MAKASSAR, BB — Hasil gelar perkara kasus dugaan pidana pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu yang dilaporkannya ke Polda Sulsel dengan nomor laporan yang terlampir LP/B/233/1/IX/SPKT POLDA SULSEL tanggal 14 September 2021. Tim Penyelidik Subdit Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Sulsel menyimpulkan perkara yang dimaksud belum ditemukan bukti adanya dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHPidana dan atau Pasal 264 KUHPidana.
Dengan demikian hasil gelar perkara Tim Penyelidik Subdit Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Sulsel sangat disayangkan oleh Ahli waris Almarhum Rahimi bin Salle, Nasaruddin Daeng Sila melalui Tim Pendamping Hukumnya, H. Jamaluddin Cs.
“Kami sebagai kuasa pendamping ahli waris Almarhum Rahimin tentu sangat menyangkan hasil gelar perkara kasus ini dan kedepannya kami berencana akan menempuh langkah-langkah hukum tegas diantaranya kemungkinan akan melakukan upaya praperadilan,” kata H. Jamaluddin saat memberikan keterangan pers, Rabu (9/2/2022)
Dikatakan, dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu yang dilaporkan kliennya itu cukup jelas didukung oleh sejumlah alat bukti. Disebutkan bukti tersebut adanya dukungan surat keterangan Lurah Pai yang saat itu dijabat oleh Jabbar yang menyatakan objek lahan kliennya terdaftar dalam buku F dan buku C.
“Surat keterangan lurah saat itu cukup jelas bahwa objek lahan yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan KM. 16, Kecamatan Biringkanayya Makassar yang tepatnya seluas 0,30 Ha masih terdaftar atas nama orangtua klien kami, Almarhum Rahimi Bin Salle. Tapi kok belakangan dikuasai oleh orang lain dalam hal ini terlapor inisial M,” terang H. Jamaluddin.
Kendati demikian mengaku terkejut dengan sikap penyelidik yang menghentikan penyelidikan (A2) kasus yang dilaporkan kliennya dengan alasan tidak ditemukan bukti adanya dugaan pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu keterkaitannya dengan objek lahan seluas 0,30 Ha yang jelas-jelas merupakan milik kliennya berdasarkan rincik Nomor 157 Kohir 425 C1 Persil 26 DII.
“Masalah ini ada pada keterangan Lurah Pai saat itu dijabat oleh Jabbar yang tiba-tiba berubah sementara awalnya menyatakan bahwa objek lahan Almarhum Rahimin terdaftar dalam buku F dan buku C. Kami telusuri keterangan Lurah Jabbar berubah setelah adanya dugaan tekanan waktu itu dari seorang oknum penyelidik inisial AB. Sehingga lurah yang bersangkutan merubah pernyataannya,” ungkap H. Jamaluddin.
Ia dengan tegas tidak akan tinggal diam menyikapi permasalahan yang dihadapi kliennya dalam hal ini ahli waris Almarhum Rahimi Bin Salle, Nasaruddin Daeng Sila memperjuangkan haknya atas objek lahan seluas 0,30 Ha yang merupakan warisan ayahnya, Almarhum Rahimi Bin Salle tersebut.
“Kami Tim Pendamping Hukum ahli waris akan melakukan sesuatu yakni menguasai objek lahan kembali sesuai dengan dasar hukum kami dengan hak kepemilikan,” tegas H. Jamaluddin.
Ia mengungkapkan, putusan perdata yang dimenangkan oleh terlapor, inisial M atas objek lahan seluas 0,27 Ha baik ditingkat PN Makassar hingga tingkat banding sebelumnya itu tak masalah. Bahkan, pihak ahli waris Rahimi Bin Salle membenarkan putusan perdata tersebut.
“Tapi tidak untuk objek lahan seluas 0,30 Ha yang letaknya di depan lahan yang dimenangkan oleh terlapor dalam gugatan perdata melawan kliennya sebelumnya. Jadi objek lahan ini ada dua. Satu luasannya 0,30 Ha yang terletak di depan dan satunya lagi luasnya 0,27 Ha yang letaknya di belakang. Dalam putusan perdata baik di tingkat PN hingga banding kan cukup jelas bahwa terlapor dugaan pemalsuan surat inisial M yang saat itu bertindak selaku tergugat hanya memenangkan lahan seluas 0,27 Ha karena memang historinya lahan itu ia beli dari saudara Almarhum Rahimi Bin Salle yang bernama, Tjolleng Bin Salle,” terang H. Jamaluddin.
Ia menuturkan bahwa ada yang aneh ketika terlapor dugaan pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu inisial M itu turut mengklaim objek lahan seluas 0,30 Ha yang jelas posisinya berbeda dengan lokasi yang dimenangkannya dalam gugatan perdata yang luasannya 0,27 Ha dengan berdasarkan putusan perdata baik ditingkat PN maupun banding.
“Peradilan gugatan perdata yang dimenangkan inisial M yang saat itu bertindak sebagai tergugat betul telah menangkan objek lahan 0,27 Ha. Karena hak kepemilikan yang dibelinya dari saudara Almarhum Rahimi Bin Salle dan itu kami benarkan. Tapi kenapa dia (inisial M) mau mengambil lokasi yang di depan. Inilah praktik-praktik dugaan oknum mafia tanah,” tutur H. Jamaluddin.
Bahkan saudara Almarhum Rahimi bernama Tjolleng kata dia. Itu sudah membuat pernyataan bahwa tanah yang 0.30 Ha sama sekali tidak pernah dia jual kepada inisial M dan telah ditembusi kepada semua instansi yang terkait.
“Ini tentu pernyataan yang sangat kuat dari Tjolleng namun dasar dugaan mafia tanah dan mafia hukum sudah menyatu untuk merampas hak kepemilikan Almarhum Rahimi,” katanya.
Sementara itu Tim Pendamping Hukum ahli waris Almarhum Rahimi Bin Salle lainnya, S. Amirullah mengungkapkan, lokasi objek lahan yang berada di depan Mapolda Sulsel yang terdapat papan bicara tercantum nama inisial M itu sebenarnya bermula saat semasa hidup Almarhum Rahimi membawa rincik ke Kantor Lurah.
“Amirullah membawa teman mendampingi Almarhum Rahimi mengkroscek kebenaran rincik yang dimaksud. Setibanya di Kantor Lurah Pai Kecamatan Biringkanayya saat itu, ia kemudian diperlihatkan buku C dan buku F oleh Lurah yang saya itu dijabat oleh Jabbar. Nah Lurah Jabbar membenarkan rincik atas objek lahan yang dimaksud. Dan saya waktu itu juga meminta kepada lurah untuk membuat surat pernyataan bahwa benar rincik ini benar terdaftar. Maka dibuatkanlah oleh Lurah Jabbar,” jelas S Amirul LM ah menceritakan.
Ia melanjutkan, usai mendapatkan penjelasan Lurah Jabbar saat itu, Almarhum Rahimi kemudian datang ke lahan yang dimaksud sekaligus membersihkan lahan tersebut bahkan sempat membangun sebuah pondokan.
“Tidak berselang lama, almarhum dilapor ke Polda Sulsel oleh insial M terkait penyerobotan dan kasusnya dinyatakan lengkap (P21) oleh jaksa. Dan kala itu almarhum dihukum pidana percobaan, kalau tidak salah 3 bulan,” tutur Amirullah. Jadi kalau menurut saya, ini penyerobotan tanda tanya,” tutur Amirullah menambahkan
Setelah menjalani hukuman percobaan dalam kasus penyerobotan lahan yang dilaporkan oleh inisial M tersebut, Almarhum kemudian meminta bantuan kepada Amirullah untuk kembali memperjuangkan hak kepemilikan atas lahannya yang dimaksud.
“Setelah itu saya mencari tahu kembali. Ternyata mereka mengajukan gugatan perdata. Yang ajukan perdata adalah Almarhum Rahimin melalui kuasa hukumnya. Putusan perdata itu dimenangkan oleh pihak tergugat (inisial M). Tapi yang dimenangkan adalah objek yang di belakang seluas 0,27 Ha . Jadi ceritanya ini ada dua objek, satu di belakang dan satu lagi di depan. Nah di depan itu luasnya 0,30 Ha sementara di belakang luasnya 0,27 Ha,” ungkap Amirullah.
Objek lahan di belakang itu, lanjut Amirullah, murni dijual oleh saudara Almarhum Rahimin yang bernama Tjolleng. Saudaranya Almarhum Rahimi ini mengaku tidak pernah menjual tanah kakaknya, Almarhum Rahimi yang luasnya 0,30 Ha.
“Tapi sayangnya selama ini kaitannya dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu yang dilaporkan ahli waris Almarhum Rahimi, Tjolleng ini tidak pernah dilibatkan sebagai saksi oleh penyidik. Saya tidak tahu alasan penyidik. Termasuk Lurah Pai saat itu bernama Jabbar,” tutur Amirullah.
Demikian juga dalam putusan perdata yang ada, di mana kata Amirullah, dalam putusan baik ditingkat PN hingga tingkat banding yang telah dimenangkan oleh inisial M atas objek lahan seluas 0,27 Ha.
“Kita tidak pernah mempermasalahkan putusan pengadilan. Tapi kami mempermasalahkan yang objek seluas 0,30 Ha ini, apa hubungan hukumnya. Nah hubungan hukumnya ini yang tidak pernah ditampilkan,” beber Amirullah.
Anehnya lagi, lanjut Amirullah, dugaan pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu yang dilaporkan ahli waris Almarhum Rahimi di Polda Sulsel di mana terlapor adalah inisial M, setelah diselidiki oleh Polda Sulsel malah kembali dihentikan (A2) dengan alasan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak cukup alat bukti.
“Semakin aneh karena alasan A2 kasusnya termasuk pelapor diperintahkan untuk mencari akta jual beli yang digunakan terlapor inisial M. Mana mungkin seorang pelapor mencari barang bukti itu, sedangkan tidak pernah menjual. Seharusnya penyidik yang mendalami ini. Kenapa terlapor inisial M bisa kuasai lahan 0,30 Ha ini?. Tapi yah nyatanya ini tidak dilakukan oleh penyidik. Seharusnya ini tidak bertele-tele kalau penyidik mau melakukan. Nah apa bisa terjadi ada satu akte menjadi dua sertifikat. Ini patut diduga perbuatan mantan Lurah Jabbar,” lanjut Amirullah. (***)