Kisah Guru SMP Pedalaman di Aceh, Gendong Bayi ke Sekolah Lalui Jalan Berlumpur

0 comments

ACEH, BB — Wilayah pedalaman di Indonesia memang momok memberatkan bagi pelayanan publik di negeri ini, selain sarana dan prasana yang tidak memadai akses yang jauh menyebabkan proses ekonomi seolah lumpuh.

Sebut saja seorang guru yaang bernama Husnul Khatimah Arief. Untuk menuju ke sekolah tempat ia mengajar, guru bahasa indesia itu memerlukakan perjuangan yang berat. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Pante Bidari, yang berada di Desa Sijudo, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, Aceh.

Sebuah wilayah pedalaman yang berbatas langsung dengan Kabupaten Bener Meriah.

Sudah tiga tahun terakhir, ibu guru itu menempuh jalanan berlumpur tanah di musim hujan dan berdebu pada musim kemarau bila berangkat ke sekolah. Terkadang harus menggendong anaknya yang masih balita.

Pada Senin (10/2) lalu aktivitasnya untuk menuju kesekolah tengah viral di sosmed yang diposting akun Facebook Atjeh timeline @acehtimeline. Dalam foto itu Perempuan 32 tahun sedang berjalan kaki menyusuri jalanan berlumpur sambil menimang bayi di gendongannya. Ia mengenakan sepatu bot, seperti pekebun hendak ke ladang.

Di sisi lain, Husnul sedang berada di ruang kelas dan berdiri di depan sejumlah siswa. Foto-foto itu diambil pada penghujung Desember 2019, ketika hujan masih sering mengguyuri kawasan itu. Tetapi foto itu viral baru-baru ini. acehkini telah meminta izin kepada pemilik akun, untuk posting ulang foto-foto tersebut.

“Jalan di sana kalau sudah musim hujan sudah pasti begitu, walaupun hujannya sebentar. Karena jalanan sama sekali enggak teraspal,” kata Husnul ketika dihubungi acehkini dari Banda Aceh, Jumat (14/2) malam.

Husnul menetap di Julok, Aceh Timur, kawasan yang berdekatan dengan jalan nasional Banda Aceh-Medan, jaraknya ke sekolah sekitar 40 kilometer. Dia harus melalui jalanan yang rusak berat itu selama 2 jam menggunakan sepeda motor untuk menuju ke sekolah. “Sepanjang jalan berlumpur kalau musim hujan,” tutur dia.

Dilansir dari Kumpran.com, Kondisi jalanan sedikit ‘baik’ jika musim kemarau seperti sekarang ini. Jalanan yang berlumpur itu bakal padat, namun berdebu. Tetapi setidaknya kondisi demikian menurut Husnul lebih beruntung dibandingkan pada musim hujan.

Guru SMP Husnul saat tiba disekolah tempat ia mengajar sembari menggendong anaknya

SMP Negeri 4 Pante Bidari di Desa Sijudo terpencil di pedalaman Aceh Timur.

Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, siswa yang aktif belajar di SMP Negeri 4 Pante Bidari tercatat sebanyak 48 orang dari kelas 1 hingga 3. Mereka diasuh oleh 18 guru, salah satunya Husnul. Sekolah ini termasuk dalam kawasan terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Husnul yang berasal dari Beurawe, Banda Aceh, lulus program PNS guru garis depan (GGD) pada 2017. Ia kemudian ditempatkan di sekolah itu.
Tinggal di sekolah.

Perjalanan melelahkan ke sekolah tidak dilalui Husnul setiap hari. Selama sepekan, ia hanya sekali berangkat dan sekali pulang. Karena anaknya masih kecil, dia membawanya.
Alasannya karena setelah berangkat, ia tidak pulang hingga beberapa hari ke depan. Ia menginap di sebuah rumah dinas di kawasan sekolah. “Selama empat hari per pekan tinggal di rumah dinas, tak jauh dari sekolah,” ujarnya.

Rumah dinas tersebut ditempati dua guru yang mengajar di sana. Selain rumah dinas, guru lainnya yang tak pulang ke rumahnya setelah mengajar juga menempati ruangan laboratorium. Ruang laboratorium disulap dengan sekat-sekat tripleks menjadi empat kamar. “Totalnya ada enam kamar yang bisa ditinggali guru secara bergantian,” kata dia.

Selama tinggal di kawasan sekolah, Husnul seperti terpisah dengan dunia luar. Jaringan telepon dan internet di sana agak tersendat.
Ketika dihubungi acehkini, suara Husnul di ujung telepon timbul tenggelam. Suaranya putus-putus. Ia mengaku harus keluar dari rumah dan meletakkan handphone di suatu tempat ketika harus menerima panggilan telepon. “Ini saya letakkan handphone di tempat yang lebih tinggi dan tidak bisa digeser-geser,” ujarnya.

Kawasan Desa Sijudo berjauhan dengan perumahan warga desa lain di Kecamatan Pante Bidari. Untuk menuju ke Sijudo, hanya bisa dilintasi satu-satunya jalan dengan kondisi rusak parah. Di desa itu, terdapat satu Sekolah Dasar dan satu SMP.
Lantas, kemana siswa-siswa yang lulus SMP melanjutkan pendidikannya? “Mereka harus keluar dari desa ini,” ujar Husnul.

Menurutnya, anak-anak Sijudo yang ingin menempuh pendidikan tingkat SMA harus ke pusat kecamatan Pante Bidari.

Dari Sijudo, pusat kecamatan sejauh satu jam perjalanan dengan sepeda motor jika jalanan sedang kering pada musim kemarau. “Kalau musim hujan, jalanan berlumpur, bisa lebih satu jam,” jelas Husnul.

Satu-satunya alternatif agar tetap bisa menempuh pendidikan SMA, imbuh Husnul, adalah dengan keluar dari Sijudo. Sebagian besar anak didiknya di SMP memilih untuk melanjutkan pendidikan dan menetap di pesantren yang terdapat sekolah. “Jadi mereka tidak harus bolak-balik,” ujarnya.

Husnul punya satu harapan besar. Dia menginginkan agar pemerintah memperbaiki akses ke Desa Sijudo. Menurutnya, dengan akses yang baik, anak-anak di sana akan lebih bersemangat menempuh pendidikan. “Dengan akses jalan yang baik, mereka mungkin lebih bersemangat sekolah,”tandasnya.

You may also like