Banjarnegara, Beritabersatu – Petani Kopi asal Kecamatan Bawang, yang juga dikenal sebagai salah satu aktivis di Kabupaten Banjarnegara, Anto Braja, menyoroti kinerja Bupati dan Wakil Bupati Banjarnegara, dr. Amalia Desiana dengan Wakhid Jumali.
Dalam sorotanya, Anto menilai bahwa Bupati dan Wakil Bupati Banjarnegara saat ini, belum terlihat capaian signifikan dalam menjalankan tugasnya.
“Secara saya pribadi, belum melihat perubahan nyata di bawah kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati saat ini. Masyarakat seharusnya sudah mulai merasakan dampak dari kebijakan mereka, tetapi kenyataannya, belum ada hal konkret yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan,” kata Anto kepada wartawan, Senin (9/6).
Sebagaimana diketahui, Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto, melantik para kepala daerah se-Indonesia serentak, termasuk Bupati dan Wakil Bupati Banjarnegara, di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Februari 2025 lalu.
Menurut Anto, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara, hingga saat ini belum menunjukkan arah pembangunan yang terstruktur dan fokus.
Ia juga mempertanyakan, apakah Banjarnegara ingin dikembangkan sebagai kota pertanian, wisata, atau pendidikan?
“Kita belum tahu, mau dibawa ke mana Banjarnegara ini. Identitasnya masih kabur. Ada yang bilang kota pertanian, ada yang ingin jadi kota pariwisata, bahkan ada juga yang mengusulkan jadi kota pelajar. Tapi semuanya belum tampak dalam kebijakan yang terarah,” ungkapnya.
Ia menegaskan, pembangunan harus dimulai dari penentuan arah dan prioritas yang jelas. Hal ini penting agar kebijakan tidak berjalan setengah-setengah.
Jaringan Politik dan Kekuasaan
Lebih jauh, Anto menyinggung soal segelintir kelompok atau “jaringan” yang memiliki kepentingan dalam penguasaan sumber daya dan pengambilan kebijakan.
“Banjarnegara ini seperti dikuasai oleh sejumlah jaringan dan kelompok elit. Sementara, masyarakat luas hanya dijadikan objek politik setiap lima tahun sekali,” ujar Anto.
Ia mengaku prihatin dengan siklus politik di Kabupaten Banjarnegara, yang menurutnya, hanya dibutuhkan saat masa-masa Pemilu.
Setelah pesta demokrasi usai, ungkapnya, suara masyarakat justru cenderung dibungkam atau dianggap tidak layak untuk bersuara.
“Setiap lima tahun, suara rakyat diburu. Tapi setelah itu, jika masyarakat ingin menyampaikan kritik, langsung dibalas dengan narasi yang merendahkan, seperti ‘urus dirimu sendiri dulu, baru bicara soal negara.’ Ini sangat menyakitkan, karena kritik seharusnya dijadikan masukan,” tegasnya.
Banjarnegara dan Tantangan di Sektor Pertanian
Sebagai seorang petani, Anto memberikan catatan khusus pada sektor pertanian yang menurutnya belum menjadi perhatian utama pemerintah daerah.
Ia menilai, Banjarnegara selama ini gagal dalam mengembangkan infrastruktur pendukung pertanian, seperti jaringan irigasi dan akses jalan usaha tani.
“Kalau Banjarnegara memang ingin jadi kota pertanian, ya seharusnya bangun irigasinya dulu. Jangan hanya memperbaiki jalan utama, sementara, saluran irigasi masih menggunakan peninggalan jaman Belanda,” ujarnya.
Menurutnya, pembangunan sektor pertanian tidak cukup hanya dengan memperbaiki jalan. Pemerintah Banjarnegara harus menyiapkan seluruh rantai pendukung, mulai dari air, pupuk, akses pemasaran, hingga perlindungan harga hasil panen petani.
“Petani butuh jalan usaha tani, butuh air, dan pasar. Tapi yang dibangun justru masih sporadis. Padahal, Banjarnegara punya Sungai Serayu yang luar biasa. Kenapa tidak dikelola dengan baik? Sungai bisa dimanfaatkan untuk irigasi, ekowisata, hingga perikanan air tawar,” paparnya.
Anto juga menyoroti latar belakang Bupati Banjarnegara, dr. Amalia Desiana, yang berasal dari dunia kesehatan.
Ia mempertanyakan efektivitas kepemimpinan seorang dokter dalam menangani pembangunan lintas sektor, khususnya infrastruktur dan pertanian.
“Mbak Amel itu dokter. Jadi kalau memang mau fokus di bidang kesehatan, perjelas saja programnya. Tapi kalau ingin bangun infrastruktur, ya harus didukung dengan tim yang kuat dan ahli di bidang itu. Jangan sampai ragu mengambil keputusan,” ujarnya.
Selain itu, Anto menilai bahwa komunikasi publik yang dibangun oleh pemerintah daerah cenderung simbolik dan kurang substansial. Ia mengkritik penggunaan media sosial seperti TikTok yang masih digencarkan bak pasca kampanye.
“Kalau kampanye lewat TikTok sih tidak masalah. Tapi sekarang masa kampanye sudah selesai. Waktunya bekerja. Tidak perlu lagi promosi di media sosial. Fokus saja ke 10 program unggulan yang dulu dijanjikan,” ucapnya.
Anto mengaku sempat memberikan dukungan kepada pasangan Amalia–Wakhid dalam Pilkada 2024, karena pilihan yang tersedia terbatas.
Namun sebagai warga yang menggunakan hak pilih, ia merasa berhak untuk menyampaikan kritik jika ada yang tidak berjalan sesuai harapan.
“Saya memilih mereka (Amalia-Wakhid), karena waktu itu cuma ada dua pilihan paslon. Tapi karena sudah memilih, saya juga berhak mengawasi dan mengkritisi,” gerutunya.
Sepertu diketahui, Pemkab Banjarnegara di era kepemimpinan dr. Amalia Desiana dan Wakhid Jumali, telah menjalankan kinerjanya sebagai Bupati dan Wakil Bupati Banjarnegara, diantaranya adalah Job Fair, Sapa Sehati, Sunatan Masal, Huntap, Operasi Katarak gratis dan lain sebagainya.
Kritik yang diungkapkan oleh Anto Braja tersebut, merupakan bentuk kepedulian dirinya terhadap Banjarnegara dan kepala daerah yang didukung dimasa Pemilu.
Oleh sebab itu, Anto berharap sumber daya di Kabupaten Banjarnegara, dapat dikelola dengan baik serta pelayanan publik merata untuk semua warga, demi terciptanya Banjarnegara Maju dan Sejahtera,” pungkasnya.
Penulis: Arief Ferdianto