Ketika Bulo – Bulo (Sinjai) Diperangi Empat Kerajaan Besar

0 comments

Somba ri Gowa Tunipalangga Manriawagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung tercatat sebagai Raja Gowa ke X yang bertahta pada tahun 1546 – 1565. Beliau dikenang sebagai sosok Pemberani dan juga pandai berdiplomasi. Setidaknya, selama ia menjabat sebagai Raja, ia mampu menaklukkan kurang lebih 34 wilayah di zamannya. Termasuk diantaranya Kerajaan Bulo – Bulo.

Ada beberapa dasar yang menjadi sebab sehingga Gowa menyerang Bulo – Bulo, diantaranya adalah karena Raja Bulo – Bulo Puatta La Mappasoko Lao Mano’E tanru’na melakukan ekspansi perluasan wilayah.

Dalam Buku Basrah Gissing, dituliskan bahwa Bulo – Bulo memperluas wilayah kekuasaannya dari Bulukumpa sampai ke wilayah Salomekko dan sekitarnya. Sehingga gelar La Mappasoko kemudian berubah menjadi Puatta Lao Manorangnge tanru’na. Hal ini memberi reaksi kepada Karaengnge ri Gowa untuk segera mengambil sikap.

Tapi untuk menaklukkan Bulo – Bulo bukanlah perkara mudah. Gowa pernah menyerang Bulo – Bulo, tapi ditengah peperangan, Gowa belum mampu untuk mengalahkan Bulo – Bulo. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Attoriolongnge ri Wajo;

“Naenreq KaraengngE ri Gowa ri tellakke Daeng Bonto teriwi Bulo – Bulo, tennaullei mangkasa’e rumpakki. Na ritampaina To Wajo’E ri Karaengnge teriwi Bulo – Bulo”.

Sehingga, Gowa merasa perlu melibatkan Bone, Luwu & Wajo dalam peperangan berikutnya. Tapi sebelum itu, Gowa memberi tugas kepada Wajo untuk terlebih dahulu memerangi Batulappa. Jika Wajo berhasil menaklukkan Batu Lappa, maka kepadanya dijanjikan untuk menjadikan Batulappak kembali sebagai lilinya (bawahannya) dan akan dibebaskan dari statusnya sebagai ata.

Hal itu sebagaimana dalam catatan Een Achttiende-Eeuwse Kroniek Van Wadjo yang mengisahkan bahwa setelah tiga tahun MassolocciE menjabat sebagai Arung Matowa Wajo, datanglah utusan KaraengngE menyampaikan pesan, dia berkata ;

“Ia nasuroangnga Karaengnge, Arung Matowa: Laoko muenrekiwi Batulappa. Naiya dekkua murumpa’i Batulappa, ssoroni riangngatangenna to WajoE. Naiyadekko temmurumpa’i Batulappa, kecengngi angngatanna to Wajoe. Adjamuna musossong ri Bulo-bulo; sossong ri batulappa muno ri ompona ulengnge”.

Arung Matowa menjawab ;

“Ia mupalattu suro ri Karaengnge : nawettagisi ulukku to RajaE, kurumpuangi langi lipu’na”.

Awal bulan, berangkatlah orang wajo bersama palilinya memerangi Batulappa. Setelah sebulan berperang, akhirnya Batulappa kalah dan menyerah bersama palilinya. Kembalilah orang Wajo dengan kegembiraan dan kemenangan.

Tak berselang lama, utusan Karaeng pun datang lagi menghadap kepada Arung Matoa. Utusan tersebut mengatakan apa yang dititahkan oleh karaeng untuk menjemput orang wajo bergabung menyerang Bulo – Bulo.

Tapi Arung Matowa menjawab ; “Duluanlah kau suro, sampaikan pada Karaeng bahwa orang Wajo akan menyusul di belakang”.

Tujuh hari kemudian, berangkatlah orang Wajo ke medan peperangan, sesampainya di Bulo – Bulo, didapati Arumpone dan Karaengnge duduk bersama.

Berkatalah Karaengnge ; “sudah kau kalahkankah Batulappa Arung Matowa?”
Arung Matowa menjawab ; “telah kukalahkan, Karaeng. kutaklukkan bersama dengan palilinya.

Tiga malam sesampainya orang wajo di bulo-bulo, karaeng memberikan gelang satu tenrong (pasang) dan satu kati beras, Ia berkata : “ambillah sedikitnya dari Gowa, apabila engkau kalahkan Bulo – Bulo, maka kunaikkan derajatmu bersahabat dengan Gowa.

Diambillah gelang tersebut oleh La Mungkace bersama BangkaibottoE putra Arung Peneki lalu kemudian menyatakan sumpah dan berkata : “Walaupun aku ditebas, akan kukalahkan Bulo – Bulo”

Dan saat malam tiba, pecahlah peperangan, diseranglah orang Bulo – Bulo, karena jumlah pasukan yang tidak seimbang sehingga dengan mudah Bulo – Bulo direbut. Dan saat pagi hari, menyerahlah orang Bulo – Bulo pada Karaeng, Arumpone, Datu Luwu, dan Arung Matoa.

Tak berselang lama setelah Bulo – Bulo dikalahkan, datanglah kemudian utusan karaeng menghadap kepada Arung Matowa, sang utusan itupun kemudian berkata ; “Sudilah kiranya Tuan datang duduk bersama Karaeng, Datu Luwu dan Arumpone”. Maka berangkatlah arung matowa untuk menghampiri mereka.

Berkatalah Karaeng kepada Arungmatoa ;
“Engkau kuundang sebagai kerabat tidak lain karena tidak ada yang dapat kubalaskan terhadap budi baiknya orang Wajo yang menginjakkan kakiku di negeri Bulo-bulo bersama Arumpone dan Datu Luwu. Maka kini dikerabatkanlah kembali (masseajing) Gowa dengan  Wajo sebagaimana dahulu, dan engkau jadikan lilikmu (yang dahulu) kembali sebagai lilikmu hingga Lamuru, Enrekang, Massenrempuluk, Pitu ri awa, mario ri awa, berikut Belokka, Wanio Cerowali, dan meneguhkan kembali perjanjian yang kita sepakati di Topaccekdok. Dan engkau ambil pula kembali sebagai palilikmu hingga Amali, Lamuru, Mampu, Ujumpuluk. Dan engkau ambil pula dokok inanre temmawari (bekal nasi yang tidak akan pernah basi) yaitu Baringeng beserta segenap paliliknya, Tanatennnga, Lumpulek Mallusek Salok, bersama Patampanua”.

Arungmatoa menjawab ; “itulah perkataanmu Karaeng yang akan kupegang teguh, kupalang, kupakai, dan kelak akan diwarisi anak cucuku”.

Tiga malam setelah menyerahnya Bulo – Bulo, kembalilah Karaeng, orang Bone, orang Wajo dan orang Luwu di Negerinya.

Referensi :
– Kronik Van Wadjo
– Bunga Rampai Sastra Bugis ; ‘Poada adangngengngi AttoriolongngE ri Wajo’ (Adnan Usmar)
– Basrah Gissing ; Sejarah Kerajaan Bulo – Bulo, Tondong & Lamatti
– Makassar Punya Cerita : (Cuplikan Perang Kerajaan Gowa ; Karaeng Tunipalangga)
– BPNB Sul – Sel : Hubungan antara Kerajaan Gowa & Wajo
– LSW : 194 – 196.

Penulis: Andi Sudhas Rishal Sawil

You may also like