Beritabersatu.com, Blitar – Isu keretakan hubungan antara Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin dan Wakil Wali Kota Elim Tyu Samba kian meruncing. Syauqul Muhibbin, yang akrab disapa Mas Ibin, memberikan tanggapan yang keras atas protes wakilnya, Elim Tyu Samba, soal koordinasi kebijakan. Bahkan, ia terang-terangan mengibaratkan Elim sebagai seorang “pembantu” yang tak perlu banyak menuntut jika tak diberi tugas.
“Sebenarnya gak ada masalah, tugas dan wewenang kepala daerah dan wakilnya sudah diatur semuanya. Jadi gak ada istilahnya tidak diajak komunikasi, emang kenapa? Mohon maaf, misalkan ada majikan dan ada pembantu. Kalau pembantu gak anda suruh bikin kopi, kan malah enak iso nge-game (bisa main game),” ujar Ibin kepada wartawan, Selasa (14/10/2025).
Ketidakharmonisan ini mencuat ke publik setelah Elim Tyu Samba, Wakil Wali Kota perempuan pertama di Blitar, secara terbuka mengungkap bahwa dirinya tidak pernah dilibatkan dalam koordinasi terkait kebijakan mutasi pejabat di lingkup Pemerintah Kota Blitar.
Puncaknya, Elim juga membeberkan fakta bahwa selama menjabat, komunikasi mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta kebijakan strategis lainnya juga nihil.
“Berdasarkan undang-undang, wakil itu kewenangannya membantu kepala daerah, atas delegasi. Setiap ada rapat pun juga semua dipersilahkan memberikan masukan dan saran, termasuk soal rotasi kemarin,” lanjut Ibin.
Pernyataan Syauqul ini sontak menuai perdebatan. Ia seolah menempatkan wakilnya, yang terpilih lewat mandat politik bersama, pada posisi subordinat belaka, jauh dari fungsi kemitraan dalam menjalankan roda pemerintahan daerah.
Tidak hanya menyasar wakilnya, Syauqul juga menuding pihak-pihak yang mempermasalahkan kebijakan mutasi yang ia ambil sebagai bagian dari manuver politik semata.
“Ya kalau mau cari panggung ya silahkan saja. Namun, saat ini saya masih mau fokus membangun Kota Blitar. Kalau mau jadi wali kota, nanti 5 tahun lagi,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan yang ia ambil sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan semata-mata demi efektivitas kinerja birokrasi.
Di sisi lain, Elim Tyu Samba sejauh ini bersikukuh pada sikapnya, menuntut transparansi dan peran aktifnya sebagai Wakil Wali Kota sesuai sumpah jabatan. Kritik Elim bukan hanya soal tidak dilibatkan dalam mutasi, tetapi juga menyangkut haknya untuk mengetahui dan memberikan masukan terhadap APBD yang merupakan jantung kebijakan publik daerah.
Situasi ini juga berimbas pada hubungan antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar, Elim Tyu Samba, yang kini disebut semakin retak. Elim secara terbuka menyatakan kekecewaannya karena tidak diajak berkoordinasi dalam pengambilan keputusan strategis tersebut.
“Saya ini terbang ke Jakarta karena tidak diajak koordinasi sama sekali soal mutasi jabatan. Sebagai abdi masyarakat, saya berkewajiban melaporkan hal ini ke Kementerian Dalam Negeri,” ujar Elim Tyu Samba sebelum bertolak ke Jakarta, Senin petang (13/10/2025).
Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Blitar angkat bicara terkait kebijakan tersebut. Ia menilai, meski mutasi merupakan hak prerogatif wali kota, namun tetap harus dilakukan dengan dasar pertimbangan yang objektif dan berorientasi pada peningkatan kinerja ASN, bukan kepentingan pribadi atau politik.
“Mutasi dan penyegaran tugas para ASN di lingkup Pemkot Blitar memang prerogatif wali kota. Tapi kalau mutasi dilakukan tanpa memperhatikan prestasi dan kinerja ASN, justru akan menghambat pelayanan kepada masyarakat,” tegas Ketua DPRD Kota Blitar saat dikonfirmasi.
Kisruh internal ini dikhawatirkan mengganggu stabilitas pemerintahan Kota Blitar. Pengamat kebijakan publik, Nugroho, menilai bahwa pernyataan Wali Kota Syauqul sangat tidak etis dan menunjukkan lemahnya pemahaman akan konsep kepemimpinan kolektif di daerah.
“Wakil kepala daerah bukan pembantu rumah tangga, mereka adalah jabatan politik yang dipilih langsung oleh rakyat,” ujar Nugroho. “Pernyataan itu tidak hanya merendahkan posisi Wawali, tetapi juga menunjukkan arogansi kekuasaan. Ini alarm merah bagi tata kelola pemerintahan yang baik di Blitar,” sambungnya.
Sejauh ini, Syauqul Muhibbin tetap pada pendiriannya, menganggap isu ini terlalu dibesar-besarkan oleh mereka yang ingin mengganggu fokus pemerintahannya. Namun, bola panas telah dilempar. Masyarakat Blitar kini menunggu, apakah kedua pemimpin yang awalnya dijuluki pasangan milenial ini akan mampu meredam ego kekuasaan demi kepentingan rakyat, ataukah perpecahan ini akan terus merusak sinergi di Balai Kota Blitar. (Zan)