Beritabersatu.com, Blitar – Maraknya peredaran minimarket jaringan di Kota Blitar dinilai semakin menggerus eksistensi UMKM lokal. Ditambah lagi, kini jumlahnya terus meningkat bahkan banyak diantaranya yang tak berizin.
Ironisnya, tak sedikit dari minimarket jaringan di Kota Blitar yang menyamarkan nama demi mengakali aturan. Padahal, ditengarai mereka masih tergabung dalam satu jaringan yang sama.
Permasalahan ini pun menjadi sorotan legislatif. Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Blitar Guntur Pamungkas jadi yang paling lantang menyuarakannya. Argumen Guntur kongkret, dirinya mengacu pada Perda No 1 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.
“Hanya boleh ada 22 minimarket jaringan. Itu pun sudah ditentukan jaraknya. Tapi, dikemudian hari, minimarket jaringan ini buka dimana-mana dan melakukan manipulasi dengan menyamarkan nama mereka, padahal itu masih dalam satu manajemen,” tegas Guntur saat diwawancarai usai rapat gabungan DPRD Kota Blitar yang juga membahas permasalahan ini, Selasa (14/1/2025).
Menurut laporan yang masuk ke Komisi III, sampai hari ini terdapat 11 minimarket jaringan di Kota Blitar yang tak punya izin. Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah, jika tidak ada tindakan tegas dari Pemkot Blitar.
“Kami mendesak dinas terkait untuk bertindak tegas, dalam hal ini memberhentikan sementara toko-toko modern yang tak berizin. Beberapa contohnya seperti di Jalan Mahakam, Ciliwung dan Veteran,” beber politikus muda PPP ini.
Hal ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Pemkot Blitar. Dalam persoalan ini, keberpihakan Pemkot Blitar terhadap UMKM lokal pun sedang diuji. Pasalnya, keberadaan minimarket jaringan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lokal dan menjadi wadah bagi produk UMKM. Nyatanya hal itu masih belum terwujud.
“Di dalam Perda juga sudah tertera, 70% pegawai dari toko-toko modern tersebut harus diambil dari warga lokal. Nyatanya, warga lokal yang bekerja disitu hanya sedikit. Lalu mereka juga harus memberikan tempat bagi produk-produk UMKM. Kenyataannya produk UMKM mau masuk ke toko modern itu juga susah,” ujarnya.
Menyikapi hal ini, parlemen pun memberikan tegat waktu hingga Maret 2025 bagi Pemkot menyelesaikan permasalahan tersebut. Sikap tegas dari legislatif ini bukan tanpa alasan, tabiat para pelaku usaha besar yang sering mengabaikan perizinan menjadi masalah tersendiri.
“Kami bukan bermaksud menghalangi investasi, tapi harus izin harus dilengkapi dulu. Bahkan, ada yang sudah buka dari 2022, tapi baru mengajukan izin sekarang. Ini sudah ada yang mau buka lagi, 5 pengajuan izin baru. Tapi Komisi III menolak, harus diselesaikan dulu masalah ini. Dalam hal ini, pemerintah sendiri juga harus berbenah,” pungkas Guntur. (Zan)