adanya penurunan dana transfer ke daerah untuk tahun 2026, sehingga pemerintah daerah diwajibkan melakukan efisiensi anggaran.

Poin paling kontroversial dalam SK itu menyebutkan:
1. Setiap perangkat daerah wajib merasionalisasi jumlah tenaga pendukung minimal 30% dari jumlah di tahun 2025.
2. Hasil rasionalisasi wajib dikirim ke BKPSDM paling lambat 22 Oktober 2025.
3. Kontrak baru untuk TPL tahun 2026 harus selesai maksimal 1 Januari 2026.

Kebijakan ini, menurut banyak pihak, tidak sekadar efisiensi, melainkan bentuk pengabaian terhadap nasib masyarakat kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari pekerjaan TPL.

Menanggapi rencana kebijakan tersebut, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Kota Blitar, Drs. Hakim Sisworo, M.Si., menyebutkan bahwa pihaknya belum bisa memberikan penjelasan detail karena masih akan berkoordinasi dengan instansi terkait.

“Mohon maaf, saya baru Senin masuk di Kominfo. Kami akan koordinasikan dulu dengan BPKAD,” ujarnya saat dikonfirmasi Kamis (16/10/2025).

Pernyataan ini menandakan bahwa kebijakan efisiensi yang berdampak luas terhadap tenaga non-PNS belum memiliki koordinasi matang antarperangkat daerah, sehingga memunculkan tanda tanya besar tentang kesiapan dan dasar pelaksanaannya.(zan)

You may also like