SINJAI, BB — Persoalan pengelolaan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Dikutip dari CNN Indonesia, Riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengungkapkan sebanyak 24 persen sampah di Indonesia masih tidak terkelola.
Ini artinya, dari sekitar 65 juta ton sampah yang diproduksi di Indonesia tiap hari, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak ditangani. Sedangkan, 7 persen sampah didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dari laporan itu diketahui juga jenis sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah organik sebanyak 60 persen, sampah plastik 14 persen, diikuti sampah kertas (9%), metal (4,3%), kaca, kayu dan bahan lainnya (12,7%).
Secara khusus, Persoalan sampah di Kabupaten Sinjai, Sulsel saat ini juga dinilai semakin kritis. Pasalnya, sampah yang menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) Tondong dianggap tidak ideal lagi dengan jumlah sampah masyarakat yang mencapai 20 ton perharinya.
Sedang pemilahan sampah organik dan anorganik dari 20 ton sampah tersebut memakan waktu sampai 10 hari. Bayangkan jika dikali 10 penumpukan sampah dalam 10 hari mencapai 200 ton.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Peningkatan Kapasitas Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sinjai, Andi Mappanganro yang dikonfirmasi, rabu (13/2/2019) membenarkan hal tersebut.
Ia menuturkan bahwa saat ini kondisi TPA Tondong dengan luas 3 hektar yang terletak di Desa Kampala, kecamatan Sinjai Timur memang dalam keadaan hampir penuh.
“Kondisinya saat ini ditakutkan akan mengalami longsor pada penumpukan sampah karena telah menggunung,” ungkapnya.
Agar tidak berdampak pada lingkungan dan masyarakat disekitar TPA, Mappanganro menuturkan perlu adanya lahan baru untuk pembuangan sampah pengganti TPA Tondong. Namun sayang, ia mengaku, telah dua tahun mengusulkan lahan baru tapi sampai saat belum terealisasi.
“Dengan jumlah sampah sebanyak 20 ton perharinya, kami paling tidak membutuhkan 10 hektar lahan baru untuk pengganti TPA Tondong,” jelasnya.
Disisi lain, sisa sampah yang dapat dijadikan pupuk organik sekitar 40 persen, tapi lagi-lagi pihaknya belum bisa memproduksi. Bukan karena terkendala sarana tapi belum ada pasar.
“Sarana (alat) ada tapi tidak ada pasar, padahal sampah organik yang bisa dijadikan pupuk organik dari dedaunan dan sebagainya cukup potensial,” Mappanganro, menandaskan.
Terpisah, Iksan salah satu warga Balangnipa Sinjai, mengungkapkan jika ketersedian lahan pembuangan sampah yang dinilai sudah tidak mampu menampung sampah masyarakat akan berdampak pada penanganan sampah yang tidak benar, yang pada akhirnya akan mewariskan bom waktu pada generasi Kabupaten Sinjai di masa depan.
Apalagi menurutnya, pemkab Sinjai telah menerima penghargaan Adipura sebagai kategori Kota Kecil dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia sebagai salah satu Daerah yang dinilai berhasil dalam pengelolaan sampah. (Asrianto/Red)
Editor : Muh. Asdar