Banjarnegara, Beritabersatu – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara, terus menggenjot sektor pertanian untuk mendukung target swasembada pangan nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu fokus utama adalah, pengembalian fungsi lahan tidur dan lahan non-produktif menjadi areal persawahan kembali, seiring dengan target Kementerian Pertanian untuk mencapai kemandirian beras nasional pada tahun 2026.
Kepala Dinas Pertanian Banjarnegara, Firman Sapta Ady, mengungkapkan pemkab saat ini sedang melakukan survei alih komoditas di Desa Rakitan, Kecamatan Madukoro.
Survei ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi lahan yang dapat kembali difungsikan sebagai sawah guna mendukung perluasan tanam dan peningkatan produksi padi.
“Kami survei langsung ke lapangan. Tujuannya adalah, mengoptimalkan kembali lahan-lahan yang sebelumnya sawah, tapi kemudian dialihfungsikan, seperti di Rakitan yang dulu ditanami salak. Karena salak tidak lagi menjanjikan, masyarakat mulai tertarik kembali menanam padi,” ujar Firman kepada wartawan, Senin (1/7/2025).
Lebih lanjut Firman menjelaskan, luas baku sawah (LBS) di Banjarnegara saat ini tercatat sebesar 11.320 hektare. Dengan asumsi dua kali musim tanam per tahun, total potensi panen mencapai 22.000 hektare.
Namun pada 2024, berkat adanya intensifikasi dan beberapa wilayah yang sudah menerapkan tiga kali tanam setahun, panen mencapai 25.700 hektare.
Untuk 2025, Kementerian Pertanian menargetkan Banjarnegara dapat meningkatkan luas panen menjadi 27.000 hektare. Ini berarti, daerah harus menambah sekitar 2.000 hektare panen melalui optimalisasi lahan dan peningkatan indeks pertanaman.
“Kalau kita bisa menghidupkan kembali irigasi dan membuka lahan tidur seperti di Rakitan ini, maka bisa ditambahkan sekitar 50 hektare. Itu akan sangat membantu mengurangi beban perluasan di wilayah lain,” ujarnya.
Ia menambahkan, perbaikan sistem irigasi menjadi kunci utama dalam pengembangan lahan sawah, terutama untuk mendukung pertanaman tiga kali setahun yang menjadi target ideal.
Sementara itu, Sekretaris Desa Rakitan, Wiratno, menjelaskan bahwa sebagian besar lahan pertanian di desanya saat ini telah berubah fungsi menjadi kebun salak. Akibat kerusakan irigasi pasca banjir besar delapan tahunan lalu.
“Dulu sekitar 30 hektare sawah, sekarang tinggal 3 hektare saja. Sebagian besar berubah jadi kebun salak. Tapi karena harga salak sekarang tidak stabil dan hasilnya juga menurun, warga mulai berpikir untuk kembali ke padi,” jelas Wiratno.
Ketua Kelompok Tani Suarga Bumi, Bangun, menyebut bahwa petani salak kini mulai mencari alternatif tanaman lain yang lebih menjanjikan.
Menurutnya, berbagai percobaan telah dilakukan, seperti menanam durian, alpukat, kopi, hingga kapulaga, namun hasilnya belum memuaskan karena kendala pasar dan harga.
“Salak makin ke sini makin tidak menjanjikan, usianya sudah tua, kualitas turun. Kami sudah coba berbagai tanaman lain, tapi belum stabil. Sekarang muncul lagi ketertarikan ke padi karena program pemerintah dan tata niaga yang lebih jelas,” kata Bangun.
Kelompoknya menargetkan konversi sekitar 50 hektare lahan salak menjadi sawah. Namun ia menyadari bahwa proses ini harus melalui pendekatan bertahap.
“Petani akan mengikuti kalau ada contoh sukses. Saat ini sudah ada 10 hingga 15 hektare lahan yang siap dialihkan kembali ke sawah, asalkan irigasinya diperbaiki. Akhir tahun ini kami mulai tanam perdana dengan fasilitas seadanya,” tambahnya.
Banjarnegara Sudah Surplus, Tapi Bisa Lebih
Kepala Dinas Pertanian itu juga menjelaskan bahwa secara hitung-hitungan, Banjarnegara sebenarnya telah mencapai swasembada beras.
Dengan jumlah penduduk sekitar 1,04 juta jiwa, kebutuhan beras per tahun mencapai 75 ribu ton. Sementara produksi beras pada 2024 mencapai sekitar 106 ribu ton, yang berarti surplus sekitar 30 ribu ton.
“Kalau target tanam 27 ribu hektare tercapai tahun ini, surplus bisa mencapai 40 ribu ton. Ini bisa berkontribusi ke cadangan pangan nasional,” ujarnya.
Presiden Prabowo menargetkan agar Indonesia bebas dari impor beras pada 2026. Pada 2023 dan 2024, Indonesia masih mengimpor hampir 4 juta ton beras.
“Kami di daerah mendukung program ini dengan cara intensifikasi. Banyak sawah di Banjarnegara yang masih tanam sekali setahun. Itu yang kami pacu agar bisa dua bahkan tiga kali tanam. Daerah seperti Mandiraja dan Purwanegara sudah berhasil, tinggal wilayah marginal yang masih harus dibenahi,” terang Firman.
Dinas Pertanian Banjarnegara kini fokus pada peningkatan indeks pertanaman, bukan hanya memperluas areal tanam. Artinya, lahan eksisting yang selama ini belum optimal akan didorong untuk produksi lebih tinggi melalui perbaikan sarana dan pendampingan teknis kepada petani.
Penulis: Arief Ferdianto