BANJARNEGARA, BERITABERSATU – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara, terus mengintensifkan langkah nyata dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), serta prevalensi stunting di wilayahnya.
Komitmen ini ditegaskan langsung oleh Bupati Banjarnegara, dr. Amalia Desiana, dalam kegiatan advokasi yang digelar di Surya Yudha Park Kabupaten Banjarnegara, Rabu (10/9/2025).
Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh berbagai unsur, mulai dari Kepala Dinas Kesehatan Banjarnegara, Direktur RSUD Hj Anna Lasmanah, para camat dan lainya.
Bupati Amalia menyampaikan bahwa tantangan dalam menekankan penurunan AKI, AKB dan Stunting bukan semata dilakukan oleh OPD terkait saja. “Kami berkomitmen untuk menurunkan AKI dan AKB di Banjarnegara. Namun, komitmen ini tidak bisa berdiri sendiri. Kita butuh kolaborasi dari semua pihak,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini Kabupaten Banjarnegara tengah melakukan inventarisasi kebutuhan tenaga medis. Selain itu, banyak alat kesehatan (alkes) yang belum termanfaatkan secara optimal, akibat kurangnya pelatihan.
“Alat dari kementerian sebenarnya bagus dan berfungsi. Tapi, jika SDM kita tidak dilatih, maka alat itu seperti tidak berfungsi. Jadi bukan alatnya yang rusak, melainkan SDM kita belum mampu menggunakannya,” jelasnya.
Selain AKI dan AKB, penurunan angka stunting menjadi fokus utama dalam advokasi ini. Bupati Amalia menyoroti pentingnya peran keluarga dalam memastikan asupan gizi anak sejak dini.
“Banyak orang tua yang keliru, mengira makanan instan itu lebih baik. Padahal, yang dibutuhkan anak-anak adalah menu gizi seimbang, bukan yang praktis,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa penanganan stunting tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan (Dinkes) atau pemerintah desa (Pemdes), tetapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Stunting Masih Jadi PR di Banjarnegara
Kepala Dinas Kesehatan Banjarnegara, dr. Latifa Hesti Purwaningtyas, memaparkan tren positif penurunan AKI di wilayahnya. “Tahun 2024 kita mencatat 16 kasus kematian ibu. Alhamdulillah, hingga September 2025 ini hanya ada 5 kasus. Harapannya tidak ada lonjakan sampai akhir tahun,” terangnya.
Namun demikian, angka stunting masih menunjukkan tantangan tersendiri. Berdasarkan data (e-PPGBM), prevalensi stunting turun tipis dari 17,5 persen (2023) menjadi 17,08 persen (2024).
Namun, data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) justru menunjukkan sedikit kenaikan.
“Saya lebih percaya data e-PPGBM, karena itu real-time dari puskesmas. Namun, memang kita akui penurunan masih kecil, dan butuh upaya lebih,” jelasnya.
Kadinkes juga menjelaskan bahwa pernikahan dini bisa berdampak dalam kasus kehamilan berisiko, yang berujung pada AKI, AKB, dan stunting.
“Remaja yang belum siap hamil cenderung mengalami anemia, kekurangan energi kronis (KEK), dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), yang kemudian berisiko stunting,” ungkap Latifa.
Ia mendorong pentingnya edukasi kesehatan reproduksi di tingkat sekolah menengah untuk mencegah pernikahan dini dan meningkatkan pemahaman remaja tentang risiko kehamilan usia muda.
TBC Masih Jadi Masalah yang Tersembunyi
Selain fokus pada AKI, AKB, dan stunting, Latifa juga mengingatkan bahwa kasus tuberkulosis (TBC) di Banjarnegara masih belum tertangani maksimal. “Cakupan penemuan kasus TBC masih rendah. Banyak yang menganggap ini penyakit aib, padahal bisa disembuhkan,” tegasnya.
TBC ditularkan melalui udara dan bisa menyebar dalam satu keluarga. Jika ditemukan kasus TBC pada anak, maka orang tua atau anggota keluarga harus segera diperiksa.
Kadinkes Latifa juga memastikan bahwa seluruh pengobatan TBC di Banjarnegara tersedia, dan gratis. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, Dinas Kesehatan Banjarnegara akan segera Mengidentifikasi alkes yang belum digunakan optimal.
Selain itu, menyusun roadmap pelatihan SDM untuk alat kesehatan, Meningkatkan sosialisasi kesehatan reproduksi, Menggalakkan edukasi gizi keluarga berbasis komunitas. Meningkatkan cakupan deteksi dini dan pengobatan TBC.
Langkah terintegrasi yang digagas Pemerintah Kabupaten Banjarnegara ini diharapkan tidak hanya mampu menekan angka kematian ibu dan bayi, namun juga menyelesaikan persoalan stunting secara holistik.
“Tidak cukup hanya dengan program. Kita butuh kerja sama dari seluruh pihak, dari pemerintah hingga keluarga. Karena kesehatan ibu dan anak adalah fondasi masa depan Banjarnegara,” pungkas Kadinkes.
Penulis : Arief Ferdianto