Dicopot Sebagai Aggota KPU Sinjai, Irfan Akan Gugat DKPP

0 comments

SINJAI, BB — Anggota Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan Muh Irfan berencana akan menggugat putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Irfan akan menggugat putusan DKPP yang terbit pada Rabu (30/1) lalu karena memecatnya sebagai anggota KPU Sinjai. Dalam putusan itu, DKPP menilai Irfan menghilangkan formulir model DA (berita acara perekapan di tingkat kecamatan) Kecamatan Sinjai Timur saat melakukan rekap suara hasil perolehan suara Pilkada di KPU Sinjai.

Selain itu ia juga dilaporkan atas dugaan memalsukan tanda tangan pemilik Toko Bersinar yang beralamat di Kecamatan Sinjai Timur, Muh Aris saat mengadakan Alat Peraga Kampanye (APK) pasangan Calon Bupati Sinjai April 2018 lalu.

Dan dugaan ketiga adalah adanya pemalsuan tanda tangan LPj dana APK kepada PPS di dua desa yakni Desa Biroro dan Desa Kampala di Kecamatan Sinjai Timur. Irfan diduga oleh pelapor Ahmad Marzuki melakukan pemalsuan tanda tangan Ketua PPS Biroro dan Kampala, yakni Mukhlis dan Tasbi.

Irfan didamping praktisi hukumnya, Muhammad Nursal menjelaskan bahwa kewenangan DKPP adalah menyangkut etika penyelenggara pemilu pada saat menyandang jabatan, terhitung mulai pada saat yang bersangkutan dilantik.

“Sehingga DKPP sesungguhnya tidak berwenang memeriksa peristiwa yang berkaitan dengan penyelenggara pemilu sebelum ia menduduki jabatannya,” jelas Irfan menyampaikan penjelasan kuasa hukumnya Nursal kepada Wartawan, Senin (4/2/2019)

Sedang peristiwa yang menyangkut etika penyelenggara sebelum menduduki jabatannya sebagai anggota KPU Sinjai seharusnya menjadi bahan bagi Panitia Seleksi KPU pada waktu lalu, untuk selanjutnya menentukan apakah Irfan memenuhi syarat (layak) untuk menduduki jabatan komisioner KPU.

“Jika ada kesalahan lalu (persyaratan) dan baru diketahui oleh KPU pada saat penyelenggara pemilu menduduki jabatannya maka oleh KPU dapat meninjau kembali posisi itu,” jelasnya.

Sedang adanya bukti hasil penyelidikan dihentikan oleh kepolisian di Sinjai menunjukkan bahwa peristiwa pidana yang dilaporkan tidak cukup alat bukti sehingga tidak layak ditingkatkan ke penyidikan. Hal ini berarti secara hukum belum dapat dibuktikan adanya tindak pidana pemalsuan sebagaimana yang dilaporkan pelapor.

“Dengan demikian bukti itu harusnya menjadi pertimbangan DKPP dalam menerbitkan putusan,” jelas Nursal.

Dengan tidak adanya tindak pidana seharusnya peristiwa pemalsuan yang dilaporkan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sinjai Ahmad Marzuki dipertimbangkan oleh DKPP.

“Sedang peristiwa yang dilaporkan oleh Direktur LBH Sinjai ke DKPP (dalam kasus quo) bukanlah tindak pidana, tidak ada kerugian bagi individu, negara, tidak mengganggu tahapan pilkada, tidak mengubah hasil pilkada, sehingga setidaknya hanya diberikan sanksi teguran bukan pemberhentian,” pungkas Nursal. (Red)

Editor : Muh. Asdar

You may also like