UNIM Bone Dibikin Panas: Dosen Gagal Fokus, Mahasiswi Jadi Korban

0 comments

UNIM Bone.

Beritabersatu.com, Bone – Kampus seharusnya menjadi rumah kedua bagi mahasiswa tempat belajar, bertumbuh, dan merasa aman. Namun, kenyataan pahit harus dihadapi oleh seorang mahasiswi baru (Maba) Universitas Muhammadiyah (UNIM) Bone, yang diduga menjadi korban pelecehan seksual verbal oleh oknum dosen dengan dalih menjanjikan beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Dugaan ini mengemuka setelah korban memberanikan diri membagikan kronologi peristiwa yang dialaminya, bermula dari proses penerimaan mahasiswa baru gelombang 8 dan 9 pada tahun 2024.

“Awalnya saya kira ini hanya soal administrasi beasiswa. Tapi kemudian dia mengirim pesan-pesan yang membuat saya merasa tidak nyaman dan takut,” ungkap korban yang tidak ingin namanya disebut saat memberikan keterangan pada Rabu, (11/06/2025).

Penolakan korban terhadap ajakan yang tidak pantas tersebut berujung pada tindakan sepihak dirinya dikeluarkan dari grup WhatsApp penerima KIP tanpa alasan yang jelas. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk intimidasi dan penghilangan hak secara tidak sah.

Tak tinggal diam, korban mencoba menyuarakan kasus ini dan mencari keadilan. Namun, respons dari pihak rektorat UNIM Bone justru menambah luka. Dalam keterangan resminya, pihak kampus menyatakan korban tidak pernah melaporkan kasus tersebut kepada Satuan Tugas Anti Kekerasan Seksual (Satgas AKS).

Padahal, menurut pengakuan korban, ia sudah dipanggil dan dimintai keterangan, meski proses tersebut hanya dilakukan oleh Wakil Rektor III tanpa melibatkan Satgas AKS sesuai prosedur.

“Saya merasa suara saya diabaikan. Bukan hanya dilukai oleh oknum dosen, tapi juga dipinggirkan oleh sistem yang seharusnya melindungi saya,” tegas korban.

Ia menegaskan bahwa langkahnya menyuarakan kasus ini bukan untuk menjatuhkan nama institusi, melainkan sebagai bentuk perjuangan agar kampus menjadi ruang yang aman dari segala bentuk pelecehan dan kekerasan seksual.

“Saya hanya ingin kampus jadi tempat yang aman, bukan tempat di mana pelaku dilindungi dan korban dibungkam,” lanjutnya.

Adapun kronologi singkat berdasarkan yang diterima dari korban yakni bermula dari oknum dosen yang mempertanyakan alamat kos korban melalui pesan Whatsapp, kemudian setelah diberitahukan oknum dosen tersebut meminta untuk di sharelock namun mahasiswi mempertanyakan maksud si dosen dan berkata “Mauki Apa Pak?”

Setelah itu, oknum dosen menjawab “bertanya ja dek”, lalu mahasiswi membalas “Banyakka disini pak”, kemudian dengan nada emosi oknum dosen kembali menjawab “Bertanya Jaka Saja Dek Nd Mauja ke Kosmu”.

Karena kesal, oknum dosen ini diduga mengeluarkan mahasiswi dari penerimaan KIP karena kemauanya tidak dituruti oleh mahasiswi tersebut.

Hingga Saat Ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak UNIM Bone terkait dugaan pelanggaran etik oleh oknum dosen maupun klarifikasi terhadap proses penanganan yang dinilai tidak transparan oleh korban.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh institusi pendidikan bahwa menciptakan lingkungan yang aman dan adil bukan sekadar slogan, tetapi kewajiban nyata. Suara korban harus didengar, dan pelaku harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Sebab, di balik gelar akademik dan gedung megah, kampus tetaplah tempat untuk menanamkan nilai keadilan dan kemanusiaan.

” Saya berpikir bahwa birokrat kampus berupaya melindungi oknum dosen tersebut lantas di mana keadilan untuk saya,” tutupnya.

Lapor: Ryan

You may also like