BANTAENG, BB – Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan, Dra. Hj. Andi Ritamariani, M.Pd mengatakan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif yaitu saat bayi lahir hingga usia enam bulan dapat meningkatkan kekebalan tubuh serta mencegah terjadinya Stunting pada bayi.
Hal ini disampaikan beliau saat memberikan edukasi pencegahan Stunting kepada masyarakat di Kelurahan Lembang, Kec. Bantaeng, Kab. Bantaeng pada kegiatan Edukasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Program Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Kerja Komisi IX DPR RI, Minggu (20/11/2022)
“ASI ekslusif artinya bayi tidak mendapat asupan lainnya selain ASI, selain itu kandungan gizi dalam ASI paling lengkap dan paling sesuai dengan perut bayi yang kecil dan sensitif. Itulah mengapa, dengan memberikan ASI sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi di bawah usia enam bulan,” ujar Andi Rita.
Dijelaskan pemberian ASI eksklusif secara maksimal hingga usia bayi enam bulan menjadi salah satu cara mencegah stunting yang efektif. Dampak lain dari pemberian ASI Ekslusif adalah tumbuh kembang bayi lebih optimal, anak tidak mudah sakit di masa pertumbuhannya karena ASI mengandung antibodi yang berperan mencegah infeksi penyakit.
“Berikan ASI pertama yang keluar berwarna kekuningan saat pertama kali menyusui, jangan dibuang karena ini banyak manfaatnya, selain mengadung antibodi yang dapat mencegah bayi terserang berbagai penyakit. Selain itu, dengan memberikan ASI dapat meningkatkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi,” ujar Andi Rita.
Andi Rita menjelaskan saat ini angka Stunting di Sulsel terhitung masih cukup tinggi, berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 angka prevalensi Stunting sulsel yaitu 27,4 persen di atas nasional yaitu 24,4 persen.
“Artinya dari 100 anak yang lahir di Sulawesi Selatan, 27 anak diantaranya adalah anak Stunting, sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menetapkan batas toleransi Stunting suatu negara hanya 20 persen, untuk itu Bapak Presiden menargetkan pada tahun 2024 Stunting dapat diturunkan menjadi 14 persen,” ungkap Andi Rita
Lebih lanjut dijelaskan, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting (PPS), mengamanatkan BKKBN sebagai Koordinator Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia.
Dalam penanganan Stunting dilakukan melalui pendekatan keluarga, fokus pada pencegahan terjadinya Stunting baru dimulai dari hulu dengan melakukan pendampingan kepada remaja sebagai calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas dan menyusui serta anak usia dibawah 2 tahun.
“Saat ini telah terbentuk Tim Pendamping Keluarga diseluruh desa kelurahan, jumlahnya 6.682 tim terdiri dari Bidan, Kader PKK, dan Kader KB, jadi totalnya berjumlah 20.046 orang,” ungkap Andi Rita.
Disebutkan TPK nantinya akan melakukan pendampingan terhadap keluarga berisiko stunting melalui kegiatan penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi pemberiaan bantuan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan akses informasi dan pelayanan kepada keluarga beresiko stunting seperti ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0 – 59 bulan, serta calon pengantin melalui pendampingan 3 (tiga) bulan pranikah sebagai bagian dari deteksi dini dan pencegahan faktor risiko stunting.
Anggota Komisi IX DPR RI Aliyah Mustika Ilham mengatakan program Percepatan Penurunan Stunting (PPS) telah menjadi program prioritas nasional, dimana penanganannya harus dilakukan secara sama-sama lewat kegiatan kolaboratif lintas sektor.
“BKKBN merupakan mitra dari Komisi IX DPR RI dimana bidang tugasnya meliputi kesehatan, selain itu juga bermitra dengan kementerian kesehatan, BPOM, BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” ujar Aliyah.
Aliyah mengatakan Komisi IX mendukung upaya percepatan penurunan stunting dengan mengalokasi bantuan makan tambahan gizi kepada keluarga berisiko stunting, seperti susu, paket penambah gizi dan tablet tambah darah bagi remaja.
“Jika tidak ditangani dengan segera, Stunting menjadi ancaman bagi bangsa, karena anak yang lahir di hari ini menjadi aset pembangunan bangsa di masa depan,” ujar Aliyah.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Bantaeng, Abdul Rasyid mengatakan Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh dan kembang pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terlihat dari tinggi badan anak berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.
“Anak pendek belum tentu Stunting, tetapi anak stunting sudah tentu pendek, hal ini bisa terjadi karena memang anak tersebut pendek karena genetik tetapi tidak Stunting,” ujar Rasyid.
Ia menambahkan jika anak Stunting bukan hanya terhambat pertumbuhan badannya saja, namun pertumbuhan otaknya juga terhambat sehingga menurunkan kecerdasannya anak yang berdampak pada menurunnya prestasi di sekolah.
“Anak Stunting akan sulit belajar, sulit berkonsentrasi selain itu akan mudah terserang penyakiy metabolic seperti diabetes, hipertensi dan penyakit lainnya,” ujar Rasyid.
Rasyid mengatakan Stunting kurangnya asupan gizi anak baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas disebabkan faktor ekonomi orang tua ataupun kurang pengetahuannya keluarga terkait pola asuh dan pola makan yang baik. (*/ril)