Covid-19, Dilematis Kesehatan dan Ekonomi, Manakah Yang Perlu di Selamatkan?

0 comments

Oleh : Zulfikran

Sekretaris Bidang Organisasi PC IMM Kota Makassar

Virus Corona atau Covid-19 hari ini masih menjadi trending topik dalam perbincangan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Sejak dinyatakan sebagai pendemi atau wabah global oleh WHO, berbagai kritikan, saran dan solusi dilontarkan oleh masyarat baik dikalangan akademisi, Mahasiswa, Politisi, ulama hingga ibu rumah tangga turut angkat bicara terkait virus ini.

Virus Corona telah menjangkit lebih dari 199 negara. Di Indonesia sendiri pasien semakin bertambah setiap hari, dan diperikirakan jumlah kasus ini akan terus bertambah dan membludak serta akan sulit ditangani dikemudian hari jika melihat presentase masyarakat yang terpapar setiap harinya dan ini akan menjadi skenario terburuk jika pemerintah tidak mengambil sikap tegas dalam menangani kasus ini.

Alih-alih bersikap tegas, namun sepertinya pemerintah sedang dilema dalam menentukan solusi yang paling mujarab dalam menangani kasus ini, sebab disisi lain harus menyelamatkan jutaan nyawa rakyatnya dan disisi lain pula perlu untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi yang diporak poranda akibat virus corona.
Diketahui perekonomian dan perdagangan global tengah anjlok drastis dan berimbas pula dengan perekonomian disejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia. Diprediksi pertumbuhan ekonomi global akan terus melambat dan tentunya perekonomian Indonesia akan ikut longsor setelah hantaman wabah corona.

Kebijakan Social Distancing (pemberian jarak sosial) atau Physical Distancing (pemberian jarak fisik) menjadi pilihan pemerintah untuk saat ini sebagai upaya menepis penyebaran corona dan ekonomi masih dapat berjalan.

Segala aktivitas masyarakat kini mulai dibatasi, terkhusus yang melibatkan massa yang banyak. Masyarakat kini dihimbau untuk belajar, berkerja dan beribadah dirumah. Kemudian deretan perusahan, warung dan pusat perbelanjaan ditutup atau dibatasi sementara waktu. Sehingga puluhan pegawai atau karyawan harus berhenti berkerja. Terlebih lagi para pedagan, ojek, tukang becak dan angkot juga merasakan sepinya penumpang dan pembeli karena masyarakat kini lebih banyak berdiam diri dirumah sehingga perputaran ekonomi semakin lesuh.

Namun masalah terbesarnya bukan pada sektor ekonomi masyarakat perlu tahu dan sadar bahwa wabah yang tengah kita hadapi tidak boleh disepelekan. Ini lebih kepada masalah kemanusiaan dan masalah kesehatan yang perlu ditangani secara serius. Kebijakan Social Distancing dan Physical Distancing dinilai tidak lagi efektif. Kini sudah saatnya pemerintah memberlakukan Lockdown atau karangtina total diseluruh wiliayah Indonesia sebagai upaya memutus rantai penyebaran covid-19.

Pemerintah tidak boleh lagi dilema dan bersikukuh tidak memperlakukan lockdown, setelah menyaksiskan ratusan masyarakat berjatuhan, dan fasilitas rumah sakit yang tidak lagi dapat menampung pasien yang membludak serta jumlah tenaga medis yang minim. Bahkan lebih parahnya para petugas medis ikut menjadi korban karena keterbatasan APD (Alat Pelindung diri) dan sejumlah dokter dan perawat harus gugur dimedan juang melawan covid-19 karena sikap pemerintah yang tidak jelas dan tidak konsisten.

Sepertinya Bapak Jokowi harus berguru Kepada Presiden Ghana Bapak Nana Addo Dankwa Akufo-Addo, yang lebih memilih melakukan lockdown dan memproritaskan rakyatnya ketimbang ekonomi dalam menghadapi pendami Covid-19, dengan kata-katanya yang sedang viral “kami tahu cara menghidupkan perekonomian, yang kami tidak tahu adalah cara menghidupkan kembali manusia”. Ini dinilai keputusan berani yang harus dicontoh oleh pemimpin negara.

Persoalan ekonomi tentu menjadi pertimbangan berat bagi negara miskin seperti Indoneisa dalam memberlakukan kebijakan lockdown atau karangtina wilayah, sebab terdapat beban anggaran dan beban biaya cukup besar yang harus dipikul negara sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang karangtina wilayah.

Namun tentu kita tidak ingin lagi melihat ratusan korban berjatuhan dan ribuan masyarakat yang belum terdeteksi karena keterbatasan medis.

Pemerintah sudah saatnya mundur dari ambisi untuk membangun ibu kota baru, dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk persiapan karangtina wilayah dan sektor kesehatan. Dengan ini pemerintah tak perlu lagi menambah utang negara dan mengeluarkan Perpu untuk melebarkan defisit APBN dari Produksi Domestik Bruto (PDB) 3% menjadi 5%. Dengan tetap memanfaatkan Anggaran yang ada.

Pemerintah dapat pula mengeluarkan kebijakan pemotonga gaji aparat pemerintahan seperti yang dilakukan beberapa pemimpin negara dan kepala daerah di Indonesia. Pemotongan gaji, baik presiden, mentri, staff, PNS dan seluruh pegawai pemerintahan untuk masalah kemanusiaan.

Saat ini masyarakat sudah turut serta dalam berkontribusi dengan menggalang donasi untuk melawan pandemi corona, tinggal pemerintah yang perlu mengambil langkah alternatif lain yang tepat sasaran dengan berkaca pada kondisi masyarakat ditengah pandemi virus covid-19.

Pemerintah tak boleh berada ditengah, ingin menjaga stabilitas ekonomi dan kesehatan disaat bersamaan. Mau tidak mau ekonomi akan tetap loyo, perdagangan tetap terbengkalai dan segala aktifitas bisnis akan berhenti. Sudah saatnya memperioritaskan sisi kemanusiaan, harus mengupayakan agar tidak ada lagi korban dan segala keterbatasan dapat terpenuhuhi serta lupakan warisan ibu kota baru. Alih-alih meninggalkan warisan ibu kota, jangan sampai malah menjadi catatan kelam negara yang tidak becus dalam melawan pendemi global yang tengah kita rasakan.

Kemudian, perlunya kerjasama oleh seluruh elemen baik pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama menghadapi dampak yang timbul akibat virus corona baik dari aspek kemanusiaan mapaun stabilitas ekonomi. Mari untuk saling menguatkan, berdoa dan beriktiar dengan segala kemapuan dalam membasmi virus covid-19.

You may also like