Mengingat tingkat kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Bahkan tertinggi di Asia Pasifik atau sebesar 2,3 persen, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta sekolah agar tak memaksakan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka.
“Kalau bagi KPAI, yang pertama adalah hak hidup untuk anak, yang kedua hak sehat dan yang ketiga baru hak pendidikan,” kata Komisioner KPAI RI, Retno Listyarti saat meninjau uji coba KBM tatap muka di SMPN 4 Solo, Selasa (10/11).
Menurut dia, orang tua tidak perlu khawatir jika putra putrinya tidak memenuhi kompetensi. Karena kondisi tersebut juga dialami oleh anak-anak di seluruh dunia.
“Yang penting dia masih tetap hidup, dan tetap sehat. Kalau masih hidup ketertinggalannya bisa dikejar. Tapi kalau kita memaksakan, lalu anak terjadi penularan Covid-19 dan sekolah menjadi klaster, kan korbannya terlalu banyak,” ujarnya.
Indonesia sudah terlalu tinggi ini angka kematian terhadap anak, 2,3 persen dari yang terkonfirmasi. Itu tertinggi se Asia Pasifik.
“Di Eropa saja, dari 25 negara yang ada, tingkat kematiannya hanya 0,03 persen dari jumlah anak yang terkonfirmasi Covid-19” tambah dia.
“Kita tidak mau sekolah jadi kelas terbaru. Jadi yang penting adalah persiapan,” tegasnya.
Retno menambahkan, hingga saat ini pihaknya sudah mengunjungi 46 sekolah di tanah air untuk melihat kesiapan sekolah menjelang KBM tatap muka. Setiap kabupaten/kota, KPAI hanya mendatangi dua sekolah. Dengan tujuan agar sekolah tersebut menularkan kepada sekolah yang lain yang tidak didatangi.
“Jadi memang ada 5 siap sebelum membuka sekolah. Pertama daerahnya siap, sekolahnya siap, gurunya siap, orang tuanya siap, kelima siswanya siap. Kalau diantara 5 ini ada yang tidak siap, maka ditunda. Lagi kalau tidak siap nya berada pada ranah anak,” tutupnya. (**)