PEMALANG,BB—Beredar hasil survei hoax menampilkan presentase elektabilitas pasangan calon bupati dan wakil bupati pada Pilkada Pemalang 2024.
Salah satu akun Instagram vickyprasetyo777 mengunggah menarasikan bahwa survei dibuat oleh Lembaga Survei Indonesia atau LSI.
Dalam unggahan di akun Instagram itu, hasil survei menampilkan elektabilitas pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1, Vicky-Suwendi cenderung jauh lebih unggul dibandingkan dua paslon lainnya.
Unggahan menampilkan paslon nomor urut 1 Vicky Prasetyo – Mochammad Suwendi unggul dengan elektabilitas 57,4 persen. Sementara pasangan nomor urut 2, Mansur Hidayat – Mohamad Bobby Dewantara pada angka 23,9 persen diikuti paslon nomor urut 3 Anom Widiyantoro – Nurkholes sebesar 15,3 persen. Responden yang menyatakan tidak tahu atau rahasia sebesar 3,4 persen.
Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum, Imam Subyanto, SH, MH menanggapi adanya penyebaran hoax hasil survei yang diduga disebarkan oleh akun Instagram vickyorastyo777.
“Dengan mengacu pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya terkait penyebaran informasi palsu dan pencemaran nama baik,” ujar Imam Subyanto kepada dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/10/2024).
Dia mengatakan, ada beberapa point penting dari sudut pandangan hukum terhadap pelanggaran undang-undang ITE atau penyebaran berita hoaks dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Khususnya Pasal 28 ayat (1) yang menyebutkan larangan penyebaran berita bohong yang menimbulkan keresahan di masyarakat. Pelaku dapat diancam dengan pidana penjara hingga enam tahun dan denda hingga Rp 1 miliar,” kata Imam.
“Hoaks yang menuduh pihak tertentu tanpa bukti sah dapat dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap ketertiban informasi publik,” sambungnya.
Jika hoaks tersebut mengarah pada pencemaran nama baik lembaga survei atau individu tertentu, maka mereka dapat mengajukan gugatan hukum berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE atau Pasal 310 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
“Tuduhan tak berdasar yang mencoreng reputasi lembaga survei bisa membawa konsekuensi hukum bagi pihak yang menyebarkan informasi tanpa verifikasi,” ujarnya.
Menurutnya, hak untuk klarifikasi dan bantahan dalam kasus ini, pihak lembaga survei atau kubu pasangan calon yang merasa dirugikan memiliki hak untuk melakukan klarifikasi dan bantahan atas berita hoaks tersebut.
“Mereka dapat mengeluarkan pernyataan resmi atau menempuh jalur hukum untuk menuntut pertanggungjawaban atas penyebaran informasi yang merusak kredibilitas,” kata dia.
Selain itu, tanggung jawab etis dan legal media atau pihak yang menyebarkan hoaks juga dapat dimintai pertanggungjawaban.
“Menurut pasal 5 undang-undang Pers, setiap berita yang disampaikan kepada publik harus melalui proses verifikasi yang ketat. Jika media terlibat dalam penyebaran hoaks, mereka dapat dikenakan sanksi etika jurnalistik dan juga tuntutan hukum,” terangnya.
Dirinya menekankan bahwa hukum ada untuk menjaga ketertiban sosial dan memastikan bahwa proses demokrasi berlangsung dengan adil. Penyebaran hoaks tidak hanya merusak kredibilitas individu atau lembaga, tetapi juga mengganggu tatanan hukum dan demokrasi yang sehat.
“Semua pihak harus menghormati hukum dan menghindari penyebaran informasi yang tidak benar,” ujarnya.
“Saya mengajak masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi, dan jika menemukan berita yang meragukan, segera laporkan kepada pihak berwenang agar proses hukum bisa berjalan dengan baik,” tandasnya.(usm)