SINJAI, BB — Pengelolaan Dana stunting bersumber dari Dana Insentif Fiskal (DIF) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, dinilai tidak tepat sasaran.
Pasalnya, reward DIF besarannya mencapai miliaran rupiah dalam rangka penanganan/penurunan stunting yang diserahkan oleh Wakil Presiden RI tahun 2023 lalu itu, terkesan belum maksimal untuk menekan angka stunting.
Seperti di Dinas Kesehatan Sinjai misalnya mengelola anggaran senilai Rp1,7 miliar untuk penanganan stunting tahun 2023. Namun, anggaran sebesar itu berbanding terbalik dengan pencapaian angka stunting yang tersebar di sembilan kecamatan.
Bagaimana tidak, berdasarkan hasil Survey Kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, prevalensi Stunting di Kabupaten Sinjai menyentuh posisi 33,5 persen. Angka ini mengalami kenaikan sekitar 4,1 persen dari tahun 2022 yang berada di posisi 29,4 persen.
Berdasarkan data tersebut, Sudirman yang juga aktivis mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Sinjai menilai intervensi stunting yang dilakukan Dinas Kesehatan dinilai tidak maksimal. Apalagi, dilihat dari jumlah anggaran yang dikelola sangat besar sementara hasil yang dicapai justru mengalami peningkatan.
“Kami mempertanyakan penggunaan anggaran besar itu karena tidak memberikan efek terhadap prevalensi stunting di Sinjai, ini harus diusut oleh Aparat Penegak Hukum,” tegas aktivis Universitas Muhammadiyah Sinjai, Sudirman, Senin (5/8/2024)
Kepala Dinas Kesehatan Sinjai, Emmy Kartahara Malik, yang dikonfirmasi membenarkan pihaknya menerima anggaran Rp1,7 miliar Dana Insentif Fiskal (DIF), namun kata Dia, anggaran itu hanya mampu direaliasasikan sekitar Rp1,6 miliar. Alasan keterbatasan waktu penggunaan anggaran menjadi kendala.
Adapun anggaran Rp1,7 miliar itu digunakan Dinkes Sinjai, untuk membiayai program penanganan stunting. Antara lain, pengadaan vitamin dan susu balita senilai Rp1,05 miliar, pengadaan vitamin dan susu ibu hamil Rp631 juta.
Lalu, pengadaan bahan kegawatdaruratan ambulans perairan Rp442.750 dan belanja modal alat kedokteran umum alat kegawatdaruratan ambulans perairan senilai Rp63,8 juta
“Sudah mepet waktunya di akhir tahun 2023 sehingga tidak bisa kami belanjakan 100 persen dan kami kembalikan ke kas daerah,” jelasnya.
Sementara, terkait angka prevalensi stunting yang mengalami peningkatan berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), dia membenarkan data tersebut. Namun, dalam penanganan stunting, pihaknya juga memiliki data tersendiri melalui Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh petugas kesehatan puskesmas, angka stunting diperoleh menyentuh angka 6,4 persen pada pengukuran bulan Februari 2024. Kemudian dilakukan pengukuran kembali pada bulan Juni, meningkat menjadi 6,8 persen.
“Ada dua sumber data prevalensi stunting, makanya waktu pertemuan dengan Kementerian Kesehatan RI, mereka pusing mau pakai data yang mana untuk melakukan intervensi,” kuncinya.
Kendati ada dua sember data yang berbeda, namun data stunting di Sinjai periode Februari-Juni 2024, baik dari data SKI dan e-PPGBM, masing – masing mengalami kenaikan. (**)