BERITABERSATU.COM, SINJAI – Kuasa hukum dr. Syamsiah, Sulthani, mengungkapkan dugaan kongkalikong dalam penanganan laporan dugaan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami kliennya. Laporan tersebut diajukan atas nama korban, Syamsiah, terhadap suaminya yang berinisial MR, berdasarkan laporan polisi Nomor: LP/39/I/2024/SPKT/Polrestabes Makassar/Polda Sulsel tanggal 5 Januari 2024.
Sulthani menyatakan bahwa proses penyerahan tahap II kepada kejaksaan mengalami kejanggalan, karena dilakukan tanpa disertakan terlapor. Padahal, terlapor disaksikan oleh kliennya sedang berada di rumah yang seharusnya adalah rumah kliennya karena pemberian mahar, di Komp. Graha Modern, Jalan Sultan Alauddin, Makassar. “Entah apa dasar dan alasan oknum polisi melakukan penyerahan tahap II kepada kejaksaan tanpa disertakan terlapor, sementara terlapor disaksikan klien kami sedang berada di rumah,” ungkap Sulthani, selasa (21/1/2025)
Ia juga mempertanyakan dasar dan alasan pihak kejaksaan mengembalikan berkas kepada pihak polisi. Menurut Sulthani, ada dugaan persekongkolan untuk memback up terlapor, karena oknum penyidik PPA menyatakan harus dilakukan SPPD baru. “Kalau alasan terlapor lagi melaut jadi tidak bisa dihadirkan, sehingga hemat kami dugaan akal-akalan tidak berdasar hukum,” tambahnya.
Sulthani menegaskan bahwa jika dugaan persekongkolan jahat sudah terjadi dalam proses penegakan hukum, maka kejahatan bisa terjadi karena peluang diberikan oleh oknum penegak hukum itu sendiri. “Kami mendesak agar laporan kami tetap dilanjutkan dan tidak dilakukan SPPD baru, karena tidak jelas dasar hukumnya apa? Penyidik harus tetap menyerahkan berkas bersama tersangka kembali kepada pihak jaksa, dan jika pun jaksa mengembalikkan berkas tentu dengan petunjuk. Karena itu tindak jaksa tidak etis jika berkas sudah lengkap kemudian diindikasi mengakali agar tidak terjadi pelimpahan berkas dan tersangka,” tegasnya.
Ia juga mengkritik kurangnya empati dari oknum penyidik dan oknum jaksa terhadap korban yang harusnya dilindungi karena mengalami luka saat peristiwa KDRT.
“Kalau alasan terlapor selalu melaut maka lebih baik kita lakukan saja tindak kekerasan dalam rumah tangga, karena terdapat celah hukum dan atau alasan yang bisa menghindar dari proses hukum pidana, yakni “pergi melaut” pungkas Sulthani. (**)