Ruwat Bumi Desa Masaran, Ribuan Warga Arak Puluhan Gunungan Hasil Bumi

0 comments

Banjarnegara, Beritabersatu – Ribuan warga Desa Masaran, Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, memadati jalan-jalan desa untuk mengikuti kirab budaya bertajuk Ruwat Bumi, Jumat (27/6/2025).

Dalam prosesi yang sarat makna ini, warga mengarak 16 gunungan berisi hasil bumi menuju lapangan Desa sebagai simbol rasa syukur atas limpahan hasil panen.

Tradisi ini merupakan bentuk ungkapan syukur masyarakat kepada yang maha kuasa, atas berkah dan rezeki yang diterima selama setahun, khususnya hasil pertanian yang menjadi sumber utama mata pencaharian warga Masaran.

Acara yang digelar bertepatan dengan 1 Sura dalam penanggalan Jawa atau Jumat Kliwon ini, menjadi momentum spiritual, sekaligus sosial budaya yang mempererat kebersamaan antarwarga.

Kepala Desa (Kades) Masaran, Dian Eka Winartiningsih, S.E, menyampaikan bahwa kegiatan Ruwat Bumi ini baru pertama kali diselenggarakan di desa tersebut, dan langsung disambut dengan antusias luar biasa oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Alhamdulillah, ini adalah bentuk rasa syukur masyarakat Desa Masaran atas limpahan hasil bumi yang kami terima. Warga kami mayoritas petani. Maka dari itu, acara ini menjadi wujud harapan agar hasil pertanian ke depan makin melimpah, dan masyarakat senantiasa diberi kesehatan,” ujar Kades Dian.

Menurut Dian, ide mengadakan Ruwat Bumi telah lama diidam-idamkan warga. Di masa kepemimpinannya yang masih baru, ia merasa bersyukur bisa merealisasikan harapan tersebut.

“Ini impian masyarakat yang tertunda bertahun-tahun. Alhamdulillah, sekarang bisa kami wujudkan bersama. Harapan saya, tradisi ini bisa jadi agenda rutin tahunan dan ke depan bisa lebih meriah lagi,” ujarnya.

Gunungan dari Warga, Simbol Semangat Gotong Royong

Dalam tradisi ini, masing-masing RT secara swadaya membuat satu gunungan. Gunungan tersebut terdiri dari berbagai hasil bumi seperti sayur-mayur, buah-buahan, umbi-umbian, hingga padi dan lainya.

Semua hasil bumi itu disusun secara artistik dalam bentuk kerucut yang menjadi simbol kemakmuran dan harapan.

Total terdapat 15 gunungan dari perwakilan RT dan satu gunungan dari pemerintah desa (Pemdes) Masaran.

“Ini luar biasa. Antusias warga begitu besar. Setiap RT membuat gunungan sendiri-sendiri tanpa diminta. Mereka gotong royong, bahkan menyiapkannya berhari-hari. Ini menunjukkan betapa besarnya semangat kebersamaan dan rasa syukur warga Masaran,” kata Dian.

Meskipun tidak dikompetisikan secara formal, pemerintah desa tetap memberikan apresiasi berupa doorprize kepada tiga gunungan terbaik, sebagai bentuk penghargaan atas kreativitas dan usaha warga.

“Kami tidak menjadikan ini sebagai lomba, karena semua gunungan punya nilai dan makna yang sama. Tapi, kami tetap ingin memberi apresiasi agar jadi motivasi untuk lebih semangat lagi di tahun berikutnya,” tambahnya.

Untuk diketahui, acara ini dihadiri langsung oleh anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Dapil 10, anggota DPRD Banjarnegara, Dinkominfo dan lainya.

DPRD Jateng, Dukung Tradisi Ruwat Bumi di Desa Masaran

Tradisi budaya Ruwat Bumi yang digelar oleh Pemdes Masaran, mendapat perhatian dari Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, Daerah Pemilihan (Dapil) 10 dari fraksi PPP, Ja’far Shodiq, S.Hum., M.Hum.

Ja’far menyebut, tradisi Ruwat Bumi ini selaras dengan upaya “nguri-uri kabudayan” atau melestarikan budaya lokal yang mulai tergerus oleh zaman.

“Kalau bukan kita yang jaga budaya sendiri, siapa lagi? Saya sebagai anggota dewan dari dapil sini, tentu siap mendukung dan menjembatani kolaborasi dengan Pemerintah Provinsi,” tegasnya.

Ja’far, yang duduk di Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, mitra komisi dengan Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata juga menyampaikan kabar baik mengenai penguatan kelembagaan dan anggaran kebudayaan di tingkat provinsi.

“Selama ini anggaran kebudayaan sangat kecil karena masih bergabung dalam Dinas Pendidikan, hanya sekitar 0,9 persen dari total anggaran. Tapi tahun ini alhamdulillah, Gubernur bersama DPRD telah menyetujui pembentukan Dinas Kebudayaan yang berdiri sendiri,” ungkapnya.

Dengan pemisahan ini, lanjut Ja’far, anggaran untuk kebudayaan akan jauh lebih besar dan memiliki arah kebijakan yang lebih fokus.

Hal ini diharapkan mampu memberikan dukungan konkret terhadap kegiatan pelestarian budaya di daerah-daerah, termasuk di Banjarnegara.

“Ke depan, potensi seperti Ruwat Bumi ini bisa disinergikan melalui program-program dinas, tidak hanya sebagai kegiatan seremoni, tapi juga menguatkan sektor pariwisata berbasis budaya,” tambahnya.

Politisi PPP itu juga menyoroti pentingnya regenerasi pelaku seni dan budaya lokal. Ia berharap tradisi seperti ini tidak hanya digelar dalam bentuk kirab, tetapi juga diiringi oleh pertunjukan kesenian yang melibatkan anak-anak muda.

“Tadi saya lihat pelaku seninya rata-rata usia 35 tahun ke atas, bahkan ada yang sudah 40 tahun. Ini PR kita semua. Harus ada pelibatan generasi muda secara aktif, supaya grup kesenian tetap hidup dan berkembang,” kata dia.

Menurut Ja’far, dengan adanya dukungan anggaran yang lebih kuat dari provinsi, desa-desa bisa mendapatkan fasilitasi untuk pelatihan, pembentukan sanggar, dan pembinaan komunitas seni budaya sejak usia dini.

Penulis : Arief Ferdianto

You may also like