Dengan demikian perihal itu sambung SAdAP dimotori dan dimotivasi oleh semangat siri’, usaha harus dimulai sejak mata terbuka. Mereka selalu meyakini lebih baik tenggelam daripada balik haluan sebelum tercapai cita-cita.
Kemudian sambung dia lagi Siri’ Tappela’ Siri’ (Makassar) atau Siri’ Teddeng Siri’ (Bugis) artinya rasa malu seseorang itu hilang “terusik” karena sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah ditentukan.
“Ketika sampai waktu yang telah ditentukan yang berutang tidak menepati janji, itu artinya mempermalukan dirinya sendiri,” SAdAP mencontohkan.
Terakhir, kata dia, Siri’ Mate Siri’, adalah Siri’ yang berhubungan dengan iman. Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yang mate siri’-nya adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun.
“Orang seperti ini hendak diperlakukan apalagi sedang ia tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai yang hidup,” ujarnya.
Berdasar pokok hidup siri’ na pacce’ ini, masyarakat Sulawesi selatan menjadikannya pola tingkah laku dalam berpikir, merasa, bertindak, dan melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang manusia.
Selain itu juga dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat. Antara siri’ dan pacce’ saling terjalin dalam hubungan kehidupannya, saling mengisi, dan tidak dapat dipisahkan yang satu dari lainnya.
Kemudian kata SAdAP ada Filosofi Bushido samurai jepang dan filosofi Siri’ masyarakat Bugis/Makassar
Bushido berarti ‘jalan ksatria’ atau bisa disebut juga etika moral bagi kaum ksatria. Makna secara umum dari Bushido adalah sikap rela berkorban bagi pemimpin atau negara. Yang kemudian diperluas dan diformalkan sebagai kode awal samurai dan menekankan pada penghematan, kesetiaan, penguasaan bela diri, dan kehormatan sampai mati. Bushido juga mencakup belas kasih bagi mereka dari status yang lebih rendah untuk pelestarian nama.
Awalnya Bushido berwujud literatur lebih lanjut dalam memberlakukan persyaratan untuk melakukan diri dengan ketenangan, keadilan, dan kepatutan. Bagian lain dari filsafat bushido adalah mencakup bagaimana metode membesarkan anak, penampilan, dan perawatan. Namun semua itu juga dapat dilihat sebagai dari persiapan konstan seseorang menuju kematian yang baik dengan kehormatan yang utuh.
Aspek spiritual sangat dominan dalam falsafah bushido, seorang samurai memang menekankan kemenangan terhadap pihak lawan, tetapi tidak berarti dengan kekuatan fisik. Dalam semangat bushido, seorang samurai diharapkan mampu menjalani pelatihan spiritual guna menaklukan dirinya sendiri, karena dengan menaklukan dirinya sendirilah samurai dapat mengalahkan orang lain.
Konsep keberanian dalam masyarakat Bugis/Makassar telah di tunjukan salah satunya oleh leluhur Bugis/Makassar sebagai pelaut yang mengarungi samudra dengan kapal phinisinya.
Halaman Selanjutnya…