Banjarnegara, Beritabersatu – Dieng Fun Walk menjadi pembuka resmi rangkaian Dieng Culture Festival (DCF) ke XV tahun 2025 yang digelar di Taman Gatotkaca, Kompleks Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Minggu (27/7/2025) pagi.
Acara jalan santai ini terbagi dalam dua kategori, yakni 5 kilometer dan 10 kilometer. Kegiatan dimulai sejak pukul 06.00 WIB dan melibatkan ratusan peserta dari berbagai wilayah di Indonesia.
Dieng Fun Walk bukan sekadar pemanasan sebelum festival utama, tetapi juga simbol bahwa DCF kembali hadir dengan semangat baru dalam mengangkat budaya lokal.
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara.
DCF ke-15 ini mengusung tema “Back To The Culture”, sebagai upaya mempertegas kembali identitas budaya Dieng dalam setiap helai programnya.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, DCF kali ini hanya akan berlangsung selama dua hari, yakni pada 23-24 Agustus 2025.
Festival tahunan ini juga tidak lagi menggelar pertunjukan Jazz Atas Awan seperti sebelumnya, melainkan digantikan dengan konsep baru, yaitu “Simfoni Dieng” yang lebih mengedepankan unsur budaya dan musikalitas tradisional dalam format orkestra.
Meski Jazz Atas Awan tidak tampil pada DCF kali ini, Namun akan dihadirkan di waktu terpisah, yaitu di akhir tahun 2025 nanti.
Bupati Banjarnegara, dr. Amalia Desiana, menyatakan bahwa penyelenggaraan DCF tahun ini dibuat agar lebih fokus pada esensi budaya lokal.
“DCF tahun ini kita pisahkan dari Jazz Atas Awan. Kita ingin mengangkat sisi kebudayaan lebih dalam, dan pelaksanaannya kita fokuskan hanya dua hari,” ujar Amalia.
Menurut Bupati Amalia, meskipun festival ini hanya berlangsung dua hari, manfaat yang diharapkan justru lebih luas.
Ia juga menekankan pentingnya dampak ekonomi dari penyelenggaraan DCF, khususnya dalam memberikan efek berganda bagi masyarakat setempat.
“Harapannya multiplier effect dari DCF ini bisa dirasakan tidak hanya oleh warga Banjarnegara, tapi juga dari kabupaten-kabupaten tetangga,” jelasnya.
Selain itu, Bupati juga mengimbau kepada para pengunjung agar tetap menjaga kebersihan selama berlangsungnya acara. Ia mengakui bahwa perhelatan budaya berskala besar kerap meninggalkan persoalan sampah.
“Biasanya saat ada event, kita sering lupa dengan kebersihan. Jadi saya minta semua pengunjung bisa lebih peduli soal ini,” tegasnya.
Sementara, Ketua Pokdarwis Dieng Pandawa, Alif Fauzi, menambahkan bahwa penyelenggaraan DCF tahun ini akan mengajak wisatawan untuk tidak sekadar menonton atraksi budaya, tetapi juga turut terlibat.
“Kita tidak hanya menyajikan tontonan, tapi juga ajakan untuk melakukan dan merasakan. Kita minta wisatawan berpakaian adat masing-masing daerah, lengkap dengan pusakanya. Peserta kita batasi sekitar 200 orang,” ujar Alif.
Lebih jauh, Alif juga menjelaskan bahwa agenda seperti ini merupakan wujud nyata kolaborasi budaya antara Dieng dan Nusantara.
Salah satu agenda paling ikonik dalam DCF adalah ritual cukur rambut anak gimbal. Namun, tahun ini, prosesi tersebut akan dikemas secara lebih eksklusif dengan pembatasan jumlah peserta dan pengaturan akses ke situs budaya.
“Kami ingin memadukan pelestarian budaya benda dan tak benda secara berimbang. Oleh karena itu, lokasi pencukuran akan tetap di Candi Arjuna, tapi dengan pengawasan ketat agar situs cagar budaya tetap aman,” ujar Alif.
Sebagai pengganti Jazz Atas Awan, Simfoni Dieng akan menyuguhkan orkestra terbuka yang melibatkan musisi nasional dan daerah. Gelaran ini rencananya akan dikemas megah, dan menjadi salah satu puncak acara DCF 2025.
“Insya Allah, orkestra ini lebih menarik. Beberapa band populer akan kami ajak berkolaborasi, dan acara tetap ditutup dengan doa bersama serta penerbangan lampion,” jelasnya.
Estimasi kunjungan ke DCF 2025 dibatasi menyesuaikan dengan daya tampung kawasan, terutama di area candi. “Untuk area budaya maksimal 4.000 orang, termasuk peserta dan undangan. Tapi nanti pada Simfoni Dieng, bisa lebih banyak karena areanya lebih luas,” imbuhnya.
Panitia juga menyiapkan skema paket partisipan untuk memudahkan pengelolaan pengunjung dan sebagai bentuk kontribusi terhadap pelestarian.
Paket ini berkisar antara Rp250.000 hingga Rp300.000, sudah termasuk tiket objek wisata, souvenir, batik Gumelem, serta akses khusus ke area utama. “Ini bukan tiket berbayar semata, tapi bentuk partisipasi masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan festival. Masyarakat umum tetap bisa menyaksikan tapi dari luar area khusus,” jelas Alif.
Pihak panitia memastikan informasi detail akan diumumkan melalui kanal resmi media sosial Festival Dieng serta kerja sama dengan media lokal. Terkait bintang tamu, Alif menyebutkan bahwa panitia masih merahasiakan nama artis yang akan tampil.
“Kami tetap menjaga unsur kejutan. Kalau ada sponsor yang ingin menghadirkan artis, mereka bisa umumkan sendiri sebagai bentuk simbiosis mutualisme,” katanya.
Meski baru pertama kali digelar, Fun Walk mendapat antusiasme tinggi. Panitia mencatat jumlah peserta mencapai 500 orang, melebihi target awal 300 peserta.
“Ini hanya pemanasan menjelang DCF Agustus nanti. Pesertanya beragam, termasuk dari luar Jawa seperti Sumatera, Jawa Barat dan Jawa Timur. Bahkan ada yang mendaftar lewat biro perjalanan,” kata Alif.
Ia menambahkan bahwa pelaksanaan event ini dilakukan dalam waktu persiapan hanya dua pekan, sebuah tantangan besar bagi panitia. “Seharusnya persiapan minimal setengah tahun. Tapi ini bukti bahwa kolaborasi dan semangat gotong royong bisa melahirkan event yang tetap berkesan meski waktu terbatas,” katanya.
Dieng Culture Festival 2025 siap menjadi ruang pertemuan antara budaya lokal, musik, pelestarian alam, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan semangat “Back to the Culture”, Banjarnegara kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu episentrum budaya pegunungan Jawa.
Penulis : Arief Ferdianto