SINJAI, BB — Besarnya kucuran Dana Desa yang digulirkan pemerintah pusat dalam beberapa tahun terakhir tentu diharapkan memberi dampak terhadap peningkatan pembangunan di seluruh desa sasaran penerimanya.
Bahkan tahun 2019 ini Pemerintah menaikkan alokasi Dana Desa sekitar Rp 75 triliun dari Rp 60 triliun pada tahun 2018 untuk seluruh desa di Indonesia, hal ini guna memacu pembangunan pedesaan. Namun di sisi lain, dana desa juga telah banyak menjerat beberapa aparat desa, karena menyalahgunakan dana stimulus tersebut.
Demi efektifnya apa yang menjadi tujuan tersebut, Presidium Sinergitas Jaringan Independen Gerakan Sinjai Menggugat (SINJAI GERAM) Awaluddin Adil berharap, agar alokasi Dana Desa yang besar itu, dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta dapat mengantar desa untuk mengejar dari ketertinggalan khususnya di Kabupaten Sinjai.
“Desa harus memiliki perencanaan yang baik dalam mengalokasikan Dana Desa. Misalnya melalui pembangunan, tentunya pembangunan yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat desa,” kata Awaluddin Adil, dalam rilisnya kepada media ini, jumat (31/5/2019)
Menurut Awal, Kepala Desa di Sinjai harus berani mengungkapkan jumlah persentase penurunan angka kemiskinan. Mereka harus menunjukkan apakah angka kemiskinan di daerahnya menurun, stagnan atau malah meningkat sejak adanya alokasi dana desa. Sebab kata Dia, Kalau kepala Desa tidak mampu menunjukkan, itu artinya dana desa dan alokasi dana desa tidak ada artinya.
“Dana Desa subtansinya adalah mensejahterakan masyarakat. Kalau masyarakat tidak sejahtera lalu dana desa mensejahterakan siapa?,” katanya.
Awaluddin Adil yang juga Direktur Yayasan Peduli Bangsa (YPB) menambahkan bahwa Kepala Desa juga harus memahami jika pembangunan desa tidak lagi identik dengan pembangunan fisik, tapi yang terpenting juga adalah pemberdayaan masyarakat.
“Selama ini pemberdayaan dianggap agenda nomor dua setelah pembangunan fisik. Pada hal seringkali pembangunan fisik tidak mampu menjawab untuk meningkatkan kesejahteraannya. Paradigma ini harus dirubah karena kini desa harus pula memposisikan dirinya sebagai mesin ekonomi yang efektif bagi warga. Jadi tunggu apalagi?,” Tutup Awaluddin. (red)
Editor : Muh. Asdar