Bukan Isu, Tapi Fakta? FPB Beberkan Dugaan Jual Beli Proyek di Purbalingga

0 comments

PURBALINGGA, BERITABERSATU – Ketidakpuasan terhadap hasil audiensi dengan Bupati Purbalingga, Rabu (3/9/2025), membuat Forum Purbalingga Bersatu (FPB) mengancam akan menggelar aksi pergerakan tanpa batas. Aliansi lintas elemen ini menilai sejumlah kebijakan Pemerintah Kabupaten Purbalingga tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat luas.

FPB yang terdiri dari LSM, organisasi masyarakat, aktivis, advokat, serta tokoh masyarakat, menyampaikan tujuh poin tuntutan yang harus segera dievaluasi.

Tujuh poin itu antara lain:

1. Membatalkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

2. Mengusut tuntas dugaan pungutan liar (pungli) dalam proyek fisik dan pengadaan.

3. Mengevaluasi kinerja Tim TPPD.

4. Mengevaluasi praktik rangkap jabatan di lingkungan birokrasi.

5. Menjalankan Perda CSR secara konkret.

6. Mengevaluasi kinerja seluruh BUMD.

7. Mengevaluasi kinerja sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Dalam jumpa pers di Dapur Mbah Sumini Kabupaten Purbalingga, Kamis (4/9/2025), Slamet Wahidin, salah satu koordinator FPB, menegaskan bahwa desakan ini muncul karena pemerintah daerah dianggap gagal menghadirkan kebijakan yang benar-benar menyentuh kepentingan sosial, masyarakat, dan keagamaan.

“PBB mestinya dikembalikan ke tahun anggaran sebelumnya. Selain itu, banyak kebijakan dari OPD yang tidak transparan dalam menjalankan fungsi, terutama terkait kontrol masyarakat. Kami menuntut transparansi dan keterbukaan,” ujar Slamet.

Ia menambahkan, pembangunan daerah seharusnya tidak semata mengejar citra atau pendapatan daerah, melainkan memastikan birokrasi berjalan dengan baik dan masyarakat merasakan kenyamanan serta kesejahteraan.

“Prinsipnya bukan pembangunan mercusuar. Bukan target pendapatan daerah yang harus tinggi, tetapi bagaimana birokrasi dan masyarakat bisa sama-sama nyaman, aman, dan damai,” lanjutnya.

Dugaan Jual Beli Proyek, Terjadi?

Lebih jauh, Slamet juga menanggapi terkait isu adanya praktik jual beli proyek yang melibatkan sejumlah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Bukan sekadar isu, memang itu terjadi. Makanya dari awal kami minta bupati menindaklanjuti, baik secara administrasi, perdata, maupun pidana. Ini bukan hal sepele, karena menyangkut kepercayaan publik,” kata Slamet.

FPB menilai, pola kerja OPD yang dikendalikan segelintir oknum menjadi masalah serius yang harus segera dibersihkan. Ia juga menyebut adanya praktik pungutan setoran 10 persen hingga lebih dalam setiap pekerjaan proyek.

“Ini harus dihentikan. Bupati selaku pemegang kebijakan harus berani bertindak,” tegas Slamet.

Pergerakan Tanpa Batas

Slamet memastikan, aksi FPB tidak berhenti hanya pada audiensi. Menurutnya, gerakan masyarakat akan terus berlangsung secara berkesinambungan sampai tuntutan mereka direspons.

“Ini bukan gerakan insidental. Ini pergerakan tanpa batas. Kami sebagai warga sekaligus elemen masyarakat akan terus mengawal kebijakan pemerintah, baik yang sudah berjalan, sedang berjalan maupun yang akan datang,” ucapnya.

Ia menekankan bahwa FPB tidak menghendaki konflik terbuka. Sebaliknya, forum ini ingin mendorong sinergi antara pemerintah daerah dan masyarakat.

“Tujuannya jelas, agar pemerintah benar-benar bermitra dengan rakyat. Demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jadi kebijakan harus dibahas bersama, bukan hanya disampaikan sepihak,” jelasnya.

Menjawab dugaan bahwa gerakan FPB memiliki muatan politik praktis, Slamet menolak anggapan tersebut. Menurutnya, setiap aspek kehidupan memang tidak bisa lepas dari politik, tetapi gerakan ini didasarkan pada asas manfaat untuk masyarakat, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu.

“Politik itu ada di mana-mana, seperti di organisasi, di pemerintahan, bahkan dalam kehidupan beragama. Tapi bagaimana cara kita berpolitik itu yang penting. Gerakan kami bukan politik praktis, melainkan asas manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

FPB menegaskan akan terus mengawal kebijakan daerah dengan pendekatan kritis, namun tetap dalam koridor damai. Mereka berharap Pemkab Purbalingga membuka ruang komunikasi yang lebih transparan agar ke depan tidak lagi terjadi ketegangan antara pemerintah dan masyarakat.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga.

Penulis : Arief Ferdianto